54. Terlalu Intim

1.2K 219 18
                                    

Ini adalah hujan pertama setelah musim panas yang panjang. Gilbert tidak bisa tidur, sementara Drizella sudah terlelap di kasur.

Jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Gilbert memandang kelambu di atasnya dengan kosong. Arah matanya terkadang menuju jendela, buruknya ke tubuh di sampingnya.

Selanjutnya Gilbert menopang kepala ke kiri, menatap rambut Drizella yang berada di bantalnya. Dia pun mengambil helaiannya untuk diikat acak-acakan sebelum dilepaskan setengah jalan.

Pernahkah dia seintim ini saat bersama perempuan? Tidak. Gilbert terlalu malas berurusan dengan mereka kalau memang tidak dibutuhkan. Tetapi dia pernah bertunangan sekali, meski berakhir putus karena keluarga tunangannya ternyata bermasalah.

Pun Gilbert meletakkan tangannya di atas pinggang ramping Drizella, kemudian mengambil jemari kurus gadis tersebut untuk disentuhnya.

Gilbert mengintip wajah Drizella yang masih terlelap dengan mulut terbuka. Tangannya kemudian beralih menuju mulut tersebut, lalu mendorong dagunya untuk ditutup.

Namun baru sebentar tangannya menjauh, kedua belah bibir itu kembali membuka. Tak mau kalah (oleh hal-hal tidak penting), Gilbert berusaha menutupnya lagi, tetapi Drizella malah terbangun dengan kerutan di kening dan berakhir menggigit jarinya cukup bertenaga.

Ekspresi wajah gadis itu sangat gelap dan dipenuhi teror, seolah-olah bakal mengamuk karena tidurnya diganggu.

Gilbert menelan ludah, terkekeh demi menenangkan perasaan takutnya sendiri.

"Wah, wah, badut kita sudah bangun?" tanyanya, yang mana semakin menambah garis kerutan di kening Drizella.

Drizella menggigit jari telunjuk Gilbert lebih keras, kemudian menoleh ke belakang demi mendapati senyuman paksa yang dipasang kekasih sementaranya.

"Sepertinya Anda tipe orang yang suka marah-marah saat bangun tidur."

"Memang," sahut Drizella sembari melepaskan gigitan, "hal yang sulit dihilangkan," jelasnya.

Gadis itu mendudukkan diri, memperhatikan seluruh isi ruangan hingga terhenti pada jendela. Hujan masih turun, meski begitu matahari juga sudah muncul. Drizella pun menatap jam lemari, lantas mendesah sebal menyadari bahwa sebentar lagi waktu kerjanya bersama Hailyn harus dimulai. Meski Hailyn sering bangun terlambat, setidaknya dia sebagai dayang memang sudah harus siap sedia sejak jam bekerja ditetapkan.

Dan entah tahu darimana, Gilbert dapat memahami ekspresi kusut Drizella.

"Tunggu dia menjemput Anda kemari saja, biar sekalian menyebarkan gosip kita."

Drizella diam, memegangi bagian rambutnya yang menggumpal. Tidak tahu kalau rambutnya sempat dimainkan Gilbert.

"Saya ingin ke kamar mandi."

"Silakan."

"Di mana?"

"Di luar ada banyak, haha."

Gilbert dengar Drizella mendengkus. Ekspresinya menggambarkan kalau gadis tersebut benar-benar kesal telah menghabiskan waktu berduaan dengannya.

"Pintu yang itu," tunjuk Gilbert, sesudahnya membaringkan kepala di atas bantal. "Pemarah," bisiknya pelan.

Untungnya Drizella sudah mengurung diri di kamar mandi. Gilbert memejamkan matanya, mendengarkan air dan umpatan yang bersahut-sahutan. Ada yang dilupakannya, yakni memperingati Drizella bahwa keran airnya telah dia putar arahnya. Menjadi ke atas.

BLAM!

Pintu kamar mandi pun dibanting. Drizella pelakunya. Gaun tidur gadis itu basah, wajahnya juga dipenuhi air yang menetes ke lantai.

Cinderella's Stepsister [√]Where stories live. Discover now