07.

30 3 2
                                    

Gintara tidak menggubris Raja yg merangkak mengelilingi kamar hanya memakai popok. Bibirnya tersumpal empeng seperti biasa, namun ia kerap mengeluarkan suara seperti 'uh?' 'ung?' 'mwa?' dan terus merangkak memutari kamar. Terkadang ia berhenti sejenak hanya untuk menepuk dipan tempat tidur milik Gintara, atau hanya sekedar menarik ujung celana Gintara. Domba kecil itu akan kembali merangkak memutari kamar. Tapi ia tidak bisa keluar dari kamar karena Gintara sengaja menutup pintu kamar agar bocah itu tidak kabur merangkak keluar.

Selang berapa belas menit Gintara selesai membereskan kamar yg seperti kapal terombang-ambing—tentu saja ini adalah salah satu perbuatan Raja ketika ia baru terbangun pagi tadi—lalu Gintara menggendong Raja, meletakkan di atas tempat tidur, memberikannya rattle stick untuk membuatnya diam, dan mulai memakaikannya jumper yg memiliki tudung kepala bertelinga kelinci. Gintara kemudian memasang strap tali pada empeng dan pakaiannya agar empengnya tidak menghilang.

Selesai, Gintara kemudian membawa Raja ke lantai dua. Disana Ginan masih fokus menonton televisi dengan wajah sumringah, dan kemudian Gintara mendudukkan Raja di sebelah Ginan.

"Jaga adikmu sebentar. Aku mau mandi," Gintara berkata pada Ginan. Ginan mengangguk dan mengacungkan jempol.

Gintara kemudian pergi mandi. Ia sama sekali tidak khawatir akan Raja bersama Ginan. Ia tahu kedua anak itu sudah cukup akrab dan Gintara yakin Ginan mampu menjaga Raja. Bagaimana pun Gintara sebelumnya telah memberitahu Ginan untuk tidak ragu menyumpal bibir Raja dengan empengnya jika Raja benar-benar melepas dan melemparkan empengnya lalu membuat ulah.

Gintara tak membutuhkan waktu lama untuk mandi. Hanya lima belas menit waktu yg ia gunakan untuk mandi serta membereskan kekacauan yg dibuat Raja di kamar mandi. Lalu di tambah lima menit ekstra untuk Gintara memakai pakaian.

Gintara keluar kamar dengan membawa satu tas popok berisi peralatan serta cemilan milik Raja dan Ginan, kemudian ia membawa kedua anak yg duduk manis di sofa dengan kedua netra terfokus pada televisi tersebut turun ke garasi bawah tanah.

Gintara sudah mendudukkan kedua anak tersebut di carseat masing-masing, meletakkan tas popok di kursi kemudi, mengeluarkan sebotol susu ukuran satu liter dan menaruhnya di luar agar mudah digapai. Gintara memanaskan mobil, kemudian membuka bagasi dan mengecek kereta dorong berkursi ganda yg terlipat di dalam bagasi.

Sepuluh menit kemudian, Gintara mengemudikan mobilnya menuju ke gedung pusat penjualan perabot rumah tangga terbesar di distrik North Anemoi. Gintara memutar saluran video berbasis online khusus anak-anak untuk Ginan dan Raja. Belum sampai pertengahan jalan ketika Raja merengek dan kemudian domba kecil tersebut tertidur setelah menghabiskan setengah botol susunya.

Gintara melirik Ginan yg kedua mata gelapnya terpaku pada layar ponsel Gintara. Gintara menyadari sesuatu.

"Hei, Ginan, apa kau bisa membaca?" Tanya Gintara, ia melirik Ginan dari kaca spion di depannya.

Ginan mengalihkan pandangannya dari layar ponsel dan menatap Gintara dengan mengerjap. Ia menggeleng lemah, dan kemudian ekspresinya berubah murung. Gintara jadi merasa bersalah karenanya.

"Apa kau mau belajar membaca dan menulis?" Tanya Gintara lagi. Kedua pupil gelap tersebut terlihat cerah seketika namun detik berikutnya kembali murung. "Aku tidak tahu apakah aku bisa," ucap Ginan perlahan. Kepalanya menunduk.

"Kau pasti bisa, buddy. Aku tahu kau pasti bisa," Gintara tersenyum kepada Ginan, menatapnya masih melewati spion atas. Ginan kemudian ikut mengembangkan senyum yg cukup menggemaskan.

Gintara mencatat dalam hati bahwa setelah ini ia akan mencari guru les privat untuk mengajari Ginan membaca dan menulis. Sebenarnya, tanpa guru les pun Gintara mampu untuk mengajarinya sendiri. Namun Gintara sudah memiliki rencana untuk membuka kembali restorannya setelah ia menyelesaikan rekonstruksi lantai pertama tempat restoran.

METAHUMAN [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang