11

32 6 2
                                    

BILA semesta senantiasa menuntut Wulfer untuk hidup dengan kondisi sewaktu-waktu dapat terbangun di tempat yang tidak dikenali, maka dia lebih memilih skenario ketika itu terjadi selepas malam purnama saja.

Tidak seperti saat ini. Saat ini, yang terjadi adalah sekujur tubuhnya—dari ubun-ubun hingga jempol kaki—terasa berat dan sakit, seolah-olah seluruh organ dalam tubuhnya termasuk tulang-tulangnya sepakat untuk menyiksa Wulfer dalam waktu yang bersamaan. Kepalanya terasa berputar, seperti habis dihantam benturan hebat dari kedua arah. Tenaganya juga menolak diajak bekerja sama. Dia masih kesulitan menggerakkan tubuhnya—bahkan ujung jarinya sekalipun.

Saat ini, dia benar-benar berada di tempat yang sama sekali tak dikenalinya.

Wulfer berjuang setengah mati untuk mendudukkan diri, menyadari dirinya masih berwujud monster serigala, namun merasa amat lemah. Sejak Wulfer dapat mengendalikan wujud monsternya, dia merasa setiap perubahan adalah dorongan adrenalin yang memuaskan, dia merasa kuat dan utuh, dengan gelenyar energi baru yang segar dan 'damai' memenuhi dirinya. Tetapi saat ini dia tak dapat merasakannya. Dia merasa kebas dan buntu, seolah sesuatu memblokir akses terhadap energi itu.

Tersadar bahwa dirinya tak bisa berlama-lama meratapi kondisi tubuhnya, Wulfer menatap sekelilingnya yang gelap gulita.

Berbeda dengan mansion Leanders yang serba muram dan dipenuhi dekorasi antik, ruangan tempatnya berada saat ini terlihat seperti salon dari sebuah kastil megah dengan dinding yang dipenuhi dekorasi ukir berlapis emas dan perak. Ornamen mewah seperti lampu kandelar kristal besar dan berkilauan tergantung di tengah ruangan, walaupun sama sekali tak difungsikan. Lukisan dinding memenuhi seluruh permukaan langit-langit, mahakarya seniman terampil yang menampilkan pemandangan puluhan... mungkin ratusan orang tak berbusana yang seolah melayang mengelilingi sesuatu. Orang-orang itu tampak memandang dan meraih dengan penuh damba ke sesuatu yang berada di pusat, sesuatu yang tampak seperti matahari merah gelap yang memendarkan cahayanya ke wajah orang-orang itu.

Sementara itu, di atas lantai kayunya yang halus mengkilat, dua sosok terbaring pingsan.

Sosok pingsan Jenderal Wagner berada tak jauh dari Wulfer. Tubuhnya babak belur dan wajahnya dipenuhi luka. Wulfer masih dapat mendengar detak jantungnya yang lambat. Di sisi kanan Wulfer, terbaring Rutger. Wulfer merangkak menghampiri pria besar itu, merasa lega mendengar pria itu mengerang, perlahan tersadar.

"D-di mana ini?" rintih pria itu serak seraya memegangi kepalanya.

Wulfer mengendus udara, "Kita sudah tidak berada di mansion perlelangan."

Dug. Dug.

Wulfer berbalik, menyadari bahwa ruangan itu tidak kosong sepenuhnya.

Di sisi ruangan yang berseberangan dengan sisi di mana Wulfer berada, jendela-jendela lengkung besar setinggi langit-langit mengisi seluruh dinding. Di hadapan jendela itu, terdapat panggung rendah dan lebar dengan beberapa anak tangga. Sebuah kursi ukir megah bersepuh emas diletakkan di atasnya seperti singgasana.

Petir besar menyambar di luar jendela, mengirimkan kilat yang menerangi ruangan sekilas. Dan kursi itu rupanya tidak kosong.

Pria itu. Pria yang sama dengan yang dilihatnya menduduki balkon khusus di aula lelang. Pria yang dilihatnya sebelum dirinya pingsan.

Dan dengung bercampur denyut asing itu asalnya dari orang itu.

"Lihat siapa yang sudah bangun."

Suara itu mengalun ke seisi ruangan.

Wulfer menyeringai mengancam.

Sementara Rutger menatap pria itu dengan waspada, mengenalinya.

Wulfer : The Black Snout [Leanders Series]Where stories live. Discover now