Abdullah bin Zubair RA

7 1 0
                                    


Abdullah bin Zubair RA merupakan salah satu sosok sahabat yang istimewa, karena ia berhijrah ketika dalam kandungan ibunya. Ibunya pun seorang yang istimewa, Asma binti Abu Bakar, yang mempunyai peran besar ketika Nabi SAW dan Ayahnya dalam awal hijrah dicari-cari oleh orang kafir Quraisy untuk dibunuh. Ayahnya adalah seorang sahabat yang dijamin masuk surga ketika masih hidup, salah satu dari sepuluh sahabat, Zubair bin Awwam RA.

Allah menambah keistimewaannya karena ia menjadi bayi pertama yang lahir di masa hijrah. Tidak bisa dibayangkan bagaimana beratnya Asma binti Abu Bakar berhijrah, ia dalam keadaan hamil tua ketika harus menempuh panasnya padang pasir sejauh hampir 500 km. Ketika baru beberapa hari di Quba, ia melahirkan dan bayinya dibawa kepada Nabi SAW. Beliau mengecup pipi dan mulutnya, hingga air liur Rasulullah SAW memasuki rongga mulutnya, dan memberi nama ‘Abdulah’. 

Tidak cukup sampai disitu saja, seluruh kaum muslimin, baik Muhajirin atau Anshar, menggendong bayi Abdullah ini keliling kota Madinah sambil menggemakan tahlil dan takbir. Apa yang sebenarnya terjadi? Ternyata, Beberapa waktu sebelumnya orang-orang Yahudi menyebarkan berita bahwa dukun-dukun mereka telah menyihir kaum muslimin hingga menjadi mandul. Bagi penduduk Madinah, ancaman ini bukan hal sepele, karena selama ini mereka menganggap kaum Yahudi sebagai orang yang ‘dekat’ dengan Tuhan. Tetapi dengan kelahiran Abdullah ini, mereka memperoleh bukti bahwa orang-orang Yahudi tersebut hanya menyebarkan kabar bohong semata.

Ibnu Zubair hanya dalam masa kanak-kanak ketika Rasulullah SAW masih hidup, tetapi itu cukup membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang kokoh dan teguh dengan keislaman, sebagaimana kedua orang tuanya. Ia berba'iat kepada Nabi SAW ketika masih berusia 7 tahun, dan beliau menerima ba'iatnya, padahal biasanya beliau tidakmau menerima ba'iat dari anak-anak. Ia tumbuh menjadi seorang ahli ibadah sebagaimana orangtuanya, dan sahabat sahabat senior Nabi SAW lainnya. Kesehariannya banyak diisinya dengan membaca dan mengkaji Al Qur'an, serta sunnah Nabi SAW, memperbanyak ibadah dan berpuasa di hari-hari yang panas karena rasa takutnya kepada Allah. Ketika sedang shalat, yakni saat sedang ruku dan sujud, tak jarang burung-burung dara bertengger di punggungnya tanpa sedikitpun merasa terganggu shalatnya.

Suatu ketika Rasulullah SAW berbekam, dan menyuruh Ibnu Zubair untuk membuang atau mengubur darah yang dikeluarkan dari kepala beliau. Ibnu Zubair membawanya, tetapi bukannya membuang ia justru meminumnya. Ketika Nabi SAW kemudian mengetahuinya, beliau bertanya, "Wahai Abdullah, engkau kemanakan darah bekamku tadi?"

Ibnu Zubair berkata, "Aku kuburkan di tempat yang paling tersembunyi, Ya Rasulullah.."

Nabi SAW yang telah mengetahui apa yang dilakukan Ibnu Zubair hanya tersenyum, lalu bersabda, "Orang yang di dalamnya mengalir darahku, maka dia tidak akan disentuh api neraka…"

Sesaat Rasulullah SAW tercenung, seperti menerawang jauh, kemudian bersabda lagi, "Tetapi bagaimanapun engkau akan membunuh orang, atau orang itu yang akan membunuhmu."

Sabda Nabi SAW semacam ramalan bagaimana akhir kehidupan Ibnu Zubair. Bahkan saat kelahirannya, beliau pernah mengibaratkan bahwa Ibnu Zubair ini seperti seekor domba yang dikelilingi harimau yang berbulu domba.

Pada masa khalifah Utsman bin Affan, ia bergabung dengan pasukan muslim yang dipersiapkan untuk menyerang pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 orang, sementara pasukan muslim sendiri hanya 20.000 orang. Pimpinan pasukan adalah gubenur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah. Pasukan ini ditujukan untuk membebaskan Afrika, Andalusia dan Konstantinopel dari penjajahan dan tirani Romawi.

Pimpinan pasukan Romawi yang bernama Jarjir mengadakan sayembara, barang siapa bisa membunuh Abdullah bin Abi Sarah, ia berhak memperoleh hadiah sebesar 100.000 dinar dan menikahi anaknya. Sayembara ini disebarkan juga di kalangan kaum muslim. Abdullah bin Zubair melihat bahaya adu domba ini dalam strategi Jarjir itu. Karena itu dengan persetujuan komandannya, ia membuat sayembara tandingan, ia berkata, "Kita tidak perlu khawatir, kita juga mengumumkan, bahwa barang siapa yang bisa membunuh Jarjir, ia memperoleh hadiah 100.000 dinar, dan berhak menikahi putrinya."

Ternyata tidak mudah membangkitkan semangat pasukan muslim hanya dengan sekedar sayembara tandingan seperti itu. Karena itu, Abdullah bin Zubair bersama sekelompok sahabat dan temannya menjadi pasukan perintis untuk menjebol pagar betis pasukan Romawi yang berlipat sepuluh kali lipat banyaknya tersebut. Ia berkata kepada pasukan perintis yang mendukungnya, "Lindungilah punggungku, dan marilah menyerbu musuh bersamaku…!!"

Pasukan ini berhasil membelah pasukan Romawi, dan terus merangsek maju menuju satu titik, yakni tempat pengendali dan komandan pasukan, Jarjir. Seolah bahtera yang membelah gelombang, pasukan perintis ini seolah tidak terbendung hingga akhirnya sampai berhadapan dengan Jarjir. Abdullah bin Zubair sendiri yang bertempur dengan komandan pasukan Romawi yang ditakuti itu, dan akhirnya ia berhasil membunuhnya.

Panji-panji Islam berkibar di pusat komando pasukan Romawi, dan pasukan muslim yang terus bergerak di belakangnya juga berhasil memporak-porandakan pasukan Romawi lainnya. Kemenangan yang gemilang ini tak lepas dari peran dan keberanian Abdullah bin Zubair, karena itu Abdullah bin Abi Sarah, komandan pasukan muslim, memberikan kehormatan kepadanya untuk menyampaikan sendiriberita kemenangan ini kepada Khalifah Utsman di Madinah.

Abdullah bin Zubair tidak bisa menghindar ketika ia dihadapkan pada suasana fitnah setelah wafatnya khalifah Utsman. Dengan tegar ia berdiri di sisi Ali bin Abi Thalib, bahkan ketika Ali diturunkan dan kemudian tewas terbunuh, Ibnu Zubair dengan lantang menyatakan penolakannya untuk berba'iat kepada Muawiyah. Ketika Muawiyah memba'iat anaknya, Yazid bin Muawiyah untuk menjadi khalifah penggantinya, dengan tegas pula ia menolaknya. Walau berbagai ancaman ditujukan pada dirinya, ia berkata, "Sampai kapanpun dan bagaimanapun aku tidak akan berba'iat kepada si Pemabuk itu..!!"

Sangatlah beralasan jika Ibnu Zubair menyatakan penolakannya ini tanpa tedeng aling-aling. Kalau terhadap ayahnya, Muawiyah, masih ada penghargaannya sebagai sahabat Nabi SAW dengan berbagai kebaikan dan kelebihannya, di samping beberapa kekurangannya. Tetapi terhadap Yazid tidak ada alasan apapun untuk mendukung dan menghargainya. Sebuah syair pendek dilontarkannya sebagai ungkapan sikapnya terhadap Yazid, "Terhadap hal yang bathil, tidak ada tempat berlunak dan berlembut, kecuali jika geraham, bisa mengunyah batu menjadi lembut….!!"

Terbuktilah kemudian, Yazid banyak melakukan tindakan jahiliah yang menginjak-injak nilai-nilai keimanan dan kemanusiaan. Ia sama sekali tidak mengindahkan ajaran-ajaran Islam dan kecintaan kepada Nabi SAW, sebaliknya, hanya memperturutkan hawa nafsu dan ambisi kekuasannya semata. Pembantaian Husein bin Ali, cucu Rasulullah SAW di padang Karbala, beserta keluarganya dan para pengikutnya, penyerangan kota Madinah yang terkenal dengan peristiwa Harrah, dan akhirnya penyerangan kota Makkah, semua itu diarsiteki oleh Yazid bin Muawiyah. Peristiwa-peristiwa ini merupakan sisi kelam dalam sejarah perkembangan Islam.

Setelah sikap penolakannya terhadap Yazid ini, Abdullah bin Zubair pindah ke Makkah, begitu juga denganHusein bin Ali yang juga dengan tegas menyatakan penolakannya. Ia ingin mengisi waktunya dengan lebih banyak ibadah, dan meninggalkan suasana "politik" yang penuh fitnah. Tetapi pena takdir telah menetapkan ia harus mengarungi jalan dan suasana tersebut untuk menemukan syahidnya. Selalu saja ada yang datang untuk berdiri di belakang dirinya, menyokong sikap-sikapnya, dalam melakukan perlawanan terhadap berbagai kedzaliman yang dilakukan oleh Yazid sebagai pihak penguasa.

Walau niatnya menghabiskan waktu untuk ibadah, tetapi Abdullah bin Zubair tak ubahnya seorang pemimpin di antara orang-orang yang juga beribadah bersamanya. Tetapi, ternyata tidak semua pengikutnya itu memiliki niat tulus untuk menegakkan kebenaran semata-mata, seperti apa yang digambarkan dan diramalkan Nabi SAW saat kelahirannya,"Ia laksana domba, di antara harimau yang berbulu domba…"

The Real Heroes in My LifeWhere stories live. Discover now