"Villa dengan rumah kita tidak ada bedanya. Sama sama di tengah hutan. Lebih baik kita di rumah saja."
"Betul apa kata kak Jaeden daddy."
"Bahkan Jaeden bisa lihat harimau dari kamar Jaeden."
"Betul daddy."
"Kita pulang saja daddy."
"Iya daddy."
Arion memejamkan matanya sejenak. Lelah mendengar ocehan dari kedua anaknya. Untung ia tidak sedang menyetir, kalau saja ia sedang menyetir, bisa pindah alam mereka nanti.
Sekarang mereka sedang berada di perjalanan menuju villa pribadi milik Arion setelah mereka sempat ke sekolah untuk mengurus masalah pembulyan Zayden. Dan kedua anaknya terlihat sangat kompak untuk terus merengek sepanjang perjalanan.
"Kalian berdua itu kenapa sih? Kok segitunya banget ga mau ke villa. Di sana kan enak. Sejuk gitu."
"Ga tau, Jaeden ga suka aja di sana. Terlalu sepi, terlalu gelap, terlalu suram, terlalu monoton."
"Dua in." Sahut Zayden.
"Kalau itu yang ngebuat kalian ga betah, kali ini daddy janji ga akan ada yang namanya terlalu sepi, terlalu gelap, terlalu suram. Daddy pastikan itu."
.
.
."TADAAAA...!! Tidak sepi, tidak gelap, dan tidak suram." Tunjuk Arion bangga.
Jaeden dan Zayden kompak melongo melihat sesuatu di depannya. Bagaimana tidak? Di depan mereka memang hanya villa biasa yang sering mereka lihat, tapi villa itu tampak di kelilingi oleh lampu tumbler warna warni, dan dipasangi banyak lampu taman yang unik, serta ada beberapa mainan anak tk seperti perosotan, ayunan besi, ayunan ban, balok titian, bak pasir, jungkat jungkit, flying fox, kuda kudaan, istana balon, mandi bola, puzzle raksasa, gawang dan ring basket.
Dan lebih parahnya lagi, Arion sengaja memasang satu set speaker besar yang memutarkan lagu dangdut. Bukankah ini sudah lebih mirip pasar malam daripada sebuah villa di tengah hutan?
"Am i dreaming now?" Ujar Jaeden.
"Of course no... kenapa? Kamu terharu ya?"
"Ingin ku teriak..."
"Aye!"
Jaeden menatap datar Zayden yang tampak menikmati alunan musik dangdut.
"Kenapa? Zayden salah ya?— ya kirain kak Jaeden lagi nyanyi, ya Zayden jawab, Aye!" Jawab Zayden tanpa rasa bersalah. Sedangkan Jaeden sudah menggeleng pasrah.
"Daddy apain villa nya? Kenapa malah jadi kaya pasar malam gini coba. Kasian habitat di sini dad... Semuanya pada tertekan. Mental mereka bisa breakdance gara gara daddy pasang speaker dangdut sekenceng ini."
"Terus lagi, ini daddy ambil dari tk mana mainan sebanyak ini?! Kenapa ga daddy ambil sekalian bianglala di alun alun?" Lelah Jaeden.
"Loh, kan kalian yang bilang kalau villa daddy terlalu sepi, gelap, dan suram— ya ini, daddy udah ubah villa nya jadi cerah, ceria, dan ramai. Salah daddy dimana coba? Ya ga Za?"
"Sambala sambala bala sambalado~."
"Terasa pedas terasa panas~."
Zayden yang sedang asik joget pun seketika berhenti sejenak untuk mengangguk setuju sebelum akhirnya ia melanjutkan kegiatan sakral nya, yaitu berjoget.
"Tuh, adek kamu aja setuju."
"Hadeuuuh terserah kalian aja lah. Sesuka hati kalian, yang penting kalian bahagia. Jaeden mau tidur, udah malem." Ucap Jaeden sebelum beranjak masuk menuju kamarnya di villa itu, meninggalkan daddynya dan Zayden serta Reno, Juna yang sedang kegilaan dangdut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Priorities [ JAZ ]
Randomsequel cerita My Priorities [Baby Jaeden] Book ini menceritakan kehidupan keluarga Bara setelah book sebelumnya. Kehidupan yang absurd, lagi ajaib. Jadi, disarankan untuk baca book sebelumnya ya 😁 . . . "Let me go!" "No! You must stay with me!" "...