"Sebenarnya aku belum siap. Apa lagi terlalu banyak hal yang membuatku takut. Tetapi apapun akan kulakukan untukmu" Reytasya Herzone.
****
"Mengapa kau mengajakku ke-kamarmu?" Reytasya bertanya sedikit merasa sebal. Memang ada hal penting yang ingin dibicarakannya, tetapi mengapa harus di rumah? Mereka masih bisa membicarakannya di tempat sepi lalu membuat prisai seperti biasa.
Eline melipat tangan. Dia berdiri tegak di hadapan sang kakak yang terduduk di kasur. Angin dari arah pintu balkon yang terbuka meniup rok kampusnya yang hanya sepaha. "Katakan apa yang kau ingin katakan!" Eline memiringkan kepalanya kesatu sisi. Dia siap mendengarkan perkataan sang kakak yang pasti tak penting.
Reytasya mendengus. Dia memilih merebahkan tubuh mengistirahatkan punggungnya yang pegal.
Eline memutar bola mata jengah menatap kebiasaan kakaknya. Apakah Reytasya tak menyadari pakaian yang digunakan sangat kurang bahan? Bukan hanya gaun atau baju tidur, seragam kampus Reytasya juga seperti orang yang tak mampu membeli bahan. Kalau Reytasya mau mereka bisa membeli pakaian beserta tokonya. Bahkan pelayan yang berkerja bisa dibeli, tetapi mengapa Reytasya masih saja memilih pakaian kurang bahan? Jika tak kurang bahan, pasti pakaian kesempitan.
"Bisakah kau tutup pangkal pahamu." Eline memperotes.
Reytasya tertawa geli. Dia menggeliat merenggangkan persendian. "Apa kau mulai tergoda denganku?" Reytasya bertanya dengan posisi tidur yang erotis, menggoda Eline yang bergidik ngeri.
Eline mengibaskan tangan melangkah mendekati kasur, meletakan bokong di sisi ranjang membelakangi Reytasya. "Apa yang kau ingin katakan?" Eline mendesak. Gadis itu menyilangkan kaki dengan tangan yang bertaut begitu anggun.
Reytasya muncul di depan cermin, duduk dengan anggun di kursi menghadap sang adik. "Apakah aku sudah terlihat anggun?" Dia mengangkat satu alisnya. "Sudah sepertimu?"
Eline menyunggingkan senyum mengejek. "Cepat katakan! Aku tidak memiliki banyak waktu." Dia tak membalas perkataan Reytasya. Tak perlu dijelaskan karena seluruh dunia sudah mengetahui jawabannya.
Manik hitam Reytasya mengerling dengan tangan kanannya yang bergerak menopang wajah. Dia memperhatikan dengan seksama wajah masam Eline. Mau dalam keadaan apapun adiknya memang sangat cantik, wajar jika semua makhluk tunduk dengan pesona Eline. Sepertinya ada atau tidak sang Ametis tak akan ada yang sanggup mengalahkan paras putri bungsu Herzone. Eline memang mirip dengan Afrodite, pahatan sang maha karya yang paling sempurna.
Bentuk mata yang bulat namun tajam, bibir padat yang ranum, hidung bangir, lekuk wajah sempurna, poster tubuh indah, dan, ah! Hampir saja Reytasya lupa. Rambut gadis itu juga ta kalah indah. Rambut Eline memang indah, bergelombang bak ombak yang sedang meradang, dan hitam sehitam arang. Sepertinya ada bagian tubuh gadis itu yang amat indah selain identitas sang Ametis. Bibir ranum Eline, rasanya semua putri bangsawan mengharapkan bibir itu. Bibir padat, mungil, dan ranum. Persis cerry di padang gurun, ditambah kehadiran sang Ametis. Sempurna bukan adiknya?
"Apa kau mulai jatuh cinta padaku?" Eline menatap Reytasya penuh curiga. "Pantas saja kau menggodaku seperti tadi."
Reytasya melotot. "Aku masih menginginkan para pria." Reytasya menggantungkan perkataannya dengan manik hitam yang menyorot jahil. "Tidak seperti kau yang tidak tertarik dengan pria." Dia mengejek,
Eline tertegun mendengar penuturan sang kakak. Tiba-tiba tanpa dipinta ingatannya jatuh pada pria rembulan yang bertemunya di taman. Siapakah pria itu? Mengapa tubuhnya merasa sangat nyaman? Eline menggeleng mengenyahkan berbagai macam pertanyaan yang bersarang. Hal itu bukanlah pertanyaan sulit tetapi ada yang lebih penting dari persoalan pria rambut bulan. Biarlah kuasa takdir yang menyibak segala tabir.. "Aku mengendus bau makhluk lain seperti kita."
Reytasya semakin melotot. Dia menggerakan jari kelingking untuk menusuk-nusuk telinganya.
Eline yang melihat itu bergidik geli. Reytasya sangat jorok! Apakah gadis yang sibuk menggali harta karun itu adalah kakaknya?
"Yang benar kau?" Reytasya bertanya memastikan. Tangannya bergerak mengambil tisu di atas meja rias.
Eline mengangguk yakin. "Kita kecolongan."
Reytasya mengelap kelingkingnya menggunakan tisu. Matanya masih menatap Eline, menuntut jawaban yang jelas.
"Sudah lama aku tidak memperhatikan keadaan kampus. Aku pikir tidak akan ada yang mengetahui keberadaan kita. Untuk keluar dari portal sangatlah sulit, hanya makhluk berkasta tinggi dengan kekuatan dasyat yang bisa keluar dengan keadan baik ...."
"Apa ini ada hubungannya dengan pria berjubah beberapa waktu lalu?"
Pertanyaan Reytasya membuat otak Eline berputar keras. Apa ini semua ada hubungannya dengan pria rambut bulan? Eline menghela nafas dan mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Reytasya. Dia belum bisa menyimpulkan yang lebih dari itu.
Reytasya dan Eline kompak menarik nafas. Mereka tahu mata-mata kali ini memiliki kekuatan yang tak bisa diremehkan.
"Aku tidak tahu apa tujuannya. Entah mencari bangsa fampir atau lainnya. Di kampus masih ada Brian dan Alex. Kita tidak boleh gegabah menyimpulkan! Bisa saja makhluk itu berniat baik."
Reytasya menghembuskan nafasnya kasar. "Apakah kau tidak dapat memastikan makhluk apa?"
Eline mengangkat pundak acuh. "Aku tidak yakin."
Reytasya mengerutkan alis. Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan dan membuat sarang, begitu sangat mengganggu dan menyebalkan. Pertanyaan yang belum diketahui jawabannya adalah sesuatu yang amat dihindari Reytasya, tetapi entah mengapa teka-teki selalu singgap di hidup gadis itu. Beratus-ratus tahun teka-teki yang begitu rumit belum terkuap, sekarang muncul teka-teki baru.
"Tetapi kita harus tetap tenang. Bergerak dalam hening bukanlah hal yang sulit." Eline memalingkan wajah. Matanya menatap awan yang mulai menggelap dari jendela kamar.
Reytasya semakin mengerutkan alis. Otak gadis itu sedang berpikir keras, menganalisa kejadian janggal sekecil apapun. Bagaimanapun caranya mereka harus tahu maksud makhluk-makhluk itu.
"Sepertinya kita terlalu melonggarkan kewaspadaan." Eline berucap yakin. Manik violet itu mengilat-ngilat seiring keyakinannya yang mengakar.
****
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...