Locker Girl (part 1)

41 6 0
                                    

SATU hal yang dipelajari Nicky sepanjang enam belas tahun hidupnya adalah, Dewa Kesialan itu tidak pilih-pilih waktu dan mangsa dalam melancarkan aksinya. 

Buktinya adalah hari ini.

Cewek berseragam yang tengah menunduk tersengal-sengal di depan gerbang sekolah yang sudah tertutup itu adalah Nicky. Kenapa Dewa Kesialan memutuskan untuk mengerjainya hari ini? Hari pertama di sekolah barunya? Kenapa truk besar yang membawa muatan ayam itu harus terguling di tengah jalan tol hari ini, di pagi hari, menimbulkan kemacetan besar yang menghambat laju kendaraan di belakangnya--termasuk mobil Nicky dan papanya--sampai lebih dari satu jam?

Masalahnya, papa Nicky harus melanjutkan perjalanan ke kantor sesegera mungkin, jadi beliau tidak bisa ikut turun di depan sekolah Nicky dan membantu anak perempuannya untuk menjelaskan alasan keterlambatannya kepada pihak guru.

Nicky membetulkan ranselnya dengan raut jengkel. Dia menegakkan diri dan menyisiri poni lepek yang menjatuhi matanya dan mengikat rambut sepunggungnya menjadi ekor kuda dengan gemas. Nicky memang tidak pernah betah dengan rambut panjang. Semua yang dia kenal tahu wataknya yang praktis dan tidak suka ribet. Gara-gara permintaan ibunya saja dia rela mati-matian menahan keinginannya untuk memotong rambut.

Tapi Nicky sudah membulatkan tekad untuk negosiasi ulang masalah rambutnya dengan sang mama. Dia sudah melapangkan hati atas kepindahan keluarganya ke kota ini seminggu yang lalu akibat pekerjaan papanya. Ditambah hal-hal yang perlu dibiasakan Nicky tidak main-main, berusaha adaptasi di lingkungan perumahan baru, lingkungan pertemanan baru, termasuk mengingat bahwa bel masuk SMA Bakti itu lebih cepat lima belas menit dari SMA lamanya dulu. Dulu saja dia sering masuk terlambat. Giliran berusaha memperbaiki kebiasaan di sekolah baru, semesta seolah mengejeknya. Makanya, sepertinya dia bisa membawa alasan-alasan itu kepada mamanya untuk mengizinkannya potong rambut.

Nicky mengelap keringatnya, menghampiri pagar dan mulai memanggil-manggil Pak Satpam yang ketiduran di pos jaganya.

"Pak! Pak!" Nicky mengguncang-guncangkan gembok pagar, "Bisa tolong bukain pagernya?"

Tapi tentu saja sia-sia. Pak Satpam terus terlelap sambil ngorok. Karena Dewa Kesialan, ingat?

Nicky memandangi pagar yang lumayan tinggi itu sejenak. Dia berdecak sebal dan mempertimbangkan untuk mencari kendaraan umum dan pulang atau lebih baik nekat saja ketika sekonyong-konyong, dia melihat seseorang datang berlari-lari dari jauh.

Cowok itu melintas di sebelah Nicky. Ketika sampai gerbang, dia berbalik menatap Nicky. Dan kebingungan. Lalu matanya turun ke saku di seragam Nicky.

"Anak baru ya?" tebaknya jitu, masih agak terengah.

Nicky melongo sejenak mendapati diajak bicara olehnya. Lalu dia menunduk memandang saku bajunya, dan melihat bahwa emblem SMA lamanya dengan emblem SMA Bakti—yang ada di saku seragam cowok itu—berbeda. Nicky mendongak dan mengangguk.

Lalu cowok itu nyengir jahil, "Nih, gue kasih tau triknya."

Tahu-tahu cowok itu melemparkan tasnya tinggi-tinggi.

Tasnya melambung melewati gerbang dan...

Nicky terbengong-bengong melihat tas itu mendarat dengan sukses di sisi dalam gerbang sekolah tak jauh di depan si satpam. Yang ajaibnya, masih molor.

Dan semakin terbengong-bengong ketika dia menyaksikan cowok itu mulai memanjat pagar.

Gue kira cuma gue doang yang biasa ngelakuin ritual panjat tebing macem gitu! batin Nicky takjub. Ternyata di sini juga ada yang sejenis kayak gue!

Cowok itu juga mendarat di depan pos satpam dengan mulus, dia berjalan dengan cengiran berpuas diri di depan satpam yang belum menunjukkan tanda-tanda akan bangun, lalu memungut tasnya yang teronggok di sana.

CanonWhere stories live. Discover now