[Tiga Puluh satu]

322 37 2
                                    

Maaf kalau cringe hueee...

"Heh, kalian sadar ga sih kalau akhir akhir ini Jaeden itu aneh?" Tanya seorang pria di sebuah gudang sekolah pada teman temannya.

"Iya, gua liat. Dia kayak berubah. Jaeden yang dulunya kalem, terus dingin, jadi manja, cengeng, terus aneh." Jawab temannya.

"Nah mumpung dia begitu, gimana kalau kita ajak main aja itu orang? Udah lama kan kita ga buat masalah sama sekolah sebelah."

"Boleh juga tuh. Oke, kasih tau yang lain kalau kita bakal main ke sekolah sebelah nanti waktu pulang."

"Oke."

.
.
.

Kriing... Kriing...

"Yeee pulang!"

"Iya Jaeden, ini waktunya pulang. Jadi cepat beres beres ya."

"Iya pak guru!"

Pak Candra tersenyum melihat tingkah polos Jaeden yang tentu saja dilihat oleh teman temannya sekelas.

"Duh! Kok gua malu ya." Gumam Awan.

"Baru ngerasain?" Cibir Langit.

.

"Gimana? Kita jadi kesekolahan sebelah?"

"Jadilah, sekarang kita berangkat."

.

"Awan, nanti beli boba dulu ya sebelum anter Jaeden ke tempat kerja Jaeden. Nanti Jaeden traktir." Ujar Jaeden girang sambil melompat lompat kecil layaknya anak sd yang senang karena dijemput orang tuanya sepulang sekolah.

"Iya."

"Tapi nanti yang punya Jaeden ndak usah pakai boba. Jaeden nggak sukak!" Ucap Jaeden yang setelah itu beralih menghitung setiap langkah kakinya.

"Jaeden, lo itu bisa kalem dikit ga sih? Ga cape apa gerak terus? Gua aja capek liatnya. Jangan jangan kemarin itu lo tukeran kepribadian sama bocil sd ya? Bukan sama Zayden." Ujar Langit.

"Ya ga usah diliat kalau capek, Langit." Jawab Jaeden apa adanya.

"Pengennya juga gitu. Tapi masalahnya, kalau kita lengah dikit aja dari lo, lo pasti bakal ilang. Ya ga Wan?" Langit menoleh kearah kembaranya yang sudah lelah dengan kelakuan Jaeden. Bahkan sekarang wajah Awan sudah terlihat sangat cengo akibat lelah mengurus tingkah Jaeden.

"He'em." Awan mengangguk.

"Jadi kita tuh harus selalu waspada- loh Jaeden?! Pergi kemana dia?!" Panik Langit.

"Tuh kan baru gua bilangin, dia pasti ilang! Kali ini dia diculik sama kumbang warna apa lagi nih, atau kodok jenis apa lagi."

"Astaga tuhan!! Awan, lo jangan diem aja dong! Panik dikit kek. Ayo kita cari Jaeden!"

Awan mengangguk kecil dengan pandangan kosong kedepan. Langit yang geram pun langsung menarik tangan Awan ketempat dimana sekiranya Jaeden berada.

Dilain tempat, tepatnya di depan gerbang sekolah, ada seorang pemuda yang tengah tersenyum pada belalang yang hinggap di dedaunan.

"Belalang, kenapa kamu warna hijau? Sedangkan belalang di rumah Jaeden warna coklat?"

"Apa jangan jangan gara gara belalang dirumah Jaeden kurang gizi ya, makanya enggak warna hijau."

"Jaeden sebenarnya pengen bawa kamu pulang, tapi pasti nanti si Zeze ngejar kamu sambil bunyi, honk..honk.. gitu. Terus nanti kamu terbang, terus rumah daddy jadi berantakan, terus nanti daddy pusing, terus daddy nanti sakit, kalau daddy sakit daddy jadi ga kerja,terus ga punya uang, terus Jaeden ga bisa jajan lagi, jadi dengan berat hati Jaeden harus ninggalin kamu di sini. Maaf ya." Monolog Jaeden.

My Priorities [ JAZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang