3

115 16 28
                                    

KUDA sepertinya membenci Wulfer.

Setiap kali Wulfer berada terlalu dekat dengan istal kuda, atau melintasi kandang ayam di pasar, atau bersirobok dengan penggembala sapi dan domba di peternakan tak jauh dari area hutan di belakang mansion, para hewan mendadak gelisah dan panik. Tampaknya mereka dapat mengenali aroma Wulfer yang 'berbeda' dari manusia biasa. Karena itu Wulfer sebisa mungkin menghindari bepergian menggunakan kereta kuda.

Wulfer juga bukan penggemar kereta layang, moda transportasi populer di kalangan atas yang menghubungkan nyaris setiap daerah di Buttervia. Dia selalu bepergian dengan pola pikir bahwa dirinya membawa serta sebuah bom waktu di dalam tubuhnya. Monster yang tiap detiknya bisa saja memutuskan untuk menampakkan diri dan membuat kekacauan. Kereta layang sempit dan riskan, serta karena berada di udara, tidak ada 'rute melarikan diri' bagi penumpang lain selain terjun bebas dan menghantam daratan keras nun jauh di bawah sana.

Setiap kali Wulfer kebetulan melihat kereta layang tengah melintas ke sana ke mari di atas kota, entah mengapa pemandangan itu mengingatkannya pada kaki seribu raksasa yang lalu-lalang di langit. Butuh puluhan tahun bagi para inventor dan pemodal untuk merampungkan kereta layang hingga sampai pada tahap ini. Sekarang, bahkan beberapa rumah para petinggi Buttervia telah memiliki stasiun kereta layang pribadi yang berhenti di mansion-mansion mereka, sehingga mereka tak perlu repot-repot 'membaur' dengan rakyat pribumi.

Untuk mencapai sekolah, biasanya Wulfer memilih untuk menggunakan kereta uap, pilihan yang paling ideal baginya. Sebetulnya Wulfer bisa saja berjalan kaki dan tiba seenak hatinya di sekolah. Dia bahkan mempertimbangkan untuk hendak bolos saja. Toh Kepala Sekolah tidak akan segegabah itu mendepak anak-anak Aldert Van Leanders, tokoh masyarakat yang begitu penting dan berpengaruh.

Buttervia pagi ini masih seramai biasanya, walaupun langitnya mendung dan kota dibayangi kemuraman dan kemalasan akibat hujan yang turun pada dini hari hingga subuh. Jalan-jalannya yang berbatu nampak basah dan banyak terdapat genangan air. Kantor pos, gedung-gedung klasik besar yang difungsikan sebagai kantor para petugas kerajaan, maupun pertokoan yang lebih kecil di kanan-kiri jalan utama terlihat baru mulai mempersiapkan diri untuk beroperasi pada hari itu. Para mevrouw yang turun dari kereta kuda menjinjing ujung-ujung rok gaun mereka setinggi yang dimungkinkan etika publik, khawatir terkena cipratan air becekan, para meester berjalan cepat-cepat dalam setelan-setelan rapi sambil menenteng koran maupun tas kerja, sementara para kusir berkendara sehati-hati mungkin ketika mereka melewati area dengan banyak pejalan kaki.

"Jonge Meester! Jonge Meester! Mari mampir, lihat-lihat kue dan manisan kami!" seorang pedagang pribumi memanggil-manggil Wulfer dan Eber, juga ke arah sekelompok pelajar yang berjalan tak jauh dari mereka.

Wulfer menghampiri kios sederhana pedagang itu dan melemparkan sekeping gulden ke keranjang bayar mereka, lalu mengambil beberapa kue dan roti. Keadaan kios cukup ramai hingga ketika berbalik, bahunya menubruk seorang pria yang baru turun dari kereta kudanya bersama seorang anak laki-laki. Wulfer meminta maaf dan memungut topi si pria yang terjatuh.

Ketika kembali menyejajarkan jalannya di samping Eber, adiknya menatap Wulfer sambil mengangkat alis tinggi-tinggi.

"Bukannya saat sarapan kau sudah makan tiga buah roti besar-besar?" Eber mengamati kakaknya menyikat habis hasil belanjaannya dalam waktu singkat seperti orang kelaparan.

Wulfer hanya mengangkat bahu, "Porsi monster."

Setibanya di stasiun, mereka dapat melihat Asmosius, Ignicia, dan Debora berjalan memasuki peron tak jauh di depan mereka, namun ketiganya mungkin menggunakan kereta layang yang dapat tiba lebih cepat. Wulfer memerhatikan bagaimana mereka berjalan melewati antrean penumpang biasa dan langsung dilayani perempuan di loket yang berbeda. Anak-anak Leanders memang selalu memiliki kompartemen khusus di kereta manapun.

Wulfer : The Black Snout [Leanders Series]Where stories live. Discover now