3

1K 235 18
                                    

"Kan aku sudah pernah bilang Bi, cukup melayani pesanan nasi kotak saja, atau pesanan lainnya selain prasmanan, oma itu sudah tua. Lihat, kalau sudah begini jadi repot sendiri kan?"

Bi Tatik hanya diam, tak dapat membantah karena memang ia salah, meskipun bukan salahnya sepenuhnya. Tapi Krisan-Bosnya yang menerima pesanan katering prasmanan satu minggu yang lalu. Pesanannya tidak dalam jumlah porsi yang banyak, makanya mereka menerimanya dengan senang hati. Selain itu Krisan memang sejak lama ingin berinovasi dengan menerima pesanan prasmanan agar usaha kateringnya lebih maju dan banyak dikenal, yang justru ditolak mentah-mentah oleh cucu satu-satunya, Anyelir.

"Jaylani mana, Bi?" Anye menanyakan keberadaan putra dari bi Tatik itu seraya berkacak pinggang.

"Lagi ke pasar teh Anye, ambil ayam potong untuk masak besok," jawab Bi Tatik dengan logat sundanya.

"Tolong hubungi pelanggan yang pesan prasmanan ini Bi, bilang batal saja! nanti saya kembalikan uangnya yang sudah masuk."

"Aduh teh, mana bisa atuh. Satu jam lagi acara di rumah singgah sudah mulai. Masa, kita batalkan sekarang, apa kata pembelinya nanti?" tolak Bi Tatik.

"Masakannya juga sudah jadi semua, kalau batal mau kita buang? mubazir atuh teh Anye."

Anye menghela nafas lelah. Belum hilang rasa khawatirnya memikirkan Oma yang vertigonya baru saja kambuh, sekarang ia harus memutar otak bagaimana nasib pesanan pelanggan katering Oma yang banyak belum diantar, ditambah lagi ada pesanan prasmanan yang dari dulu Anye hindari karena merepotkan.

"Gini aja teh, pesanan nasi kotak biar Jay yang antar nanti setelah datang dari pasar. Kita urus pesanan prasmanan ini, karena acaranya satu jam lagi teh. Kan tadi teteh dengar sendiri, Oma wanti-wanti soal pesanan yang ini." Bi Tatik memberi saran.

"Karena untuk acara di rumah singgah, coba teh Anye bayangkan gimana kalau acaranya berantakan gara-gara konsumsinya nggak datang? coba teh Anye pikirkan gimana perasaan anak-anak di sana kalau---"

"Iya, oke!" Anye pun menyerah. "Biar Anye yang urus pesanan ini."

"Jaylani bisa bawa pesanan nasi kotak pakai motor?" tanya Anye.

"Bisa kok teh, tempatnya nggak jauh, itu pesanan pak RW." jawab Bi Tatik.

Kini mereka mulai mengangkut hasil masakan pesanan ke mobil van putih yang memang digunakan untuk operasional katering. Mobil yang dibeli Anye dari hasil menjual mobil yang diberikan sang Ibu untuknya. Salah satu dari sekian penolakan Anye atas semua pemberian Ibunya

Bi Tatik baru saja akan naik ke dalam mobil, namun Anye menahannya naik dan segera menutup pintu mobil itu. "Bibi duduk depan teh?" Tanya Bi Tatik.

"Iya di depan, ---depan Oma." jawab Anye. "Bibi nggak usah ikut, tolong jaga Oma buat Anye ya, Bi. Sekalian bantu Jay nanti buat angkut nasi pesanan nasi kotak ke motor. Biar urusan prasmanan Anye yang tangani."

"Teh Anye yakin bisa?"

"Bisa dong," jawab Anye. "Cuma antar kan, nanti pelanggan yang pesan yang akan atur di sana, tadi Oma bilang begitu."

Bi Tatik terlihat bingung, tapi tak membantah perkataan Anye.

"Anye berangkat ya Bi." Pamit Anye setengah berteriak saat ia mulai duduk di depan kemudi dan menyalakan mesin mobil.

***

"Serius Yas, kamu nggak perlu bantuan aku?"

Laras mengangguk yakin. "Iya Mas Dygta." Jawabnya seraya mencubit gemas pipi Dygta.

Carnation & Cactus | TAMAT (Tersedia Cetak & Ebook)Where stories live. Discover now