6

867 208 19
                                    


"Untuk staf hrd site yang baru, bisa aktif bekerja lusa pak. Proses training dibantu oleh Pak Galih dan staff hrd site sebelumnya yang masih aktif bekerja hingga satu Minggu ke depan."

Pak Kresna yang mendengarkan laporan pekerjaan mingguan Anye dengan seksama itu, mengangguk mengerti.

"Untuk staf warehouse site, saya masih melakukan screening cv Pak."

"Lama sekali Anyelir. Sudah satu Minggu, masih belum selesai? Kamu tau, hal ini dapat mengganggu operasional di site? Kenapa kamu tidak bisa bekerja lebih cepat?"

"Kandidat sebelumnya tidak memiliki pengalaman yang cukup, yang berkaitan dengan jobdesk staf warehouse pak," jawab Anye lalu wajah pelamar menyebalkan bernama Dygta itu terlintas di kepalanya. "Dalam waktu satu Minggu ke depan, saya pastikan akan saya selesaikan Pak," lanjut Anye.

"Anyelir, kamu bahkan tahu, posisi tersebut boleh saja diisi oleh lulusan baru. Tidak akan selesai jika kamu terus memakai standar tinggi versi kamu saat merekrut. Kamu tahu situasi sedang urgent, tapi kamu bekerja begitu santai sesuka hati kamu."

Pak Kresna mengenal Anye sebagai salah satu bawahannya yang kritis dalam bekerja. Anye selalu penuh pertimbangan dan memiliki standar yang tinggi saat merekrut pegawai baru. Yang kadang menjadi negatif kala situasi sedang urgent seperti ini. Sedang, Anye menilai Pak Kresna sebagai atasan yang kelewat santai namun sering menekan bawahannya untuk bekerja keras.

"Baik Pak. Akan saya selesaikan segera," ucap Anye akhirnya.

***

"Apa katanya Nye?" Oci menyambut Anye yang baru keluar dari ruangan Pak Kresna.

Siang tadi Pak Kresna menghampiri Anye di kubikelnya, meminta Anye untuk ke ruangannya sore ini sebelum pulang. Dan kini Anye baru keluar dari ruangan Pak Kresna dengan raut wajah kusut tak sedap di pandang.

"Perekrutan staf warehouse site dia ambil alih," jawab anye sebal, seraya melipat tangannya di depan dada. Ia merasa harga dirinya di injak-injak, seolah ia tidak bisa bekerja dengan baik.

"Sumpah ya, Pak Kresna itu kenapa sih sama gue? Serba salah gue di mata dia," keluh Anye.

Oci melirik Galih yang setia mendengarkan keluhan Anye. Pria itu memang ikut menunggu Anye dan Oci untuk pulang bersama. Rencananya mereka akan malam bersama dulu sebelum pulang.

"Nggak usah over thinking gitu lah. Ambil positifnya aja, beban pekerjaan lo berkurang satu. Iya nggak?" tanya Oci. "Lagian ada site baru mau buka kan di Jakarta Selatan, lo bisa fokus sama perekrutan disana."

"Iya nggak Lih?" Tanya Oci pada Galih juga.

Galih mengangguk, diikuti senyum tipis yang ia tujukan pada Anye. Senyum yang membuat rasa kesal Anye sedikit berkurang.

"Jadi traktir kita kan Malih--eh Galih."

Anye kali ini mau tak mau tersenyum, temannya yang satu itu memang agak tidak tahu diri. Sudah mau ditraktir masih saja meledek Galih.

"Wah, ada yang mau makan-makan? Asik nih!" Seru Pak Kresna yang entah sejak kapan berada di belakang mereka.

"Iya Pak," jawab Galih seraya tersenyum sopan.

"Pak Kres mau gabung sama kita?" tawar Oci seraya melangkah memasuki pintu lift yang terbuka.

Anye langsung menatap Oci dengan sengit, Oci sendiri hanya cengengesan tak jelas, Galih yang mau mentraktir tapi dia yang menawari Pak Kresna untuk ikut bergabung bersama mereka.

Carnation & Cactus | TAMAT (Tersedia Cetak & Ebook)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora