29. Sakit

25.6K 2.9K 9
                                    






Terlanjur mata gue ketemu sama mata mami, mami juga sempet menepuk bahu gue sebelum beliau menghampiri kak Andra.

Gue gak punya pilihan lain, kecuali setidaknya diam ditempat. Mami pasti baru sampai, setauku beliau di luar kota.

"Gimana Rachel Dek?? Gimana kay?"

Kak Andra berdiri dari duduknya, menyambut Mami.

"Kay sudah selesai ditangani Mih, dia sudah dipindah keruangan. Keadaannya sudah baik"

"Rachel gimana?"

Kak Andra menggelengkan kepala pasrah, "Belum tau Mih, ini masih nunggu" katanya

Mami mengangguk tanda mengerti, Selanjutnya mami menoleh ke arahku.

"Jiel?? Trus kenapa jiel bisa luka juga??"

Mami berlari ke arahku, Mungkin Mami baru menyadari tanganku yang sedang di gips. Gue gak bisa ngindar lagi, gue liat kak Andra membeku menatapku, seolah gak percaya dengan apa yang dia liat.

"Ndra, jiel kenapa Ndra?" Tanya mami, menoleh ke kak Andra memecah kebekuannya.

"Oh shiiiiit!!! Kamu kenapa El?"

Gak kalah panik, kak Andra juga lari ke arah gue. Gue bisa liat matanya berkaca-kaca, wajahnya penuh kekhawatiran tentang kondisi gue.

Gue hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala. Setidaknya kondisi gue sekarang jauh lebih baik daripada kak Rachel dan Kay. Buktinya, gue masih bisa berdiri.

Gue baru ingin menjelaskan apa yang gue alami ke kak Andra n Mami tapi pintu ruang operasi telah dibuka. Itu tandanya operasi kak rachel sudah selesai.

Gak peduli kondisi gue lagi, kak Andra melepas pelukannya dari gue trus segera menghampiri dokter dan menanyainya tentang kondisi kak Rachel.

Gue boleh egois gak sih?? Gue kog sakit....
Didepan mata gue, dia memalingkan wajahnya seolah gue sepele.

Enggak, ini bukan saatnya!

Sudahlah, lupakan!

Operasi kak Rachel berhasil tapi kondisinya masih belum sadar. Itu yang gue denger. Syukurlah, semoga kak Rachel gak kenapa-napa.

Disaat yang sama gue terpaksa harus balik ke bangsal karna perawat nyariin gue.
Dituntun perawat, Gue pergi tanpa kak Andra tau, karna dia masih sibuk bicara sama dokter.

Tapi gak lama setelah gue balik ke bangsal, Pak Sam udah nyusulin gue dan mengurus kepindahan gue ke kamar VVIP. Pastinya itu perintah kak Andra.

Sendirian gue dikamar ini, ada Pak Sam sebenernya tapi gue minta beliau istirahat di sofa. Kasian, beliau pasti lelah, baru nempel sofa langsung merem.

Sedang Kak Andra katanya masih ngurusin kak Rachel n Kay, sama Mami juga disana. Kay lebih butuh kak Andra sekarang, dia pasti ketakutan.

Andai gue tadi lebih hati-hati, andai gue nurut dijemput Pak Sam, mungkin hal ini gak kejadian. Mungkin gue bisa bantuin kak Andra bukan malah nambahin beban kak Andra kek gini.

Sebenernya gue butuh hp gue nyala. Setidaknya dengan itu gue bisa hubungin kak Andra. Gue pengen memastikan kondisi dia baik-baik aja.

**---**

Paginya gue kebangun karna gue ngrasain tangan gue ada yang megang, kening gue ada yang nyium. Pelakunya tentu kak andra.

"Maaf kak, jiel baru bangun" gue lirik jendela, memang sudah terang. Gue tidur nyeyak banget, mungkin efek obat.

Pak sam udah gak ada lagi disofa, pasti kak andra sudah menyuruhnya keluar.

Kak andra yang didepan mataku ini terlihat pucat, dia pasti kurang tidur semalem.

"Sakit?? " tanyanya menunjuk ke tanganku.

"Gak papa, jiel kuat" jawabku mencoba menghiburnya.

Kak andra mengusap rambutku pelan.

"Makan ya,... "Bujuknya.

Gue nurut tanpa perlawanan.

Gak boleh rewel, itu adalah satu satunya cara gue meringankan beban kak andra.

Kak andra menyiapkan meja makan, dia membawa dua mangkok bubur ayam, buah potong dan beberapa kue pasar kesukaan gue.

"Kakak juga harus makan" kataku

Tapi dia malah menangis sambil melihatku menyuap bubur.

"Kak, are you ok?".

Dia mengangguk sambil senyum. Senyum yang dipaksakan. Air matanya buru-buru diusap.

"Sorry, kakak gagal jagain kamu El... " katanya sambil menunduk.

"Semuanya salah jiel sendiri, kakak gak salah"

"Harusnya kakak... "

"Sssst.... Bisa kan kita gak usah ngomongin itu. Lebih baik kita makan, kakak butuh tenaga buat jagain kak rachel sama kay".

Gue mengambil suapan untuknya, dia menerimanya dan pelan pelan kita menyelesaikan makan tanpa membahas kondisi kak rachel, kay, atau kondisi gue sendiri.

Kasian, kak andra hampir gak punya tenaga untuk membahas itu. dia sudah sangat lelah badan, lelah pikiran.

"Kakak boleh bobok sama kamu?" Katanya setelah membantu gue membersihkan diri di kamar mandi.

"Boleh" dengan senang hati gue menggeser posisi.

Bed yang gue tempatin ukurannya cukup untuk tidur berdua walaupun agak maksa.

Gak lama setelah dia nempel bantal, dia sudah tidur. Kak andraku pasti capek banget.

Melihatnya tidur dipelukanku seperti bayi justru membuatku harcur berkeping-keping. Dia sedang tidak baik-baik saja. Gue, kak rachel dan kay yang luka tapi justru dia terlihat lebih kesakitan.

Kasihan kak andra, apa yang bisa gue lakuin untuk meringankan bebannya?? Saat ini dia butuh gue untuk membantunya, sedang gue justru ikut menambah bebannya.

Memeluknya dengan kedua tangan aja sekarang gue gak bisa...

JAZZIEL  ✅Where stories live. Discover now