6

71 10 0
                                    


Aditi mengusap perutnya yang terasa aneh, ia terus menerus muntah sejak beberapa hari lalu.

Padahal ia tak pernah lagi melewatkan waktu sarapan dan makan.

Kepalanya terasa berdenyut sakit dan hidungnya bertambah sensitif saat mencium aroma yang sedikit tajam.

Sepertinya tuhan tak pernah membiarkannya hidup dengan tenang, haruskah ia mengakhiri hidupnya.? Agar tuhan berhenti mempermainkannya.

"apa lebih baik aku mati saja.?"
gumamnya.

"aku terlalu lelah dalam hal apa pun, lagi pula aku tidak memiliki tujuan untuk hidup. Tidak akan ada yang kehilangan atau menangisi ku"lanjutnya lagi sambil mengusap perutnya.

Tapi sorot matanya terlihat kosong seolah tak berjiwa.

"haruskah aku melakukannya.? Aku rasa mengiris pergelangan tangan ku tidak lah begitu sakit. Aku sudah mendapatkan luka dan rasa sakit lebih parah dari pada sekedar luka sayatan di tangan ku"Aditi tersenyum hampa, ia menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan pemikiran gilanya.

Ia mengayunkan langkahnya keluar kamar mandi dan bergerak menuju dapur, ia tersenyum mengerikan begitu pisau dapur sudah berada di tangannya.

"aku baru membelinya, ini pasti masih sangat tajam"ucap Aditi memfokuskan penglihatannya pada ujung pisau.

Lalu tanpa menungguh lebih lama lagi, ia segera menggoreskan pisau pada pergelangan tangannya sebanyak dua kali.

Untuk sesaat ia meringis dan pisau jatuh dari tangan kirinya.

"ternyata begitu mudah, harusnya aku melakukannya dari dulu"Aditi tergeletak di lantai dapur dengan darah yang mengalir deras dari tangan kirinya.

"aku tidak menyesalinya"Aditi tersenyum begitu lepas, tapi air matanya mengalir semakin deras.

"a-ku be-bas"Aditi berkata lirih sebelum kemudian menutup mata.

💜

Di kediaman yang begitu megah dan besar.

Seorang pria berteriak murka dan melemparkan guci dan bingkai foto yang tersusun rapi di setiap sudut rumah.

Sudah tiga hari ini pria itu mengurung diri di kamar dan begitu keluar, ia berteriak murka.

Menghilangkan suasana yang  damai di rumah bak istana itu.

"mengapa kalian membohongi ku.? Huh..!"teriak pria itu histeris.

Prang..

Bingkai foto berukuran besar di hempaskan pria itu pada guci yang berdiri kokoh.

"maafkan nenek sayang, maafkan nenek"ucap wanita tua yang sedari tadi terus menagis memperhatikan cucunya yang terus mengamuk.

"mama, mama yang salah di sini. Marah saja pada mama sayang. Jangan begini, nanti kamu bisa terluka"teriak wanita berumur 40'an yang masih terlihat cantik dan bugar.

"biarkan saja.! Aku tidak perduli. Adik ku, adik ku menolak dan tidak mengakui ku"teriak pria itu frustasi.

Gilang terduduk di lantai berlapis marmer, di sekitarnya terdapat pecahan kaca bingkai juga guci koleksi neneknya.

Sehari setelah ia pulang dari rumah Aditi adik kandungnya, lebih tepatnya saudara kembarnya.

Gilang begitu frustrasi dan memilih mengurung diri. Lalu tiga hari berikutnya, Gilang mengumpulkan seluruh keluarganya di ruang tamu.

Ia memberitahu perihal tes DNA yang ia lakukan, membuat seluruh keluargannya tersentak kaget. Dan dari situ ia bisa menilai bahwa ada yang di sembunyikan dirinya. setelah Gilang mendesak juga memaksa barulah kakeknya angkat bicara dan membeberkan semuanya.

Luka AditiWhere stories live. Discover now