04

6 1 0
                                    


"Gila sih ini, kafe kita jadi makin ramai aja," kata Joly membuka obrolan.

"Iya, Jol. Pekerjaan kita jadi lebih berat dari sebelumnya," sahut Satifa sambil mengelap meja.

"Kafe makin ramai, tapi gaji nggak naik juga. Harusnya dapat tambahin royalti nih kita, iya nggak, Han?" Joly bertanya pada Yohan yang sibuk mengepel lantai.

Yohan melirik sekilas Joy lalu melanjutkan kembali aktivitas mengepelnya. Sama sekali ia tidak berniat untuk membalas ucapan Joly.

"Dasar, Yohan," ucap Satifa sambil menggelengkan kepala pelan.

"Yohan emang nggak asik. Kita biarkan aja Yohan sendiri, yuk Ifa kita pulang!" ajak Joly pada Satifa.

Satifa mengangguk. Pekerjaannya telah selesai dan kafe juga telah tutup. Sudah waktunya bagi ia dan para pekerja cafe lain pulang dan beristirahat.  Kecuali  Yohan yang terlalu rajin tentunya.

"Yohan, mau sampai kapan kamu mengepel lantai? Udah bening banget itu lantai. Melebihi wajah artis-artis yang glowing itu," kata Satifa.

"Masih ada noda," sahut Yohan seadanya. Memang, Yohan bukanlah tipe orang yang banyak bicara. Sejujurnya, pekerjaan sebagai pelayan tidak begitu cocok untuknya, karena ia tidak begitu nyaman jika harus berbicara banyak. Akan tetapi, ia harus profesional. Pekerjaan sebagai seorang pelayan telah diemban olehnya. Mau tidak mau. Suka atau pun tidak suka, Yohan tetap harus berbicara banyak pada para pelanggan. Mungkin akan lebih cocok jika dia menjadi cleaning service saja mengingat kecintaannya akan kebersihan.

"Udah nggak ada noda, Yohan. Udah kinclong bener itu," kata Satifa lagi. Ia tidak habis pikir dengan Yohan yang hampir setiap saat bebersih itu. Dasar, maniak kebersihan.

"Yohan memang begitu, Sa. Mending kita pulang aja, capek sendiri aku liat dia ngepel sampe malem,” ajak Joly sekali lagi.

Satifa mengangguk. "Kita pulang duluan, ya, Han."

Satifa dan Joly berlalu pergi meninggalkan Yohan yang masih sibuk dengan aktivitasnya mengepel lantai. Ia bahkan tidak membalas ucapan Satifa yang berpamitan padanya.

Kepergian Satifa dan Joly tidak membuat Yohan beranjak dari tempatnya. Ia malah memperhatikan punggung dua wanita yang berjalan menjauhi kafe itu sampai bayangan keduanya tidak lagi dapat ditangkap oleh netranya. Yohan mengembalikan pel ke tempat semula. Ia mengangguk pelan pada Aditya. Secara bersamaan mereka pergi meninggalkan tempat masing-masing.

***

"Jol, HP-ku mana, ya?" Satifa bertanya serius pada Joly sambil merogoh isi tasnya.

"Lah, mana ‘kutahu." Joly menjawab seadanya. Bagaimana bisa ia mengetahui di mana letak ponsel temannya itu.

"Apa mungkin tertinggal di cafe?" tebak Satifa.

"Mungkin."

"Kamu pulang duluan aja, Jol. Aku balik ke café dulu untuk mengambil smartphone ku yang tertinggal." Tanpa menunggu balasan, Satifa berlalu pergi meninggalkan Joly.

Dalam waktu singkat Satifa telah tiba di depan cafe. Memang, ia belum berjalan jauh meninggalkan Aleksei's Cafe itu. Namun, sayangnya kafe telah tutup. Lampunya tidak lagi menyala.

"Yohan dan Adit udah pulang lagi. Gimana caranya aku bisa masuk dan mencari Smartphone -ku?" Satifa bertanya bingung  sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ah, iya. Pintu belakang."

Satifa bergerak dengan cepat menuju pintu belakang kafe. Mungkin saja pintu belakang tidak terkunci sehingga ia dapat masuk dan mencari di mana letak keberadaan ponsel pintarnya itu.

The Humans LifeWhere stories live. Discover now