2

81 11 0
                                    

Selain bekerja di grosir nenek Sarti, Aditi juga bekerja sebagai pelayan di salah satu bar yang sedikit jauh dari tempat ia tinggal.

Pekerjaan ini ia dapat dari Lisna, temannya sedari kecil. Jika saja ia sedikt beruntung, ia mungkin juga akan kuliah seperti temannya itu.

Tapi nyatanya, keberuntungan seolah tak sudi menghampirinya.

"ayo, kita berangkat sekarang"
Lisna menyentak Aditi dari lamunanya.

Aditi naik ke motor metic Lisna, syukurnya mereka selalu mendapat jam kerja yang sama.

Mereka memang bekerja dengan dua shift, shift pertama di mulai dari jam 7 hingga 12 malam. Lalu shift ke dua di mulai dari jam 12 sampai jam 6 pagi.

Selain nenek Sarti, Lisna juga orang yang sangat berjasa dalam hidup Aditi.

Setiap mereka gajian, Aditi akan memberikan sedikit uang untuk mengisi bensin motor bebek Lisna, temannya itu selelu menolak, meski begitu Aditi tak akan menyerah hingga Lisna lelah sendiri.

Lisna sudah sangat membantunya, karena itu lah Adisti tidak ingin Lisna menolak uang pemberiannya.

"syukurlah, ku pikir kita terlambat"Lisna mengelus dada, Aditi hanya diam saja.

Lalu ke duanya masuk melalui pintu belakang, pintu khusus untuk para karyawan.

Adisti baru bekerja tiga bulan ini, meski begitu ia sudah paham dengan pekerjaannya.

Bar yang Adisti maksud lebih seperti tempat karaoke yang di peruntukan untuk kalangan atas, setiap ruangan kedap suara hingga tidak menimbulkan keributan, berbagai minuman beralkohol tinggi ada di bar ini dan tugas Aditi lah yang akan mengantar setiap pesanan yang mereka inginkan.

Wanita-wanita dengan pakaian terbuka dan pria berjas yang haus belaian, bukan pemandangan baru lagi bagi Aditi.

Ia juga tak perlu khawatir akan perlakuan kurang ajar pengunjung padanya, selama tiga bulan ia bekerja Aditi belum pernah mendapatkan perlakuan buruk seperti yang rekan kerjanya katakan.

Mungkin itu karena penampilan Aditi yang kurang menarik, wajah suramnya yang selau terlihat datar tanpa ekspresi menambah keengganan pria untuk mendekatinya.

Tapi Aditi tidak peduli akan hal itu, ia hanya perlu bekerja tanpa membuat kesalahan.

Aditi tersadar saat mendengar seruan Lisna dan beberapa karyawan wanita di loker tempat  mereka mengganti baju dan menyimpat tas. 

Baju putih dengan rok hitam menjadi seragam mereka untuk bekerja.

"ayo, semangat semuanya"Lisna berteriak semangat, tentu saja.

Jika Aditi berada di posisi Lisna, dia juga akan sama semangatnya. Tidak masalah bekerja siang dan malam demi biaya kuliah. Itu jauh lebih baik dari pada Aditi.

"ayo, Aditi"Lisna merangkulnya.

"baiklah"lalu mereka berjalan keluar bersama dengan karyawan lainnya dari loker.

Mereka akan memulai pekerjaan mereka.

"aku baru sadar ini malam sabtu aduh..pasti akan sangat ramai"
Lisna mengeluh, tapi raut semangatnya belum juga luntur.

"iya, aku juga baru sadar"Aditi merespon datar, seperti biasa.

Lisna yang di perlakukan seperti itu, tidak ambil pusing. Temannya itu membalas perkataannya saja sudah sangat bersyukur, meski dengan ekspresi datar.

"ke sini kalian berdua.!"suara yang sedikit keras itu membuat Lisna dan Aditi terkejut.

"kenapa lagi dengan wanita tua itu"Lisna menggerutu pelan, tapi mereka tetap mendekati wanita tua yang baru saja meneriaki mereka berdua.

Luka AditiWhere stories live. Discover now