"Jika kau benar mencintaiku, cintailah aku seperti kau mencintai ibumu!" Eline Herzone.
***
Brian merasakan darah di dalam tubuhnya berdesir hebat. Ingin sekali dia menjamah Eline membuat gadis itu mengerang, menjerit lagi dan lagi bahkan sampai Eline pinsan karena nikmat. Tetapi bermain dengan gadis yang tak meresponnya apa lagi irit ekspresi tak pernah terlintas sedikitpun di dalam pikiran Brian. Apakah Eline tak tertarik sama sekali dengan pria? Kalau memang benar mengapa gadis itu berpacaran dengan Alex?
Semakin lama Brian mengelus rambut Eline, semakin menyengat harum yang membuat siapapun akan menjadi candu. Brian menarik tubuhnya, menggeser kursi kembali ke-posisi awal. Dia mengacak rambut prustasi.
Eline tak perlu menoleh untuk melihat tampang kacau Brian. Pria bermanik biru itu mengingatkan Eline pada Alex. "Mengapa semua pria sangat suka mengacak-ngacak rambutnya? Apa dengan seperti itu mereka akan terlihat lebih menarik?"
Pertanyaan bernada datar yang keluar dari mulut Eline membuat Brian membuka mulut kaget. "Maksudmu?"
"Lupakan!"
Brian bungkam. Dia menangkap sesuatu yang ganjil dari gadis di sampingnya. "Apakah kau tidak melupakan sesuatu?"
"Tidak."
"Tasmu?"
Eline berdecak. "Di kelas."
Brian melongo. Gadis itu berkata dengan ringan seolah-olah bukanlah masalah. "Apakah kau tidak meninggalkan barang-barang berharga?"
Eline mengangguk kecil dengan tangan yang terlipat di depan tubuh. "Ada Reytasya saat aku pergi dari kelas."
Brian tertegun. Reytasya? Entah mengapa mendengar nama itu membuat hatinya bergetar aneh, tetapi dia mengabaikannya. "Tadi aku melihatmu keluar dari gudang. Sedang apa kau disana?"
"Ada keperluan."
"Keperluan apa sampai kau harus memasuki gudang?"
Eline memutar bola mata malas. "Kau mengikutiku?"
Brian tersedak salifa. Ah, sepertinya dia ketahuan.
"Bukanlah pertanyaan yang sulit tetapi kau tidak bisa menjawabnya ... " Eline memberi jeda. Dia mendengak menatap langit yang mulai menggelap dengan salju yang semakin banyak turun menetes membasahi kendaraan yang masih berlalu-lalang. "Biar aku simpulkan. Kau melihatku keluar dari gudang lalu ikut berlari di belakang, memberi jarak agar aku tidak mengetahuinya, bukan? Lalu, kau muncul di parkiran seolah-olah kita tidak sengaja bertemu dan mengajak pulang bersama. Benar begitu Mr. Brian?" Eline mengalihkan pandangan menatap Brian yang melongo. "Aku dapat membaca raut wajah seseorang. Berhati-hatilah mengekspresikan perasaanmu!"
Brian tersenyum kikuk. Baru saja mulutnya ingin membuka, suara Eline lebih dulu terdengar.
"Tidak usah dijawab! Aku sudah mengetahui jawabannya."
Brian tertawa sumbang. Tawanya mengalun begitu saja menyatu dengan suara penyanyi pria yang baru mulai bernyanyi. Lagu yang dibawakan penyanyi barat sudah selesai digantikan lagu yang dipopulerkan pria asal timur. "Sejak kapan kau memiliki kemampuan seperti paranormal?"
Eline mengangkat pundak acuh.
"Aku jadi takut bersitatap denganmu." Saat mengatakan itu Brian mengubah raut wajahnya. Dia membayangkan ekspresi para pemain film horor. "Bisa-bisa kau mengetahui betapa aku sangat menginginkanmu menjadi milikku."
Eline membuang wajah merasa mual. "Perkataan semacam itu sangat tidak cocok dengan wajah jelekmu."
Brian tak merasa tersinggung. "Ya sudah ... "
"Jangan membuatku ingin muntah." Eline memotong. Jika gadis selain Eline yang berada di posisi ini sudah dapat dipastikan gadis itu akan kejang-kejang dan dengan senang hati melemparkan tubuh telanjangnya kepada Brian. Tetapi ini Eline! Gadis cantik dengan berjuta pesona dan keistimewaan. Kalau Eline mau dia bisa membuat semua pria tampan di daratan Alaska bertekuk lutut padanya. Tetapi, sayangnya bukan itu yang Eline mau.
"Aku serius Eline Herzone Sang Putri Vampir Penguasa Batu Ametis."
Eline menoleh kembali, menatap Brian tak suka. Manik hitam miliknya berganti warna menjadi violet terang.
Herzone, marga yang dimiliki para keturunan kerajaan Geosentris. Kerajaan dimana asal Eline, kerajaan yang menyimpan banyak kenangan, kerajaan yang menjadi tempatnya lahir. Tetapi sejak memutuskan keluar dari dunianya, dia mengapus marga sialan itu! Marga yang selalu mengingatkan Eline pada kesakitan.
Brian terpukau dengan manik Sang Ametis. Baru kali ini dia benar-benar bisa menyaksikan pemilik manik violet dari dekat. Seribu tahun lalu Brian berhasil bersitatap dengan generasi sebelumnya, tetapi hanya sebentar sebelum orang itu pergi meninggalkan kabut ungu.
"Tahu apa kau tentangku dan bangsaku?"
Brian tersenyum hangat. Dia tak sama sekali terpengaruh dengan tekanan besar yang di keluarkan Eline. "Aku sudah mengamatimu sejak dua tahun lalu. Kau yang berbeda dengan gadis lain, kau yang selalu tahu dengan apa yang terjadi di sekelilingmu, kau yang bisa berpindah dengan cepat, dan kau memiliki manik yang bisa berubah-ubah. beberapa kali aku pernah melihat manik hitammu berubah violet saat kau sedang diliputi amarah. Memang tidak terlalu lama, tetapi aku dapat melihatnya dengan jelas."
Eline menggeretakan gigi-giginya. Bagaimana ceritanya dia bisa lengah? Hanya ada satu cara! Eline harus membunuh orang ini sebelum rahasia bangsanya terkuak.
Brian meringis menatap Eline yang mengepalkan tangan. Kuku-kuku indah itu menancap sempurna di buku-buku jari, tetapi tak ada darah sedikitpun yang terlihat. Bahkan gadis itu masih menampilkan ekspresi datar.
"Aku tidak menyukai orang lain yang bukan dari bangsaku mengetahui jati diriku!" Eline berkata dengan dingin. Aura agung yang keluar dari tubuhnya begitu terlihat menyeramkan sekaligus mempesona. "Tetapi untuk ukuran manusia kau terlalu jenius. Boleh kutebak? Kau bukan manusia, kau adalah seorang anak alpha dari pack yang disegani."
Brian menggeleng takjub. "Kau cukup pintar Ametis. Sepertinya ayahku akan senang jika memiliki menantu sepertimu."
**
Sudah direfisi! Koment jika masih ada typo atau kesalahan yang menyempil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...