23. Gula Merah

1.1K 244 3
                                    

[JANGAN LUPA BINTANGNYA, Teman]

"Drizella!"

Bahu Drizella digoyangkan begitu keras, sampai-sampai yang berlumuran keringat di atas tempat tidurnya jadi terbangun. Kelopak matanya terbuka, menampilkan iris hitam kelewat sinis teruntuk Anastasia yang menatapnya penuh kekhawatiran.

"Apa?"

"Aku membuatkan air jahe untukmu, minumlah mumpung masih hangat!"

Tubuhnya terduduk usai pucuk kepalanya terantuk kepala ranjang. Drizella meringis, menyenderi tembok dan menerima segelas air hangat dari tangan Anastasia. Dia meminumnya seteguk demi seteguk, merasakan manis dan pedas menghampiri lidah serta kerongkongan.

"Kau menambahkan gula?"

"Yup! Gula merah!" Anastasia mengangguk, lalu mengusap keringat yang mengitari seluruh wajah kakaknya dengan handuk basah. "Sepertinya kau masih tidak ingat apa yang terjadi," gumamnya.

"Apa yang terjadi?"

"Kau pingsan saat di gerbang istana! Dan Pangeran Allen menggendongmu seperti orang kesetanan, tahu?!"

"Apa?"

"Dia berteriak di mana letak kamarmu, tapi karena tidak ada pelayan yang mengenalmu, dia berniat membawamu ke kamarnya! Uwah, seram sekali kalau saja Lily tidak segera mendatanginya saat itu!"

Drizella menatap kamar yang di tempatinya dengan linglung, itu asing. "Aku di mana?"

"Ini kamarku dan Lily. Kami tidak tahu kamarmu ada di mana, jadi dibawa ke sini saja."

Sekali lagi Drizella meneguk air jahe buatan Anastasia yang terasa nikmat, yang lekas menghangatkan perutnya seketika. Gadis itu berterima kasih, lantas segera menanyakan bagaimana cara Anastasia menjalani jadwal menstruasinya.

"Aku pakai tampon! Kau tahu? Yang ditusuk ke lubangmu itu agar darahnya menyerap!"

Mendengar ucapan Anastasia yang vulgar dan tidak disensor sedikit pun, Drizella menutup mulut adiknya dengan lemparan handuk basah. Ah, kepalanya yang sudah mendingan kembali dibuat berdenyut oleh kegilaan Anastasia. Dia harap dapat menyelesaikan urusan datang bulan secepatnya lalu meminta maaf pada Allen karena sudah merepotkan pangeran tersebut. Tapi sebelum itu, Drizella menolak untuk menggunakan tampon.

"Itu mengerikan. Tolong berikan aku kain tidak terpakai atau perban saja."

Anastasia memiringkan kepalanya setelah melempar balik handuk basah ke wajah Drizella. "Perban?"

"Iya, setidaknya itu sedikit mirip dengan pembalut plastik kita."

Anastasia meletakkan kepalan tangannya pada telapak tangan yang terbuka. "Otakmu cepat sekali bekerja kalau sudah menyangkut dirimu sendiri, ya?!" ujarnya, entah pujian ataukah sindiran.

Namun Drizella menyetujuinya dengan mudah. "Akan lebih aneh kalau ada orang yang suka menyusahkan dirinya sendiri."

Dia menatap jendela yang membelakangi matahari. Lantas mengembuskan napas sebal. Ruangan yang tak menyenangkan, pikirnya. Drizella lantas mencari keberadaan jam, dan tak menemukan satu pun di sana.

"Kamar paling tak berguna yang pernah kujumpai," lirihnya lemah.

"Hei! Aku dengar itu!" Anastasia mengepalkan tangannya, kemudian memberitahu waktu sebenarnya setelah keluar kamar dan menanyakannya pada penjaga. "Katanya jam setengah tiga!"

"Sudah menyentuh sore?" balas Drizella sembari berdiri dari ranjang. Dia menatap seragam yang tidak diganti sejak pagi hari lalu meminta adiknya meminjamkan pakaian dan kain tidak terpakai untuk sementara dirinya menyembunyikan diri di kamar Anastasia dan Lily hingga malam yang sepi tiba.

"Ewh! Sepraiku jadi bau!"

"Nanti kucucikan, untuk sementara kau tidur saja di lantai."

"Mana bisa begitu?!"

"Kalau begitu lapisi saja kasurmu dengan selimut," Drizella mulai membongkar koper kayu milik Anastasia, "pinjamlah pada temanmu. Kau punya teman 'kan?" tanyanya.

"Tentu saja! Kau pikir Lily siapaku?!"

"Lily adalah teman barumu yang berasal dari kehadiranku yang penuh makna."

Kesal mendengar penuturan yang ada benarnya itu, Anastasia menggoyangkan bahu Drizella ke depan dan ke belakang. "Kau dan mulut menyebalkanmu!"

Drizella menoleh, tersenyum begitu manis yang mana semakin menambah kejengkelan dalam diri Anastasia. "Terima kasih. Sekarang carikan aku perban sebelum malam tiba."

***

Malam sepi yang Drizella tunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah muak mendengarkan seluruh gosip panas dari mulut Anastasia dan Lily mengenai kejadian Allen yang menggendongnya ala tuan putri dari gerbang istana menuju kamar asrama pelayan bagian barat, Drizella berhasil lepas dari jeratan ocehan gadis-gadis penuh otak romansa itu. Tapi ternyata gosip tak hanya berasal dari istana, melainkan juga dari ibu kota yang membicarakan seorang itik buruk rupa di antara tiga orang pangeran tampan.

"Itu menggelikan ...," gumamnya sambil membawa banyak kain kotor dalam pelukan.

Tujuan Drizella sekarang ialah kamar mandi umum di bagian timur agar lebih dekat dengan lokasi asramanya. Gadis itu tak mau repot bolak-balik dan berakhir bertemu beberapa orang. Tentunya dia akan mengurung diri di kamar sampai pesta dansa nanti.

Atau haruskah dia melewatkan pesta tersebut? Biar bagaimanapun Hailyn memiliki sebuah rencana untuknya yang melibatkan Adrian. Tetapi jika dia tidak berhadir hatinya menjadi sakit, seakan-akan sebagian harga dirinya tidak terima dan merasa kalah dari tuan putri bodoh tersebut.

Daripada itu, dia lupa menceritakan alur sepatu kaca pada Anastasia yang pasti tak bakal terlaksana dan juga lupa membalas surat dari Cinderella, padahal niatnya bertamu ke toko Adrian sekalian meminta bantuan kekasihnya dalam menyelesaikan masalah antara dirinya dan kepala pelayan, tetapi ada tamu menyebalkan di sana.

Dan setiap mengingat wajah Duke Vermillion yang seksi dengan janggut dan kumis, membuatnya sebal seketika.

"Apa yang aku pikirkan?"

Drizella menggelengkan kepalanya cepat, fokus melewati koridor yang tidak sepi amat. Masih ada beberapa pekerja aktif, untungnya kebanyakan dari mereka adalah laki-laki yang ketika melihatnya hanya menyapa dengan sopan tanpa berbisik atau memberikan tatapan sinis.

"Nona Tremaine? Malam ini Anda datang dari gedung barat?"

Drizella menyipitkan mata, menatap kehadiran seorang pemuda yang berdiri jauh di depannya.

"Kiki!" pekiknya tanpa sadar, lekas berjalan mendatangi penjaga laki-laki tersebut. "Tumben sekali Anda tidak tidur?"

"Saya memang tidak pernah tidur!" balas Kiki, gemas selalu difitnah. "Daripada itu, saya sudah dengar, lho? Gosip bahwa Anda menjalin hubungan gelap dengan Pangeran Allen!"

"Apa?" Drizella membelalak, menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Saya baru dengar gosip yang itu! Bagaimana bisa Anda berani membicarakan sesuatu yang sudah pasti salah! Nanti lidah Anda dipotong atas tuduhan tak berdasar!"

"Gawat!" Kiki menutup mulutnya, mengajak Drizella melanjutkan jalan menuju tempat jaganya. "Tadi Pangeran Kite mendatangi saya dan menanyakan apakah Anda bangun malam lagi? Tapi saya bilang tak melihat Anda sejak jadwal jaga saya."

"Kenapa beliau mencari saya?"

"Beliau hanya bertanya, tidak mungkin mencari Anda!"

"Kenapa Anda berteriak seolah-olah tidak terima kalau beliau mencari saya?!"

Drizella dan Kiki saling menyundulkan kepala mereka, tidak mau kalah sebelum keduanya mengembuskan napas dari hidung secara bersamaan.

"Omong-omong, apakah Anda hendak mencuci malam-malam begini?" Kiki menjauhkan kepalanya, menatap tumpukan kain dalam dekapan Drizella. "Bau," cibirnya.

"Jangan banyak komentar padahal kita baru saling mengenal," balas Drizella, semakin menyembunyikan bau yang dikomentari Kiki berasal. Dia kemudian menatap pintu asrama, terkejut saat menemukan seseorang menyenderi pintunya.

"Apa sedari tadi Pangeran Kite ada di sana?" []

17/1/22, Sanskara Drew.

Cinderella's Stepsister [√]Where stories live. Discover now