08.

32 2 1
                                    

Siapa bilang bahwa mengasuh itu menyenangkan? Apalagi yg kau asuh adalah balita usia dua tahun namun masih seperti bayi berusia sembilan bulan—dari segi ukuran badan.

Mengasuh adalah momok mengerikan bagi seorang kakak yg sudah terbiasa sendiri. Mengasuh adalah sesuatu hal yg bisa menjadi bumerang jika tidak berpengalaman. Mengasuh intinya adalah hilangnya kebebasan karena tentunya, di saat mengasuh, seseorang tak akan terlalu leluasa melakukan banyak hal seperti ketika ia sendirian.

Gintara tidak berpikir seperti itu sama sekali. Ia menyukai perasaan menjaga dan mengasuh adiknya bertahun-tahun lalu. Ia tidak pernah merasa bahwa mengasuh adalah momok yg mengerikan meskipun ia sudah terlalu lama menjadi anak tunggal dan bahkan usianya saat itu sudah menginjak usia dewasa. Sehingga ketika ia mengasuh, banyak sekali orang-orang nenyangka bahwa adiknya adalah putranya.

Gintara justru merasa senang karena akhirnya, ia memiliki saudara setelah sekian tahun ia menunggu. Untuk awal-awal tahun ketika ia masih remaja tanggung, ia terus-terusan meminta orang tuanya untuk memberinya seorang adik. Namun orang tuanya terlalu sibuk dan tidak menggubris permintaan Gintara sama sekali.

Sampai akhirnya Gintara benar-benar menyerah dalam perihal meminta adik. Dan saat itu Gintara sudah masuk usia legal juga telah lulus sekolah. Ia kesepian, memang. Ia mendambakan sesosok orang lain yg bisa ia ajak bermain dan manjakan—terlebih orang tuanya yg memang terlalu sibuk untuk menemaninya—namun ia yg sudah dewasa tentu mengerti bahwa tak selamanya permintaan akan selalu di kabulkan.

Sampai suatu hari ketika usianya mencapai dua puluh dua, orang tuanya memberitahu bahwa Gintara akan segera memiliki adik, akhirnya. Namun, Gintara saat itu cukup khawatir karena ibunya sudah berada pada usia empat puluh lima. Bukanlah suatu umur yg cukup kuat untuk mengandung seorang anak walaupun pada jaman yg sudah sangat maju ini.

Tapi ibunya berhasil melakukannya dengan baik. Setelah belasan tahun Gintara menunggu untuk memiliki adik, ia akhirnya mendapatkannya. Sehingga semua waktu Gintara saat itu hanya terfokus dalam menjaga adiknya. Ia membawa adiknya kemana pun ia pergi. Adiknya adalah tipe anak yg tidak bisa diam dengan keingin tahuan yg sangat tinggi dan kemungkinan adalah anak yg paling sulit untuk patuh ketika balita. Karena itulah ia tidak terlalu terkejut ketika ia mengadopsi dua anak yg usianya bisa dikatakan berada pada usia emas atau, pada masa mereka paling aktif.

Apalagi Ginan dan Raja adalah anak yg cukup patuh. Tetapi terkadang, Gintara tetap harus bersiap diri jika sesuatu hal yg tidak ia duga akan terjadi. Contohnya seperti sekarang ini,

Raja mengamuk.

Tidak, tidak. Bukan mengamuk seperti ia murka dan memporak-porandakan atau mengguncang dunia, tidak seperti itu. Empengnya masih terpasang di bibir kecilnya dengan erat. Ia mengamuk dengan kata lain, menangis dan merengek bergabung menjadi satu.

Setelah Gintara keluar dari gedung penjualan perabot rumah tangga, ia mampir ke toko menjual gawai. Untungnya, Gintara sudah memesan dua gawai yg akan ia beli lewat jaringan internet yg memang di sediakan oleh toko, sehingga ketika ia sampai pada toko yg berada beberapa blok dari gedung pusat penjualan perabot, ia tinggal mengambil kedua gawai tersebut. Barulah kemudian Gintara menuju ke pusat jajanan terbesar pada distrik North Anemoi.

Ia kembali mendorong kereta bersama Ginan dan Raja, dan memilih restoran terbuka yg menyediakan makanan untuk anak.

Dan Raja mulai merengek ketika mereka menunggu makanan datang. Ia mulai merentangkan tangannya, melepaskan empengnya dan berseru baa! dengan wajah yg mengerut kesal—Gintara cepat-cepat mengaktifkan penetralisirnya, dan Ginan juga cepat-cepat menarik tudung kepala bertelinga kelici lebih rendah hingga menutupi separuh wajah Raja. Yang, semakin membuat domba kecil tersebut kesal dengan menepis tangan Ginan.

METAHUMAN [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang