BAB 16

29 32 1
                                    

Aku tidak akan pernah melupakan hal ini. Panjangnya jalan ini, tidak sepanjang dan sesakit saat aku tak bisa menggapaimu menjadi milikku. Di sini, adalah tempat di mana aku bisa melihat bidadarinya tanpa sayap sedang melewatiku.

~Nathan~


“Hans, apa kau tidak lelah hanya berhadapan dengan cermin di depanmu? Kau tidak pernah berpikir ingin keluar hanya sekedar mencari udara segar? Ayo, temani aku ke sana.”

Hans menghentikan gerakannya dan memori kebersamaannya dengan Clarissa terlintas di otaknya. Dia melihat dirinya sendiri di cermin kemudian menatap ke arah Nathan melalui cermin di depannya. Pria itu menunggu jawaban dari Hans. Mereka tidak ada yang bicara dan hanya saling menatap seolah mengantarkan sebuah kode atau jawaban. Hans menunduk dan terkekeh pelan.

“Seindah apa pun tempatnya, tidak akan berkesan jika tidak bersamanya. Kau tidak akan mengerti karena tidak pernah mengalaminya. Di mana hanya ada aku dan dia yang memasang wajah lucu karena takut jika aku bunuh diri. Kau tahu, aku sangat bahagia saat itu,” ucap Hans.

“Kau pikir, hanya dirimu yang mengalaminya? Aku pernah merasakan itu. Hanya ada aku di sampingnya. Saat itu, dia sedang terpukul dan berusaha untuk selalu kuat. Aku merangkul dan memeluknya ditemani dengan kumpulan bintang yang menerangi kebersamaan kami.”

Kedua pria itu tidak tahu jika mereka sedang membicarakan gadis yang sama. Mereka saling berbagi cerita dan Nathan yang katanya ingin mencari udara segar, belum dia lakukan. Saat ini, dia asik berbicara dengan Hans soal gadis yang berhasil membuat pandangan mereka jatuh sepenuhnya. Mereka sangat mencintai Clarissa, hanya saja dalam waktu dekat mungkin mereka akan tahu kebenarannya.

Tak lama setelah kemudian, pintu ruangan Hans digedor oleh seseorang dan membuat mereka berlari ke arah pintu. Pria dengan bibir yang tebal dan anting peraknya berdiri di depannya dengan menggendong boneka putih yang biasa mereka panggil RJ. Sandy melebarkan senyumnya. Hans dan Nathan saling pandang saat melihat kedatangan Sandy tiba-tiba.

“Apa yang akan kalian lakukan? Apakah, aku boleh ikut?”

“Ya, kau main saja sepuasnya dengan RJ, Hyung. Aku akan keluar mencari angin. Aha, atau kau juga bisa bermain dengan Hans. Aku pergi dulu.” Nathan melangkahkan kakinya, namun belum sempat ia meraih gagang pintu, dia berbalik dan melihat ke arah Hans dan Sandy. “Hans, kau jaga dia, ya. Jangan sampai dia menangis karena tidak kau ajak main,” ucapnya.

“Shit, apa kau pikir aku bocah!” teriak Hans.

Nathan pergi keluar agensi dan dia tidak meminta beberapa manajernya untuk mengikutinya. Dia hanya ingin sendiri dan tanpa pengawasan dari mereka. Jika dia bersama para manajernya, dia tidak pernah merasa bebas karena sering diperhatikan dengan tajam oleh mereka. Jika seperti itu, maka dia tidak bisa merasa bebas.

Suara gemercik air terdengar olehnya. Nathan sedang berada di daerah yang  dekat dengan gunung dan sungai. Dia menemukan tempat seperti itu karena dia sering berjalan-jalan, untuk mengetahui beberapa tempat yang terpencil tetapi indah, walaupun ada di kota.  Suasana seperti itu, yang sangat Nathan sukai. Tidak ada gangguan dan tidak ada suara bising kendaraan yang bersahut-sahutan, karena pada dasarnya Nathan sangat suka tempat yang damai dan tenteram.

Dia duduk di suatu hamparan rumput hijau dan dengan beberapa pohon di sekitarnya. Matanya menelisik sekelilingnya dan tak lama setelah itu, dia berbaring di atas rumput dengan sala satu tangannya yang memegang bunga berwarna putih menyerupai bulu yang bisa ditiup. Dia tersenyum layaknya pemuda yang tengah jatuh cinta. Namun, pada kenyataannya Nathan memang sedang jatuh cinta pada Clarissa tanpa sepengetahuan gadis itu.

“Aku tidak pernah berpikir, jika jatuh cinta itu segila ini. Kapan aku memilikimu, Issa? Aku tidak ingin terus gila karena dirimu.” Matnya terpejam dan kemudian dia membuka matanya saat merasakan sebuah usapan di wajahnya. “Apa yang aku lihat? Kau ada di sini?” tanyanya melihat Clarissa yang tersenyum.

Nathan bangun dan dia menatap Clarissa yang ada di sampingnya dengan rambut yang menari karena tiupan angin. Tangannya terulur untuk mengusap wajah cantiknya. Namun, ada yang aneh. Saat dia ingin menyentuh wajah Clarissa, sosok gadis yang ingin dia miliki hilang dan yang dia lihat hanya sebuah angin kosong. Nathan menggelengkan kepalanya dan kemudian dia memegang jantungnya yang berdetak bagaikan orang yang sedang maraton.

“Apa-apaan ini? Sejak kapan, Clarissa hanya menjadi imajinasiku? Pesonanya sangat luar biasa hingga membuatku berkhayal tentangnya.” Nathan berdiri dan kemudian meletakkan sebuah kertas berisi tulisan tentang Clarissa. “Aku harap, kau bisa menemukan ini. Aku ingin, kau tahu semua isi hatiku, Issa.” Nathan pergi.

Setelah tadi di padang rumput yang hijau, pria dengan tinggi sekitar 181 cm itu, kini berada di dekat stasiun tua. Dia berjalan di rel kereta yang sepi karena sudah lama tidak digunakan. Kakinya melangkah sambil memegang jaring-jaring yang ada di sampingnya sebagai pembatas. Dia menemukan Clarissa ada di seberang yang tengah sendirian. Dia menatap Clarissa dalam diam.

Gadis itu sangat cantik dengan pakaian yang dia kenakan. Jika biasanya Clarissa mengenakan pakaian seperti laki-laki, kini dia berbeda karena mengenakan rok pendek dan atasan berwarna toska. Rambutnya tidak lagi dikuncir kuda atau ditutup dengan topi hitam. Clarissa mengepang rabutnya. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Nathan tersenyum dan dia menghampiri Clarissa saat dia menjatuhkan sebuah gelang hitam.

“Clarissa, apa benar itu kau!” teriaknya sambil menghampiri Clarissa.

“Aku harap ini bukan lagi ilusi dan imajinasiku. Aku sangat berharap jika itu adalah kau.”

Gadis itu menoleh dan melambaikan tangannya. “Iya, ini aku! Kemarilah! Ini bukan imajinasimu, karena aku memang ada di sini! Apa yang kau lakukan?!” Nathan berlari ke arah Clarissa dan senyum lebar terbit di pipinya.

“Kenapa kau ada di sini, Issa? Kukira, hanya aku yang tahu tempat ini.”

“Itu tidak perlu aku beritahu. Kau sendiri, kenapa ada di sini? Tanpa pengawasan, pula?”

“Aku memang suka tempat sepi begini. Aku juga ingin tidak selalu dalam pengawasannya.”

“Baiklah, aku mengerti. Sekarang, kenapa kau sangat bahagia bertemu denganku? Bukankah, setiap hari kita berjumpa?” tanyanya.

“Itu karena aku ingin bersamamu dan hanya berdua. Aku ingin menikmati kebersamaan kita berdua tanpa gangguan mereka. Kau tahu, kenapa?” Clarissa menggeleng.

“Itu, karena...”

“Nathan, James mengirimkan pesan padaku agar menemuinya. Cepat, kita kembali ke sana. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya."

“Sepenting apa, James bagimu? Aku tidak pernah melihatmu secemas ini?”

“Dia kekasihku. Sudahlah, kita ke sana dan lanjutkan bicaranya nanti.”

“A-apa, ke-kasihmu?” tanyanya terbata.

Clarissa mendahului Nathan dan kini pria itu diam dengan semua rasa sakit dalam hatinya.





I Need U [TELAH TERBIT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat