32. Abu Ubaidah Bin Jarrah Ra💖

5 0 0
                                    

Amir bin Abdullah bin Jarrah atau lebih dikenal dengan nama Abu Ubaidah bin Jarrah, termasuk dalam golongan sahabat yang mula-mula memeluk Islam (as sabiqunal awwalun). Dan seperti kebanyakan sahabat yang memeluk Islam pada hari-hari pertama didakwahkan, Abu Bakar mempunyai peran penting dalam mempengaruhi keputusannya itu. Abu Ubaidah mengikuti hijrah ke Habasyah yang ke dua, tetapi tak lama kembali lagi ke Makkah karena ia merasa lebih nyaman berada dekat dengan Nabi SAW, walaupun mungkin jiwanya terancam. Ketika hijrah ke Madinah, Nabi SAW mempersaudarakannya dengan Sa'ad bin Mu'adz.Abu Ubaidah termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga ketika masih hidupnya.

Ketika ia berba'iat memeluk Islam, tiga kata yang tertanam dalam benaknya, "Jihad fi Sabilillah". Semua pertempuran bersama Nabi SAW diikutinya. Diterjuninya perang Badar, yang pada dasarnya merupakan pertempuran melawan sanak kerabatnya sendiri, dan juga sahabat-sahabatnya di masa jahiliah. Semuanya itu menjadi ringan karena jiwanya telah terangkum dalam tiga kata tersebut. Bahkan ada salah satu riwayat, ia membunuh ayahnya sendiri dalam peperangan tersebut. Sebenarnya ia telah berusaha menghindari bentrok dengan ayahnya yang ada di fihak kaum kafir, kalaupun ayahnya harus terbunuh, bukanlah tangannya yang melakukannya. Tetapi ayahnya selalu mengikuti dan mengejarnya sehingga tidak ada pilihan lain selain melakukan perlawanan, sehingga akhirnya ia menewaskannya.

Ia sempat gelisah dengan apa yang dilakukannya, kemudian turunlah surah al Mujadalah ayat 22, yang membenarkan sikapnya, bahkan memuji keimanannya.

Dalam perang Uhud, Nabi SAW sempat mengalami kondisi kritis, diama beliau hanya dilindungi oleh Thalhah dan Sa'd bin Abi Waqqash, sementara pasukan Quraisy mengepung dengan maksud untuk membunuh beliau. Utbah bin Abi Waqqas melempar beliau dengan batu, hingga mengenai lambung dan bibir beliau. Abdullah bin Syihab memukul kening beliau dan akhirnya Abdullah bin Qamiah memukul bahu dan pipi beliau dengan pedang. Beliau memang memakai baju besi, tetapi akibat serangan tersebut, gigi seri beliau pecah, bibir dan kening terluka, bahkan ada dua potong besi dari topibaja yang menancap pada pipi beliau.

Beberapa sahabat berusaha membuka "jalan darah" mendekati posisi Nabi SAW untuk bisa memberikan perlindungan kepada beliau. Abu Bakar dan Abu Ubadiah yang paling cepat tiba, dan saat itu Thalhah telah tersungkur karena luka-lukanya. Tidak berapa lama, beberapa sahabat mulai berkumpul di sekitar Nabi SAW dan mengamankan keadaan beliau, termasuk seorang pahlawan wanita, Ummu Amarah (Nushaibah binti Ka'b al Maziniyah).

Melihat ada besi yang menancap di pipi Nabi SAW, Abu Bakar berniat untuk mencabut besi itu, tetapi Abu Ubaidah berkata kepada Abu Bakar, "Aku bersumpah dengan hakku atas dirimu, biarkanlah aku yang melakukannya…"

Abu Bakarpun membiarkan Abu Ubaidah melakukannya. Tetapi ia tidak mencabut besi itu dengan tangannya karena khawatir akan menyakiti Nabi SAW, ia menggigit besi itu dengan gigi serinya, dan menariknya perlahan. Besi itu terlepas, tetapi tanggal pula gigi Abu Ubaidah dan darahpun mengucur. Masih ada satu potongan besi lagi, karena dilihatnya Abu Ubaidah terluka, Abu Bakar berniat mencabutnya, tetapi sekali Abu Ubaidah berkata, "Aku bersumpah dengan hakku atas dirimu, biarkanlah aku yang melakukannya…"

Kemudian ia melakukannya sekali lagi dengan gigi serinya yang lain, kali inipun giginya tanggal bersama besi yang terlepas dari pipi Rasulullah SAW. Jadilah ia pahlawan besar yang giginya terlihat ompong jika sedang membuka mulutnya. Tetapi Abu Ubaidah justru membanggakan "cacatnya" tersebut, karena itu menjadi peristiwa bersejarah dalam hidupnya bersama Rasulullah SAW. Bahkan ia sangat ingin membawa "ompongnya" tersebut ke hadapan Allah SWT di hari kiamat sebagai hujjah kecintaan kepada Nabi SAW.

Sebelum peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, Nabi SAW pernah mengirim Abu Ubaidah dengan sekitar tigaratus orang anggota pasukan untuk mengintai kafilah dagang Quraisy. Bekal yang diberikan beliau tidak lebih dari sebakul kurma, sehingga setiap orang hanya mendapat jatah segenggam kurma. Ketika perbekalan mereka habis, Abu Ubaidah memerintahkan pasukannya menumbuk daun kayu khabath dengan senjatanya sehingga menjadi tepung dan diolah menjadi roti, dan sebagian lagi makan daun-daunnya. Makanan yang sangat tidak layak sebenarnya, tetapi tidak ada pilihan lain, dan tugas harus tetap dilaksanakan.

The Real Heroes in My LifeWhere stories live. Discover now