Bab 5

11K 1.4K 26
                                    

"Jangan terlalu didengarin omongannya Rama, dia pasti cuma bercanda doang," ucap Guntur memecah keheningan.

Setelah makan siang bersama, Yaya kembali ke kantornya. Sorenya, ia dijemput oleh Guntur untuk pulang bersama seperti biasanya.

"Lah, emang kenapa?" balas Yaya.

"Nanti kamunya baper kalo dia cuma main-main doang. Mewek lagi kalo ditinggal sama cowok," ucap Guntur dengan nada datar.

Yaya meninju lengan atas Guntur membuat laki-laki itu mengadu pelan. "Kalo si Rama benaran gimana?" tantangnya.

Guntur mengedikkan bahunya. "Gak mungkin. Aku yakin gak bakal mungkin," ucapnya dengan yakin.

Yaya tidak membalas perkataan Guntur karena malas perdebatan ini semakin panjang dan tidak tentu arah. Kemudian ia berdecak saat mengetahui arah mobil Guntur. "Jangan bilang mau jemput Ilmi lagi?" tanya Yaya.

Guntur mengangguk.

"Astaga Guntur, Ilmi itu udah besar. Kalo dia mau jalan atau pulang sama teman cowoknya itu hal yang wajar," ucap Yaya geregetan.

"Dia boleh kalo pulang sama teman ceweknya," sahut Guntur. "Lebih baik aku jemput aja daripada negerepotin temannya," lanjutnya meralat ucapannya.

Yaya hanya bisa geleng-geleng kepala. "Mau sampai kapan kayak gini? Kamu gak takut Ilmi jomblo terus?"

Guntur diam tidak menanggapi.

"Guntur," panggil Yaya.

Guntur menghela napas pelan. "Lebih baik dia jomblo dulu, daripada Ilmi harus ketemu cowok yang brengsek," ucap Guntur akhirnya. "Apalagi yang kayak aku," lanjutnya pelan.

"Udah tau brengsek tapi gak tobat-tobat," cibir Yaya.

Guntur tersenyum dan mengacak rambut Yaya pelan. Begitu mobilnya sudah berhenti di tempat parkir kampus, Guntur langsung menghubungi Adiknya dan memberitahukan keberadaannya. Tak lama setelah ia mengakhiri panggilannya, ia melihat Ilmi dengan tampang cemberut berjalan ke arah mobil. Ia sudah siap menebalkan telinga jika Ilmi ingin menumpahkan kekesalan padanya.

"Besok-besok kalo Mas Guntur nelfon gak bakalan aku angkat," sungut Ilmi. Ia membuang pandangannya ke jendela samping karena tahu Guntur memperhatikannya dari spion tengah.

Guntur memilih tidak menanggapi kekesalan Ilmi. Mobil kembali berjalan dan membelah padatnya kota Surabaya di malam hari.

"Jadwal kuliahmu sering malam ya, Mi?" tanya Yaya mencoba membuka obrolan.

Ilmi mengalihkan pandangannya dari jendela mentap Yaya yang duduk di samping Guntur. "Acak sih Mbak. Biasanya memang ada yang malam. Tergantung harinya aja. Soalnya yang ambil kelas S2 rata-rata udah pada kerja."

Yaya mengangguk mengerti. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke Guntur. "Kita langsung pulang, kan?"

"Kenapa? Kamu mau makan dulu?" Bukannya menjawab, Guntur malah balas bertanya.

Yaya menggeleng pelan. Hari ini ia merasa tidak selera makan. Sotonya siang tadi aja tidak ia habiskan. Ia hanya ingin cepat-cepat merebahkan dirinya di kasur dan menonton film untuk menyegarkan pikirannya dari penatnya tugas kantor.

"Jangan makan di luar deh Mas, nanti Mbak Yaya jadi korban jambakan nenek lampir lainnya," celetuk Ilmi. "Kita kan gak tau, berapa banyak mantan Mas Guntur yang psikopat kayak kemarin. Yang ada kita lagi enak-enak makan, kita ditusuk dari belakang," lanjutnya dengan bergidik ngeri.

Gunyur menghela napas pelan. Adiknya memang sedikit berlebihan. "Gak ada niatan juga ngajak kalian makan di luar."

"Pelit," sahut Ilmi yang disambut kekehan pelan dari Yaya.

Lucky to Have You [Completed]Where stories live. Discover now