Colored

2.5K 563 5
                                    


Sepasang netra cantik itu mengedar, memperhatikan sekitar. Hati berdenyut nyeri saat sepi menjadi pemandangan, rasa kecewa sedikit muncul. Hembusan nafas keluar secara perlahan dari bibir tipisnya.

“[Name].”

Menoleh kearah suara barusan yang memanggil namanya, “Camilla? Kenapa?”

Camilla, gadis berdarah Eropa itu berjalan kearah si netra merah sambil melepas celemek yang membalut pinggangnya, “Kata Nyonya bos hari ini kita pulang lebih awal.”

[Name] menurunkan kedua sudut bibirnya, gadis itu menunduk menatap kedua kakinya yang terbalut sepatu kets, “Karna tak ada satupun pelanggan yang datang hingga sekarang?”

Camilla tersenyum lalu menepuk pundak gadis lebih muda empat tahun darinya itu, [Name] melirik kearah pintu masuk yang terbuat dari kaca dengan ketebalan delapan sentimeter, melempar tatapan sinis, “Ini semua gara-gara restoran baru di dekat pertigaan itu kan!?” kesalnya.

“Tidak boleh begitu, [Name]..”

“Camilla! Kau tidak lihat?” [Name] menatap Camilla lekat, “Mereka jelas sekali menjiplak kita! Menu, suasana, bahkan interior yang digunakan di dalam restoran itu!”

[Name] mendesah kesal, menyugar surainya kebelakang lalu menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak, “Aku kasihan pada Nyonya bos..”

Camilla menyedekapkan kedua tangannya di depan dada, wanita itu mengangguk, “Aku tahu sekali perjuangan kerasnya hingga bisa mendirikan restoran ini hingga seperti sekarang.”

“Dan dijiplak begitu saja oleh keparat-keparat itu..” [Name] jika sudah kesal sekali akan mengeluarkan umpatan.

“Bisa tidak sih kulaporkan masalah ini pada polisi-?!”

“Kalian belum pulang?”

Camilla dan [Name] menoleh kaget kearah suara serak barusan, keduanya sontak membungkuk hormat, “Nyonya bos!”

Wanita paruh baya dengan coat berwarna coklat membalut tubuh rampingnya itu menatap karyawannya dengan sorot sendu, “Kenapa belum pulang?”

[Name] menggaruk tengkuknya kikuk, ia tersenyum tak tahu harus menjawab apa, takut ucapannya menyinggung atasannya yang terlihat sedang sensitif saat ini.

“Ini kami mau pulang.. ya kan [Name]?” Camilla menyenggol bahu gadis di sampingnya, [Name] mengangguk.

“Ah..begitu? Jangan lupa kunci pintunya ya! Saya pulang duluan! Sampai jumpa besok anak-anak!”

“Hati-hati di jalan, Nyonya bos!”

“Tentu!”

[Name] dan Camilla saling pandang, keduanya kembali angkat bicara saat wanita paruh baya barusan telah keluar dari dalam restoran.

“Lihat? Matanya sembab..” ucap [Name] pelan.

“Yeah, i see.”

•••

Suara langkah kaki pelan terdengar. Seorang pemuda dengan tinggi lebih dari seratus delapan puluh sentimeter melangkah santai di atas trotoar jalan sambil memasang raut datar di wajahnya. Kedua tangannya masuk kedalam saku celana, mengepal erat.

Membelokkan langkahnya ke kiri, memasuki sebuah gang sempit. Asap rokok tercium membuatnya menahan nafas beberapa kali.

“Eh? Siapa tuh?”

“Wow! Siapa dia? Berani sekali masuk ke dalam sini.”

“Oi! Pirang!”

“Sial! Sok tidak dengar tuh bocah!”

“Mata empat!”

“Keparat! Woi!”

“Berani sekali..”

Tak mengiadahkan suara-suara mengganggu tersebut, wajahnya tersirat raut risih, ia terus melanjutkan langkah kakinya masuk hingga sampai di tembok paling ujung gang.

Tep!

“Di mana Jae Yoong?” maniknya menyorot tajam seorang pemuda dengan tinggi lebih darinya, sedikit mendongak untuk menatap wajahnya.

“Siapa kau nyari-nyari bos kami?” tersenyum remeh lalu menelisik penampilannya dari atas sampai bawah, “Wah! Orang kaya ternyata~!”

“Panggil Jae Yoong ke sini, cepat! Aku tak punya banyak waktu.”

Melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, tepat pukul dua belas.

“Ha? Kau pikir kau sia-?”

TAP!

TAP!

TAP!

TAP!

“KAK JUNG GOO!”

Seorang pemuda bertubuh gagah muncul dari ujung gang, datang dengan lari tergopoh-gopoh, keringat mengalir di pelipis hingga dagunya, “M-maaf saya-”

Kim Jung Goo, maniknya menyipit tajam lalu mendesis kesal, “Mana?” tangannya menyodor kearah pemuda itu, seolah meminta sesuatu.

“I-iya, ini-!”

Sebuah kotak kardus berukuran tiga puluh kali lima belas sentimeter diserahkan pada psikopat pirang itu, bubblewrap tiga lapis membalut bagian luarnya, “Awas kalau palsu..!” tekannya lalu pergi begitu saja setelah mendapatkan barang di tangannya.

Jae Yoong, pemuda dengan wajah khas orang Jepang itu menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, “Hampir saja..” menatap punggung Jung Goo yang kian menjauh dan hilang begitu saja di balik tembok.

“Kak, kau kenal dengan orang itu?” seorang laki-laki bertubuh gempal mendekati Jae Yoong dengan raut bingung.

“Kalian!” Jae Yoong melempar tatapan peringatan kesekitar, tepatnya kepada para anggota bawahannya, “Tundukkan pandangan kalian jika bertemu dia!”

“Kenap-”

“Turuti saja!”

•••

Srek!

Srek!

Srek!

“Kau beli action figure lagi?”

Goo melirik ke samping, tepatnya kearah partner kerjanya yang bertanya barusan, tak menjawab, ia hanya melirik. Tangannya terulur kembali lanjut membuka sebuah kotak kardus di pangkuannya dengan perlahan.

Tep!

“Eh? Itu-”

Goo tersenyum, ia mengeluarkan sebuah pigura foto dari dalam kardus tersebut dengan hati-hati, “Yes! Berwarna!” memandangnya dengan hati berbunga-bunga.

“Siapa itu?”

“Kepo~!”

Be Mine! [Jung Goo X Reader]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt