Kenandra Rumi

27.9K 2.7K 140
                                    

Andra POV.....

Aku menyakitinya!

Dengan tega aku menyakitinya.

Dariku dia hanya butuh keluarga, butuh tempat untuk bersandar, butuh tempat untuk pulang. Sesimpel itu tapi aku gak bisa berikan.

Aku justru mendorongnya menjauh dengan harapan agar pelan pelan dia bosan padaku. Tapi dengan teguh El tetap berada diposisinya dan menungguku.

Aku tidak membenarkan keputusanku, tapi aku punya alasan yang kuat.

Dia masih sangat ramaja, dia berhak bahagia. Dia punya banyak pilihan daripada harus bertahan dengan lelaki payah sepertiku.

Aku tidak punya kekuatan untuk melawan papi, bahkan saat papi sudah menyentuh Jiel, aku tetap tak berdaya karena ancamannya.

Aku gak kuasa melepasnya tapi Aku juga tidak bisa menjamin kebahagiaannya,

Jika aku bersikukuh mempertahankan Jiel bersamaku saat ini, gak akan ada yang tersisa antara aku dan dia kecuali rasa sakit.

Aku sangat mengenal Jiel, jika aku memintanya menunggu, dia pasti akan menunggu sampai kapanpun itu. Jika aku memintanya bertahan bersama, dia pasti akan melakukannya. Itu gak adil buat dia, dia berhak bahagia daripada mengharapkan aku yang entah bisa memegang tangannya lagi atau tidak.

Ini terlalu egois untuk dia yang masih 17tahun. Seharusnya dia masih bersenang-senang seperti teman-temannya. Aku sudah melukai kenangan indahnya, aku sudah menghancurkan hari kelulusannya. Aku sudah merusak impian sederhananya.

Ketika tiba-tiba dia datang ke kantor demi menjelaskan hubungan kita, aku menyadari ada yang berbeda darinya.

Aku menyadari betapa aku sudah menyakitinya,
Aku kehilangan pipi merah merona setiap bertemu denganku, aku kehilangan senyum tulus cerahnya, aku kehilangan sorot mata jujur darinya.
Semuanya berubah menjadi El yang fisiknya saja menjadi asing bagiku, apalagi hatinya, aku tidak bisa membacanya sedikitpun.

Aku minta kesempatan padanya, apapun akan aku pertaruhkan, aku tidak bisa melihat dia yang terluka dan pura pura baik baik saja. Aku ingin menggenggam erat tangannya, kabur kemanapun tak ada yang menuntut kita untuk berpisah.

Jiel anak baik hati itu, masih ada sedikit dari sisa sosoknya yang aku kenal. Aku tau dia pasti tidak nyaman dan bertanya tanya ketika setiap hari aku kerumahnya, tapi dia tetap tak tega berbuat kasar kepadaku. Mungkin dia sudah lelah memikirkan ini, itulah jiel yang aku kenal. Dia paling gak suka membahas berkali kali masalah yang sama.

Aku pikir pelan pelan aku akan mendekatinya lagi sambil aku mengatur semuanya agar dia aman bersamaku. tapi lagi lagi aku kecolongan.

Jiel keracunan. enggak! lebih tepatnya diracuni, atau mungkin hampir dibunuh.

Beruntung aku diam-diam memasang CCTV di apartment nya tanpa dia tau.

Malam itu aku dari luar kota, penerbanganku terlambat, itulah sebabnya aku tidak bisa tepat waktu nyamperin Jiel.

Aku bodoh karna tidak menghubungi Jiel, aku justru bermain-main dengannya.
Aku liat dari CCTV dia msih menungguku, sedikit gelisah sesekali memandang kearah pintu lalu kearah jam.

Aku tau dia menungguku, aku bisa saja memberitau dia keterlambatanku tapi bodohnya aku memilih tidak. Aku justru bemain-main dan menikmati dia yang hampir putus asa itu.

Aku hanya senang melihatnya menungguku, aku hanya merasa hangat saat tau dia masih mengharapkanku. Aku hanya membayangkan betapa gemasnya dia saat menyambutku datang nanti, seperti saat itu.

Tapi hal tak terduga terjadi, dia menerima paket makanan, dari CCTV aku bisa melihatnya. Tadinya aku gak curiga, aku pikir dia sudah kelaperan sampai memesan makanan dari luar.
Tapi aku baru sadar kalau bahkan jika dia memesan makanan dari luar, ojol tidak diperbolehkan masuk sampai depan pintu.

Aku mulai gelisah, menghubunginya tidak bisa karna hapenya silent sedangkan dia sedang makan di meja dapur.

Kecurigaanku terbukti ketika aku mendapati dia pingsan di kamar, tubuhnya sudah sedikit kaku.
Beruntung dia masih selamat ketika aku membawanya kerumah sakit.

Karena aku, dia hampir kehilangan nyawa. Siapa lagi kalau bukan Papi yang melakukannya!!!!

Setelah memastikan dia selamat, aku menelpon Mami dan memintanya menunggu Jiel sementara aku menuntaskan akar masalah ini.

Aku marah, aku tidak peduli apapun lagi. Aku sudah tak berdaya ketika Jiel kecelakaan, dan sekarang dia hampir mati keracunan, semua karna Papi. Bagaimana aku bisa sabar menerima semua ini. Bagaimana Papi bisa melakukan hal mengerikan itu kepada anak tak bersalah seperti Jiel.

Persetan dengan apapun lagi, aku mau pergi dan memutuskan hubungan apapun dengan tua bangka itu. Apapun boleh dia ambil dariku kecuali Jiel, hanya dia yang aku butuhkan sekarang.
Apa yang bisa aku harapkan dari seorang Ayah yang tega melukai anaknya, sekeras apapun aku berusaha, aku tidak mungkin bisa menyenangkan hatinya.

Seperti Mas Kevi dulu ketika memperjuangkan Kak Rachel, aku juga akan melakukan yang sama untuk Jiel.

Aku tidak peduli Rumiel yang aku rintis susah payah, aku juga tidak peduli bagaimana Mami dan Kak Rachel akan menangisi Kev.Asian (perusahaan peninggalan kevi), bagiku Jiel jauh lebih penting dari segalanya.

Pergi dari Papi adalah pilihanku, kakek adalah tujuanku mengadu. Hanya beliau yang bisa membelaku saat ini.
Dengan bantuan kakek aku mendapatkan pistol, dan berhasil melampiaskan amarahku dengan menembaki kaki semua anak buah papi dirumah, salah satu dari mereka pasti yang mengantar racun untuk Jiel. Beruntunglah Jiel selamat, kalau tidak, mungkin peluruku akan bersarang di kepala mereka.

Papi? Dia terlihat kaget melihat kemurkaanku, saat itu dia tidak bisa berbuat banyak.

Saat Pagi, Mami telpon mengabarkan kalau Jiel sudah siuman tapi mendadak pingsan lagi. Berlari aku segera kerumah sakit, tapi sampai rumah sakit justru Jiel tak mau menoleh kearahku. Matanya seolah sangat membenciku.

Jiel yang baik hati,
Dari Mami aku tau, tiba tiba Jiel memutuskan ingin kuliah di luar negri. Aku tau betapa sakit hatinya dia, aku tau betapa berat yang dia rasakan sekarang, aku tau dia pasti sudah hampir tidak tahan. Aku yang terkesan plin-plan menentukan sikapku. Pasti dia jengah padaku.

Tapi bagaimana aku bisa melepaskannya, bagaimana aku bisa hidup tanpa dia?

Pergi mungkin pilihan yang tepat buat dia,
Tapi aku tidak bisa melepaskanya, Jika Jiel ingin pergi, Aku akan ikut dengannya, meninggalkan semuanya dan bekerja keras untuknya.

Tapi ternyata tidak semudah itu melawan Papi, Dia punya ribuan cara untuk menyakiti Jiel. Ancamannya adalah Jiel, jika aku tidak bersedia kembali ke sisinya.

Sekali lagi aku tak berdaya,

Buat Jiel, Tidak ada yang lebih baik dari pilihan menjauhiku, menjahui semua yang menyakitinya.

Maafin Kakak ya El, Kakak gak punya pilihan lain. Kakak tau kamu yang paling terluka,

JAZZIEL  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang