64. Perkara Hati

780 184 10
                                    

Semenjak kabar mengenai hubungan di antara Gilbert dan Drizella hadir ke permukaan, Kite setengah mati menahan malu serta marah di dalam hatinya. Kite merasa hina karena kalah dari Gilbert, dan merasa berang karena Drizella lebih memilih orang lain ketimbang dirinya.

"Memang apa yang kurang dariku?"

Pertanyaan itu menyentak Kiki yang terduduk di kursi. Kedua tangan dan kaki penjaga tersebut diikat di lengan kursi. Dia sudah memohon untuk dibiarkan pergi, tetapi Kite seolah tak mendengarnya.

"Nah, kau dekat dengan Drizella, bukan? Sejak kapan dia mengenal Gilbert?"

"Saya sungguh tidak tahu, Pangeran!"

"Jangan berbohong!"

Kite memukul kepala Kiki kuat. Kemudian dia menatap Jody yang berdiri di kejauhan, menyuruhnya untuk mendekat.

"Pisahkan kelingkingnya."

Kiki memucat, apalagi saat melihat Jody mengambil belati di pinggang sebelum meletakkannya di atas jarinya.

"S-saya bersumpah! Tidak mungkin saya-ARGHHH!"

Mata Kiki terpejam, tidak berani menatap rasa sakit yang berasal di tangan kanannya. Dia bahkan bisa merasakan cairan menetesi pahanya yang dilapisi celana.

"Sudah cukup basa-basi itu, atau selanjutnya lidahmu yang terlepas." potong Kite. "Aku tidak peduli dengan kehormatanmu padaku. Kau cukup mengatakan apa yang ada di kepala besarmu ini jika mengingat nama Gilbert atau Drizella."

Kite berjalan ke belakang Kiki, menyenderi bahunya. "Kau suka uang, bukan? Coba ingat-ingat lagi, mungkin saja otakmu akan bekerja kalau diimingi uang."

Ini pertama kalinya Kiki menyaksikan keseriusan Kite dalam menyiksa seseorang. Biasanya Sang Pangeran hanya akan mengancam dengan pedangnya di muka umum, seperti seorang pahlawan yang membuat musuhnya menjadi tak berkutik hingga membongkar sendiri rahasia mereka.

Dipikir-pikir kembali, rasanya seolah tidak ada yang benar dari sikap di atas.

Kiki membuka kelopak mata, menatap tetesan darah di lengan kursi menuju paha. Dia tidak mau berakhir gagu karena lidah yang dipotong. Sudah cukup satu jari saja, itu pun membuatnya hendak menangis dan berteriak kesetanan oleh rasa sakit. Hukuman seperti ini sudah sering dilihatnya di jalanan, orang-orang yang kehilangan jari-jemari mereka, tetapi tak Kiki sangka bakal mengalaminya juga.

"Sa-saat Anda mengirim saya untuk menemani Nona Drizella ke kediamannya, Pangeran Gilbert memerintahkan saya untuk mengamati tingkah laku Nona Drizella dan mengingat semua omongannya pada hari itu."

"Dan untuk apa?"

"Saya juga tidak tahu, tapi ... Nona Drizella pernah berkata kalau dia tidak menyukai Pangeran Gilbert karena terlihat licik dan munafik."

Kite mendengkus tidak berminat, tahu kalau sifat Gilbert memang seperti yang sudah Drizella jabarkan, itu membuat Kiki yang berada di bawahnya jadi tersentak dan segera melanjutkan.

"Ka-kalau saya boleh berpendapat! Pangeran Gilbert hanya ingin bermain-main dengan orang yang Pangeran Kite dan Pangeran Allen sukai!"

Cukup lama Kite terdiam demi menelaah informasi yang Kiki berikan sebelum menggesekkan giginya marah.

"Si bajingan itu pasti menganggap Drizella sebagai ajang kompetisi!"

Kiki bergidik, merasakan teror di belakangnya sangat membuncah.

"Me-mereka juga melakukan pertemuan saat terkahir kali kami bermain catur! Itu jam tiga pagi! Setelahnya saya tidak tahu lagi!"

Jody yang sedari awal hanya diam mendengarkan berakhir memandang Kite, dia ingin ikut membuka mulut jika diperbolehkan.

Cinderella's Stepsister [√]Where stories live. Discover now