22. Abbas Bin Abdul Muthalib Ra

3 0 0
                                    

Abbas bin Abdul Muthalib adalah paman Nabi SAW, tetapi sebagaimana halnya Hamzah, usianya hampir sebaya dengan Nabi SAW. Ia memang tidak memeluk Islam pada masa awal seperti halnya Hamzah, namun sebagian riwayat menyebutkan ia telah memeluk Islam sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah, hanya saja ia menyembunyikan keislamannya. Pada Fathul Makkah-lah Abbas telah diketahui pasti sebagai pemeluk Islam.

Abbas adalah seorang yang cerdas dan diplomatis. Walau tidak secara terang-terangan seperti Abu Thalib, ia juga melakukan pembelaan terhadap Nabi SAW dan Islam. Di awal kelahiran Islam, ketika Abu Dzar al Ghifari untuk pertama kalinya meneriakkan kalimat tauhid, yakni syahadat di Masjid al Haram, dan kaum kafir Quraisy menghajarnya habis-habisan, tak ada seorangpun yang berani membelanya. Tampillah Abbas dan ia berkata diplomatis, "Wahai orang Quraisy, dia adalah orang dari Suku Ghifar. Dan kalian semua adalah kaum pedagang yang selalu melewati daerah mereka. Apa jadinya jika mereka tahu kalian telah menyiksa anggota keluarganya??"

Karena perkataan Abbas ini, kaum kafir Quraisy ini melepaskan Abu Dzar. Abbas terkadang menyertai Nabi SAW ketika beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi kepada kaum pendatang yang sedang melaksanakan haji Makkah. Puncaknya adalah pada saat terjadinya Bai'atul Aqabah yang kedua dengan penduduk Yatsrib (Madinah), yang akhirnya menjadi tonggak awal kemenangan Islam di jazirah Arab.

Pada salah satu malam hari tasyriq setelah sepertiga malam yang terakhir, tujuh puluh tiga lelaki dan dua wanita dari penduduk Madinah bertemu dengan Nabi SAW di bukit aqabah. Dalam kesepakatan yang akan diambil olehNabi SAW dan mereka ini, Abbas menunjukkan sikap pembelaan dan perlindungannya kepada Nabi SAW walau saat itu ia belum memeluk Islam, ataupun sudah Islam tetapi menyembunyikan keislamannya. Antara lain ia berkata, "Wahai kaum Khazraj, sesungguhnya kalian tahu kedudukan Muhammad di antara kami, dia adalah orangyang terhormat di tengah kaumnya dan dilindungi di negerinya. Jika kalian memang ingin menunaikan apa yang kalian janjikan kepadanya, dan membelanya dari orang yang memusuhinya, silakan kalian ambil tanggung jawab tersebut, Tetapi jika kalian berfikir untuk menyia-nyiakannya dan menelantarkan dirinya setelah keluar dari kami untuk bergabung bersama kalian, lebih baik biarkan saja ia bersama kami. Apalagi tetangga kalian itu adalah orang-orang Yahudi yang memang memusuhinya, aku khawatir akan makar mereka terhadap dirinya...!!"

Kondisi yang terjadi saat itu memang mengharuskan sikap ekstra hati-hati. Abbas telah melihat sendiri bagaimana sikap permusuhan dan perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy atas Risalah Islamiah yang didakwahkan Nabi SAW. Begitu juga sikap beberapa kabilah Arab lainnya yang didakwahi beliau ketika berhaji, termasuk juga kabilah Bani Tsaqif di Thaif. Sepertinya pilihan Allah memang jatuh pada kaum Khazraj dan Aus dari Yatsrib untuk menjadi pilar dan markas utamaperkembangan risalah baru ini ke seluruh penjuru dunia, sehingga sikap mereka memang jauh berbeda dengan sikap orang-orang Arab lainnya itu.

Sesungguhnyalah perkataan Abbas tersebut cukup menyinggung perasaan orang-orang Yatsrib itu. Sejak 'diperkenalkan' oleh enam pemuda, disusul kemudian dengan Bai'atul Aqabah pertama sikap mereka telah bulat untuk menerima Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya di negeri mereka. As'ad bin Zurarah yang merupakan salah satu tokohnya sempat naik emosinya, tetapi Nabi SAW berkata kepadanya, "Jawablah tanpa menimbulkan pertengkaran...."

As'ad menjelaskan sikap kaum Aus dan Khazraj dalam masalah tersebut, kemampuan mereka dalam berperang dan kesediaan mereka untuk berkorban demi membela Nabi SAW. Abdullah bin Amr bin Haram pun ikut menimpali tentang tradisi mereka dalam menjaga kehormatan, menghadapi musuh, dan lain-lainnya. Akhirnya As'ad menutuppidato panjang mereka itu sambil menghadapkan diri pada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah, ambillah dari kami untuk dirimu apapun yang engkau inginkan, dan buatlah persyaratan untuk Tuhanmu, apapun yang engkau mau. Sesungguhnya kami akan selalu ada di belakangmu.....!"

Abbas merasa puas dengan penjelasan tersebut, dan membiarkan Nabi SAW dan penduduk Yatsrib menyusun kesepakatan-kesepakatan yang dalam sejarah dikenal dengan nama Bai'atul Aqabah kedua.

The Real Heroes in My LifeWhere stories live. Discover now