42. Perempuan dan Ancaman

1K 249 17
                                    

"Lady Drizella Tremaine, maaf mengganggu waktu Anda. Di sini, saya ingin menyatakan bahwa hubungan kita berdua harus diakhiri."

Tubuh Drizella membeku. Suara mulut dari orang-orang yang terkejut membuatnya semakin pilu. Gadis itu mendongak, menatap mata Adrian yang penuh penyesalan sedang tertuju padanya, tanpa ditutup-tutupi seperti biasanya.

Lalu kikikan Hailyn yang terdengar di sebelah Adrian lekas menyadarkan Drizella dari keterpurukan. Sang Tuan Putri pasti memberikan ancaman pada Adrian, hingga kekasihnya yang terbiasa memasang wajah tanpa ekspresi menjadi terlihat tertekan.

Drizella sekali lagi menatap pupil kecokelatan Adrian, berusaha memberikan senyuman menenangkan buat dirinya maupun pemuda yang sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya.

"Begitukah?"

Biasanya itulah kata yang Adrian berikan untuk Drizella ketika sedang mempertanyakan celotehan darinya.

"Aaah, baiklah! Sayang sekali! Sepertinya Anda betah sekali menjadi rakyat biasa selamanya, ya?!"

Hati orang-orang mulai berdetak kembali setelah mendengar omongan penuh makna tersirat dari Drizella. Semuanya terlihat menutup mulut masing-masing, masih kebingungan karena rasa syok, atas bibir merah muda yang berucap tajam itu ditujukan pada Hailyn Vonthir ketimbang Adrian Green. Tetapi mereka tidak berada dipihak mana pun. Karena orang-orang memang suka menikmati hiburan, bukan?

Biar bagaimanapun juga, Tuan Putri Hailyn adalah penjahat yang kekanak-kanakan. Dan biar bagaimanapun juga, Adrian Green bukan seorang bangsawan.

Hailyn menghentikan kikikannya, berganti jadi rasa heran disebabkan oleh udara disekitarnya seolah mencekik dan berusaha menenggelamkannya.

Aku seorang putri! Mengapa kalian terlihat berada di pihak Drizella?!

Hailyn tidak mengerti. Pada akhirnya, dia berusaha menarik Adrian untuk diantar kembali ke kursi miliknya di samping kursi saudaranya yang masih kosong. Matanya melirik Drizella yang tidak berekspresi, sama seperti Adrian Green di belakangnya.

Mengingat lelaki ini membuat darahnya mendidih! Pertama, Hailyn 'Sang Tuan Putri' ditolak. Kedua, Hailyn 'Sang Tuan Putri' ditolak. Ketiga, Hailyn 'Sang Tuan Putri' dipermalukan. Dan ... apa maksud Drizella yang dengan sengaja memberikan persetujuan untuk putus dengan suara dikeraskan seperti itu?

Apanya?! Yang rakyat biasa selama ... nya ...?!

Hailyn melirik keberadaan Adrian Green di sampingnya. Ketika dia mendongak demi melihat ekspresi datar lelaki itu, Hailyn jadi bertanya-tanya. Padahal orang ini biasa saja, pikirnya. Adrian bahkan tak memberikan perlakuan manis untuknya seperti pada Drizella beberapa minggu yang lalu, yang disaksikannya di alun-alun dan sepanjang jalur ibu kota.

Kembali pada topik penolakan, awalnya Hailyn tidak memberikan ancaman apa-apa dan hanya meminta Adrian untuk memutuskan Drizella di depan umum, yang berakhir ditolak secara tegas. Kedua, Hailyn pun mengancam bakal mempersulit pekerjaan Drizella selama bekerja di bawahnya, sayangnya Adrian tetap menolak dan malah memberikan dengusan tidak tertarik. Ketiga, permintaannya memang diterima dengan tatapan sengit dengan ancaman lain.

Namun entah mengapa ... dirinya berakhir tertolak lagi, tidak hanya oleh Adrian, melainkan dari para tamu undangan. Padahal Hailyn sudah susah payah memberikan ancaman bakal menyakiti Anastasia, adik yang terlihat sangat dilindungi oleh Drizella dari Kepala Pelayan ketika dirinya tak sengaja menyaksikan perkelahian mereka yang lalu.

Tapi mengapa aku masih merasa kalah?!

Hailyn menggesekkan giginya marah. "Berbaurlah bersama yang lain!" titahnya, pada pengusaha yang selalu memakai kacamata monokel tersebut.

Adrian yang sedang memperhatikan bangsawan di bawahnya pun lekas membungkuk. Tanpa berucap apa-apa, dia memang hendak sekali kabur dari sisi Hailyn. Dia yang sedang menuruni tangga sontak mendapat tatapan tajam oleh para bangsawan. Tujuannya adalah mencari balkon kosong, tetapi nihil, hingga pada akhirnya Adrian berakhir keluar aula.

Drizella menyaksikan tindak-tanduk mantan kekasihnya yang terlihat canggung. Rasanya lucu, melihat Adrian yang selalu berekspresi datar dan profesional menjadi tegang dan setidaknyaman itu di hadapan para bangsawan. Yang lebih lucunya lagi, entah kebetulan atau memang ditakdirkan, warna baju kami sama!

Hijau tua yang disebut Anastasia sebagai selera nenek-nenek adalah pembawa keberuntungan baginya! Yah, meskipun ada banyak orang yang juga mengenakan warna hijau tua di sini, termasuk pangeran Gilbert yang sedang berbincang bersama bangsawan lain di depan sana. Drizella meminum anggurnya dengan pahit, menyembunyikan senyuman masamnya dari para gadis dan wanita bangsawan yang terus memberikan kalimat berduka cita pada dirinya yang sudah putus dari Adrian, atau buruknya mengatai mantan kekasihnya sebagai lelaki tidak tahu diri.

Pupil hitam Drizella lantas melirik ke pojok kanan, menatap Julia Vermillion yang juga berbincang dengan orang lain. Hingga selanjutnya mata mereka dipertemukan, membuat keduanya sama-sama terkejut dan lekas membuang muka.

Kenapa kami terlihat seperti remaja yang sedang malu-malu tapi suka?

Drizella mendesah, meletakkan gelasnya sebelum izin pergi dari celotehan orang-orang di sekitarnya menuju balkon yang kosong. Allen masih belum kembali, pemuda itu terpaksa bergabung perbincangan para bangsawan meskipun berakhir ogah-ogahan.

Drizella menopang dagu di pagar pembatas, menatap rumput di tanah yang seolah berwarna hitam akibat tak mendapat penerangan. Kemudian terdengar suara gesekan dari bawah di mana tempatnya berdiri, lantas pohon di depannya seolah meletus, seperti ditembak oleh sebuah kerikil besar.

"Siapa di sana?" tanyanya, pelan dan hati-hati. Drizella berjongkok, menyipitkan matanya demi menajamkan penglihatan ke pohon yang tiba-tiba menghasilkan bunyi.

Namun suara yang tak disangkanya malah menyahut dari bawah, Drizella terduduk saking terkejutnya.

"Ini aku, Adrian."

Drizella memegangi dadanya, menahan jantungnya yang sebenarnya mustahil melompat keluar. "Kau menakutiku ...," desisnya.

Adrian pun terkekeh ramah. Dia yang sedang bersembunyi di bawah balkon dari orang-orang malah berakhir dipertemukan dengan sang mantan kekasih. "Maaf menakutimu. Aku mencium parfummu, tapi takut salah orang."

Lelaki itu berjalan mendatangi bayangan Drizella, membalikkan badannya dan mendongakkan kepala. "Bagaimana kabar Anda, Lady?" tanya Adrian, berusaha merapikan kembali kravat putih di leher.

Drizella mengembuskan napas, menatap Adrian di antara sisi kosong pagar balkon yang terbuat dari beton. Entah dia yang terlihat seperti terkurung dalam penjara atau sebenarnya Adrian yang seperti tahanan, Drizella berusaha menyentuh rahang tajam milik lelaki tersebut.

Namun Adrian menolak dengan memilih mengecup punggung tangannya. Drizella pun diam saja, mencoba menerka isi kepala Adrian yang selalu menolak untuk ditebak.

"Aku sudah mendengarnya dari Richie—"

"Lepaskan."

Drizella mencoba menarik kembali tangannya, tetapi Adrian tak berniat melepaskan dirinya yang mencoba kabur dari perbincangan yang harus mereka mulai.

"Richie dan Anastasia sudah melakukan hal yang benar."

"Menurutku tidak."

"Drizella, aku tahu kau kasihan. Aku tahu, kau mungkin terbayang-bayang wajah wanita tua yang meminta tolong itu, tapi bisakah kau serahkan semuanya padaku?"

"Bukankah kau sudah gagal?"

"Aku mencobanya kembali demi dirimu. Jadi hentikan rencana mentahmu dan bergantunglah lagi padaku."

Drizella meneguk ludahnya, menatap ekspresi serius yang Adrian pasang. Kemudian bibir lelaki itu terbuka untuk kesekian kalinya, seolah memberinya perintah.

"Kau harus mengandalkanku."

"Kenapa?"

"Karena kau perempuan." []

3/2/22, Sanskara Drew.

Cinderella's Stepsister [√]Where stories live. Discover now