Prolog

28.6K 1.9K 37
                                    


Seorang perempuan berjalan dengan langkah santai sembari menenteng tas belanjanya. Ia berjalan di tepi jalan menghindari kendaraan yang melintas. Waktu baru menunjukkan pukul setengah enam pagi, tapi ia harus pergi ke mini market dekat rumahnya. Setelah membeli beberapa keperluannya, ia bergegas untuk pulang. Dalam perjalanan kembali ke rumah, dilihatnya beberapa orang sedang melakukan lari pagi dan beberapa Ibu-Ibu sedang berbelanja di tukang sayur keliling.

Begitu belok ke cluster rumahnya, perempuan itu mendengar sebuah sepeda motor mendekat dan bereriak ke arahnya.

"Hei, tepos!"

Guntur, laki-laki yang saat ini tengah duduk di atas jok motor sembari menampilkan cengiran lebarnya.

"Cangkemmu, tak plester lho!" balas cewek tersebut dengan galak.

Bukannya takut, Guntur malah tertawa keras.

Cewek yang dipanggil dengan sebutan tepos ini bernama Amaya Amajivva, atau orang dekatnya selalu memanggil dengan panggilan Yaya. Salah satu orang yang sangat dekat dengannya adalah Guntur. Mereka berteman sejak kecil dan selalu menghabiskan waktu bersama-sama. Laki-laki itu merupakan tetangga yang tinggal tepat di depan rumah Yaya. Sehari-harinya ia harus menebalkan telinganya karena celetukan-celetukan ajaib dari Guntur.

"Habis dari mana?" tanya Guntur sembari menjalankan motornya pelan di sebelah Yaya yang berjalan kaki.

"Habis dari mini market depan." Yaya mengangkat tas belanjanya, menunjukkan pada Guntur. "Beli pembalut," lanjutnya memberitahu.

"Oooo ... lagi berdarah?" tanya Guntur dengan polos.

"Kamu kira aku habis perang, pakai istilah berdarah segala," gerutu Yaya setengah kesal. Kemudian ia baru sadar karena masih tetap berjalan kaki, sedangkan Guntur mengendarai motor di sebelahnya dengan kecepatan pelan, seakan menyamakan kecepatan langkah kakinya. "Kok tega banget sih gak nawarin bareng naik motor?" tanyanya sewot.

Otomatis Guntur menghentikan motornya dengan menurunkan kedua kakinya ke tanah. Kemudian, tak ayal ia tertawa keras begitu tersadar dengan keadaan. "Salah sendiri gak minta," ucapnya disela-sela tawanya.

Yaya langsung naik ke boncengan dengan bar-bar membuat motor sedikit oleng. "Aku kok ya goblok, tetep aja jalan meskipun kamu bawa motor," dumelnya merutuki kebodohannya sendiri.

Lagi-lagi Guntur tak dapat menahan tawanya. Ia menjalankan motornya menuju rumahnya. "Mau sarapan di rumah gak?"

"Emang hari ini Ibu masak apa?" Ibu merupakan panggilan Yaya untuk Ibu Guntur. Karena sudah sangat dekat, Ibu Guntur bahkan menganggapnya anak sendiri.

"Masak racun," sahut Guntur asal.

Karena kesal dengan jawaban yang diberikan Guntur, Yaya langsung menoyor kepala Guntur dari belakang dengan keras.

"Yaya, aku nyetir!" seru Guntur kesal.

"Makanya kalo ngomong yang benar," omel Yaya. "Aku aduin ke Ibu baru tau rasa."

"Masa nasi goreng pete kesukaanmu."

Senyum Yaya langsung terkembang. "Aku numpang makan, ya?" Sebenarnya tanpa bertanya, hampir tiap pagi ia akan selalu ke rumah Guntur untuk sarapan.

"Emang rencananya mau jemput kamu buat makan di rumah," sahut Guntur. "Disuruh sama Ibu," tambahnya sebelum membuat Yaya menjadi besar kepala.

Yaya cuma terkekeh pelan. "Gak perlu dijemput aku juga bisa ngesot sampai rumahmu," balasnya. "Kamu habis dari mana?"

"Pom bensin, ngisiin motornya Ilmi bensin."

Seakan baru tersadar, bahwa motor yang dibawa Guntur milik Adik perempuannya, Ilmi. Perbedaan usia delapan tahun antara Guntur dan Ilmi, membuat Guntur sangat protektif kepada Adiknya.

"Antar aku pulang dulu," pinta Yaya saat motor sudah mulai mendekat ke rumah mereka. "Aku belum mandi sama ganti baju."

"Manja banget, tinggal jalan ke depan juga udah sampai ke rumah." Meski begitu, Guntur tetap menghentikan motornya tepat di depan rumah Yaya.

Yaya langsung turun dari boncengan dan menepuk lengan Guntur keras. "Makasih ya, Pak ojek," ucapnya dengan terkekeh.

"Kamu minta pulang dulu karena kamu belum pakai pembalut, ya?" tanya Guntur iseng.

"Lambemu tak suwek lho!" Seru Yaya kesal. Bahasa Surabaya kasarnya otomatis keluar begitu ia kesal. Setelah itu, Yaya langsung membuka pintu pagarnya dengan cepat.

"Yaya," panggil Guntur sebelum Yaya masuk ke dalam rumah.

Yaya berbalik dan menatap Guntur penasaran, menunggu apa yang mau dikatakan laki-laki itu.

"Darahmu tembus di celana," ucap Guntur dengan suara keras.

"Jancok!" Yaya buru-buru masuk ke dalam rumah diiringi dengan suara tawa Guntur yang menggelegar.

***

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Aku datang membawa cerita baru pengganti Turning Point.... hope you like it.

Btw, cerita ini bakal ada beberapa kata vulgar atau bahasa kasar yang akan terselip di dialognya. Buat kalian yang gak nyaman, bisa langsung skip cerita ini dan move ke cerita lainnya.

Oh ya, aku mau ngasih peringatan dulu ya sama kalian. Setiap cerita yang aku buat, nantinya akan aku tarik perlahan dan aku pindah ke Karyakarsa. Aku selalu selesain ceritanya dulu sebelum aku pindah. Seperti cerita Machine Shop Love dan Secret Mission yang udah aku pindah ke Karyakarsa.

Baca selagi masih ongoing, atau langsung baca ketika cerita sudah selesai aku tulis. Karena cerita yang sudah selesai aku tulis, akan bertahan di wattpad selama beberapa bulan sebelum aku edit dan aku pindah. Buat kalian yang mau baca lagi, bisa beli cerita-ceritaku di aplikasi Karyakarsa. Buat kalian yang baru mulai baca tapi ceritanya udah pindah lapak, aku minta maaf. Kalian bisa baca secara berbayar atau kalian bisa baca ceritaku lainnya yang masih gratis.

Tapi tenang aja, meskipun ada cerita yang akan keluar, pasti akan ada cerita baru yang bisa kalian ikutin secara gratis. Buat kalian yang sudah selalu kasih dukungan ke aku, makasih banyak ya. Aku bagaikan butiran debu tanpa adanya kalian semua.

Oke, selamat membaca dan mengikuti kisah Guntur dan Yaya yang akan sangat ringan ini🥰❤

Lucky to Have You [Completed]Where stories live. Discover now