◗ sama(r) '12

1.5K 242 18
                                    

"Seragam sekolah lengkap dengan hoodie, sayangnya lo make sandal dan gak make tas. Gue beropini kalo lo kabur dari rumah, gak usah ngelak karena opini gue pasti bener." Yoshi menghembuskan nafas kasar, ia berbalik menatap Jeno. Terpaksa langkahnya kembali menghampiri Jeno.

"Lo mau apa?"

"Rasanya nggak adil kalo lo tau banyak tentang gue sedangkan gue cuma tau dikit tentang lo." ungkap Jeno memberi jeda. "Selalu make pakaian panjang entah itu hoodie, jaket, atau sweater dimanapun bahkan di sekolah. Juga bolos pelajaran olahraga, ada yang lo sembunyiin?" lanjut Jeno.

Yoshi menyeringai, "Lo udah tau apa yang gue sembunyiin, ngapain juga nanya."

"Kalo gitu gue pengen ngelihat."

"Gak mau."

"Ayolah," bujuk Jeno sambil mengusap sisa air matanya.

Dengan terpaksa Yoshi membuka hoodie yang di kenakannya, memperlihatkan lengan yang penuh luka lebam dan goresan. Kemudian ia berganti membuka kemeja sekolahnya, sekarang Yoshi sudah sepenuhnya telanjang dada. Memamerkan tubuh atasnya yang penuh dengan luka, bahkan tak ada sedikit pun bagian yang masih mulus.

Jeno meringis melihatnya, ini di luar ekspetasi. "Lukanya kering terus tambah lagi?"

"Ya gitu."

"Setiap hari mereka ngelakuin ini ke lo?"

"Mereka?"

"Gue tau bukan cuma keluarga sepupu lo doang, ada oknum-oknum lain yang juga ikutan kan?" tanya Jeno. Matanya masih mengamati tubuh atas Yoshi yang perlahan mulai tertutup oleh kemeja dan hoodie.

Yoshi tersenyum melihat mimik muka iba yang Jeno keluarkan. "Lo tau banyak ternyata."

"Awalnya gue kira lo cenayang karena misterius dan cukup tau banyak hal yang terjadi. Tapi gue menepis pikiran tadi setelah gue tau beberapa fakta mengejutkan. Memutar memori dan meneliti setiap kejanggalan kata atupun perbuatan di masalalu memang nggak mudah. Tapi, gue bisa mecahin semua, dan ternyata lo bisa tau sesuatu karena lo ada di lingkungan toxic itu." Jelas Jeno panjang lebar.

Jeno menoleh menatap Yoshi yang mengangguk paham. "Kenapa lo nggak kabur yang jauh?"

"Gak bisa."

"Nginep di rumah Junkyu atau Jihoon?"

"Junkyu itu termasuk orang baru, gue tau dia baik tapi gue nggak enak aja. Kalo Jihoon, gue males nanti di tanyain melulu."

"Lo mau ikut gue?"

"Maksud lo?" tanya Yoshi.

=

Jam kosong Jeno habiskan dengan berbincang bersama teman-temannya. Sekarang dia duduk di bangku Jaemin yang ada di pojok kelas. Junkyu yang merupakan teman sebangku Jaemin terpaksa mengungsi ke bangku Bomin, sang ketua kelas. Jeno cukup bosan dengan topik yang di bahas oleh temannya, mereka membicarakan cewek daritadi.

"Eh Jen, kemaren gue lihat lo sama si dower di belakang sekolah. Ngapain lo?" tanya Haechan.

"Gue buang kunci motor dia dan dia maksa gue buat nyari kunci motornya," jawab Jeno seadanya.

"Kirain ngapain," ucap Jaemin.

"Tumben lo mau, biasanya bodo amat," ujar Renjun penuh curiga.

Jeno yang tadi merebahkan kepalanya di meja kini mendongak menatap kelima temannya. "Gue gabut jadi gue iyain. Kenapa emang? Lagian dulu kan gue juga pernah deket sama Hyunjin." Setelah mengatakan kalimat tersebut, ia kembali merebahkan kepalanya.

"Kenapa sih lo, lemes banget kelihatannya," tanya Yangyang.

"Entahlah, badan gue lemes aja."

Yang lain hanya ngangguk tanpa bertanya lebih lanjut, mereka tau mood Jeno sedikit tidak baik sekarang.

"Eh kemaren gue di tawarin pelatih basket buat join klub basket, katanya mereka mau ngerecrut anak kelas sebelas karena banyak anak kelas sebelas yang out. Pelatih juga bilang mau nyeleksi lagi anak basket buat nentuin yang jadi ketua, Baejin ngundurin diri." Topik yang di bicarakan Jaemin ini cukup menarik perhatian Jeno.

"Sama Jaem, gue kemaren juga di tawari sama pelatihnya," sahut Haechan.

"Bukannya lo berdua dulu pernah gabung klub basket ya?" tanya Shotaro.

Jaemin dan Haechan ngangguk, "Iya dulu kita bertiga ikut klub basket. Tapi Jaemin out karena pengen fokus ke futsal terus gue juga ikut out karena fokus ke seni musik, tinggal Jeno sendirian deh." jawab Haechan.

Jeno menatap Jaemin dan Haechan bergantian. "Kenapa kalian nggak join lagi aja?" tanyanya.

"Gak sudi, gue dua minggu lagi mau lomba vocal." jawab Haechan.

"Gue juga udah jadi pemain inti di futsal." jawab Jaemin.

Jeno hanya mengangguk dan kembali merebahkan kepalanya di meja. Badannya sangat lemas.

=

Eric menggeliat merasa tak nyaman pada posisi tidurnya kali ini. Sudah beberapa kali ia merubah posisi tapi tetap merasa tak nyaman. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka mata, mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk sebelum akhirnya ia sadar sepenuhnya.

Sekarang Eric berada di rumah, tidak masuk sekolah karena sakit. Sejak kemarin dirinya di hajar oleh sang kakak hingga pingsan, Eric terbangun dalam keadaan badan pegal di tambah demam tinggi. Untuk itu ia tidak berangkat sekolah. Luka yang ada di tubuhnya juga sudah di obati oleh sang mama.

"Jam berapa sih?" monolognya pelan.

Ia melirik jam yang menunjukkan pukul satu siang. Ia mengambil nampan nasi yang di nakas. Memakan nasi beserta lauk dengan pelan dan tenang. "Emang bangsat banget Jeno," umpatnya pelan di tengah-tengah mengunyah.

Ia mengambil air minum, "tumben teh, biasanya air putih kalo nggak susu." Tampa menaruh curiga, Eric meneguk habis air yang di kira teh tadi.

"Anyep banget anjir."

Eric melanjutkan aktifitasnya dengan bermain ponsel. Tapi ada yang aneh, tubuhnya menjadi nyeri di beberapa bagian. Awalnya nyeri itu biasa saja tapi makin lama nyeri itu semakin menjadi-jadi. Parahnya Eric merasakan sesak nafas yang teramat juga rasa ingin muntah.

"Akh," Eric mengerang karena sesak nafas, beberapa detik kemudian ia memuntahkan makanan yang tadi ia makan. Tak berlangsung lama tubuhnya jatuh pingsan.

Pandangan terakhir yang Eric lihat adalah Jeno tengah berdiri di tepat di tengah pintu kamarnya yang terbuka.

=

Jangan lupa vote dan komen, see you next chapter.

Sama(r) ft. jenricWhere stories live. Discover now