2. Lamaran

19 5 0
                                    


"Mati itu sudah jelas kepastian,
bertemu jodoh itu kemungkinan"

.
.
.
.
.
.

Keluarga Hussien terlihat sangat amat akrab dengan keluarga Naureen, mereka bersalam-salaman. Bahkan, Ayah Naureen tak sungkan untuk memeluk Hussien seraya menepuk-nepuk pundak nya, bak bertemu anak yang sudah terpisah sejak lama.

Jantung Naureen serasa ingin lepas dari tempat nya tangan nya begitu dingin hingga sedikit gemetar.

'Pria ini? yang ingin dijodohkan dengan ku?' tanya Naureen dalam hati, pikirannya berkecamuk tak karuan.

Kesan pandangan pertama dari Naureen, Hussien memang berhasil memenuhi kriteria pria idaman bagi Naureen, namun setelah menyadari bahwa pria ini yang akan menjadi suami nya nanti dan secara tidak langsung Naureen juga tersadar kehadiran pria ini juga yang akan menghancurkan mimpi besar Naureen yaitu menjadi dokter gigi profesional, dan memiliki klinik dimana-mana. Naureen dengan cepat berubah pikiran, tak lagi terkesima saat melihat Hussien, ia seketika dengan cepat membenci Hussien, pria yang akan menghancurkan mimpi besar nya kelak.

"Nak Hussien, duduk di samping Naureen ya.." ucap Ibu Naureen mengarahkan Hussien untuk duduk bersebelahan dengan Naureen di atas 'panggung kecil' yang telah dibuat.

Hussien mengangguk dengan sedikit ragu dan sungkan. Karena belum mukhrim, Hussien memikirkan bagaimana cara agar duduk tidak terlalu dekat dengan Naureen, lawan jenis nya.

Jangan tanyakan bagaimana perasaan Naureen saat ibu nya meminta Hussien duduk disebelahnya saat itu,

"Umi.. yang benar saja..?" lirih Naureen pasrah setelah mendengar perintah ibu nya pada Hussien.

Menuju tempat duduk nya, Hussien menundukan pandangan nya, ia hanya menatap bantal kecil yang menandakan ia akan duduk disana. Tak sedikit pun ia berniat melirik kearah Naureen, calon istri pilihan Ayah-nya itu.

Sesampainya di tempat duduk, Hussien terlihat gelisah ia terus-menerus menggeserkan badan nya ke arah kiri seakan menjaga jarak yang lumayan jauh dari Naureen. Hussien merasa sangat tidak nyaman saat itu, ia merasa gugup walau hanya bersebelahan dengan wanita.

'Kek najis banget gue sampe segitu nya dijauhin, sok ganteng ni cowok' dumel Naureen dalam hati nya akan sikap Hussien yang terkesan terlalu menjaga jarak dengan-Nya.

"Cocok banget ih.. gemes!" celetuk Zahra, salah satu sahabat Naureen yang juga hadir di acara pertemuan sekaligus lamaran tersebut, ucapan Zahra mendapat sorakan setuju dari kedua belah pihak keluarga, mereka setuju dengan pendapat Zahra. Naureen dan Hussien, kedua nya nampak malu-malu sehingga membuat kesan menggemaskan.

Hussien sesekali menunduk malu dan sesekali juga melempar senyum kepada keluarga yang menggoda dirinya dengan becandaan klasik. Beda hal nya dengan Naureen, ia bahkan tidak tersenyum sama sekali, Naureen nampak kesal.

'Lucu gitu? gak ada lucu sama sekali becandaan mereka, ngapain lo ketawa?' tanya Naureen dalam hati, setelah ia melirik sikap Hussien yang menurutnya sedikit menyebalkan. Naureen bingung, mengapa pria ini menyetujui perjodohan yang tidak memberi keuntungan sedikitpun di masa depan, Naureen akan kehilangan masa muda nya, karir nya, dan masih banyak lagi. Semakin dipikirkan, semakin benci rasanya Naureen pada Hussien yang dengan mudah nya tersenyum, sedangkan Naureen untuk senyum saja mungkin tidak bisa, ia sangat membenci pria yang ada di sebelahnya ini.

"Udah Nau, jangan dilihat terus Hussien nya, dia disitu aja gak bakalan kemana-mana. Bentar lagi jadi hak milik kamu kok" celetus Sepupu Naureen tiba-tiba setelah menyadari Naureen terus-menerus menatap Hussien dengan tatapan dalam. Seandainya sepupu Naureen tau, tatapan Naureen kepada Hussien itu memang dalam, sedalam rasa (Kebencian) Naureen pada Hussien.

Dear Imamku, HusseinWhere stories live. Discover now