Princess of Papaya (part 3)

32 5 0
                                    

REO nggak tahu setan jenis apa yang merasukinya hingga dirinya sanggup memuntahkan kata-kata ajakan nonton latihan klub kepada Aida beberapa hari lalu.

Dan Reo juga nggak nyangka bahwa Aida bakal menyanggupi.

Yang jelas, pagi ini Reo mendapati dirinya sudah tiba di parkiran SMA Bakti, pukul sepuluh kurang. Dengan bermodalkan mobil pinjaman dari ayahnya, dia menjemput Aida yang saat ini tengah duduk di kursi penumpang.

"Sori ya, tadi orangtua gue rada lebay pas lo dateng jemput." Aida meringis sementara mereka melepaskan sabuk pengaman.

Reo hanya tersenyum simpul, "Nggak papa. Bentar, gue keluarin kursi lo dulu."

Terus terang, seumur hidupnya Reo belum pernah bertemu dengan orang yang menderita kelumpuhan. Karena itu segala yang terjadi pagi ini benar-benar memaksa cowok itu keluar dari zona nyaman.

Reo menurunkan kursi roda dan memposisikannya persis di samping pintu penumpang, lalu dia menegakkan diri.

"Erm... pegangan sama gue nggak papa?" Reo menawarkan lengannya pada Aida.

Aida tersenyum tulus, "Makasih ya."

Setelah berhasil membantu Aida turun dengan memegangi kedua lengan cewek itu dan sukses mendudukkannya di atas kursi roda, Reo menutup pintu mobil dan mendorong kursi roda Aida menuju ke dalam sekolah.

"Reo, bentar." Aida menyentuh tangan Reo yang tengah memegang dorongan kursi, membuat mereka berhenti.

"Kenapa?"

Dari belakang sini, Reo nggak bisa melihat bagaimana ekspresi Aida sekarang. Tetapi dia bisa melihat kedua tangan cewek itu terkepal tegang di pangkuannya.

"Gue... nervous."

Reo mengulum senyum. Dia menepuk pundak Aida lembut untuk menghilangkan ketegangannya.

"Tenang aja. Nggak bakal ada yang berani macem-macem sama si Perawan Tua."

Mendengar itu, tawa Aida pecah. Ketika cewek itu akhirnya mengangguk, Reo kembali mendorong kursi rodanya. Sepanjang lorong yang sepi, Aida mengadakan 'temu kangen' dengan beberapa staf sekolah yang mengenalinya. Dan ketika sampai di ruang klub lari, terjadi kegemparan begitu seisi kelas menyambut mereka dengan riuh.

"KAK AIDA!!!" beberapa junior yang mengenali Aida berlarian menghampirinya dan mengerubunginya antusias.

"Reo?" Mike berjalan menghampiri mereka, menatap Reo dan Aida bergantian dengan ternganga, "K-Kak Aida? Kok...? Gimana...?"

"Kangen sama klub lari. Diajak ketua kalian buat nonton latihan persiapan maraton hari ini, boleh nggak?" tanya Aida mencairkan suasana.

"Boleh banget, Kak!" suara sahutan riuh dari para junior kelas sepuluh terdengar. Tasya menghampiri kakak sepupunya dengan mata berkaca-kaca dan berlutut untuk memeluknya.

"Kangen banget liat lo di sekolah, Kak." isaknya di pundak Aida.

"Hush, pagi-pagi udah cengeng aja!" Aida tertawa renyah seraya mengelus-elus pundak Tasya. Setelah saling melepaskan pelukan, Aida menatap sekeliling dan bertanya, "Nggak ada kelas dua belasnya ya?"

"Nggak, Kak. Kelas dua belas udah nggak boleh aktif klub lagi karena mesti fokus UAS. Jadi pengurusnya kami-kami ini kelas sebelas." Mike merangkul Reo, yang merasa risih dan menyingkirkan lengan cowok itu dari pundaknya.

"Oke, karena sekarang udah kumpul semua, kita mulai latihan keliling sekolah." Reo memulai arahan. "Start-nya dari lapangan basket, kayak biasa, dan finish-nya di deket taman. Yang jadi timer hari ini--"

CanonOnde histórias criam vida. Descubra agora