C H A P T E R 8

15 4 0
                                    

Ketertinggalan yang sempat menjadi sebab kedekatan Sandra dan Akbar sudah tidak ada lagi. Sandra benar-benar mengejar ketertinggalan itu dengan sungguh-sungguh.

Dan jika boleh jujur, Sandra merasa seperti ada yang hilang saat 1 bulan ini tidak mendapati Akbar di kampusnya. Bahkan kabarnya, Akbar telah resign beberapa waktu lalu.

Kenapa dia gak ngabarin, sih. Eh, gue juga bukan siapa-siapanya, ngapain dia harus laporan sama gue. Ih apaan sih kenapa juga gue malah mikirin dosen nyebelin itu.

Sandra mengalami perang dengan batinnya sendiri.

"Sandra, kamu udah tidur sayang?"

"Belum," Sandra menyahut dari dalam kamar.

Dirinya beranjak membuka pintu kamar, melihat Linda dengan senyum menghiasi di wajahnya.

"Ada apa, Mah?"

Sandra mencium gelagat aneh dari Linda. Hubungan mereka sudah cukup membaik, memang tidak sedekat seperti anak dan ibu kandung, tapi itu lebih baik dari pada terlihat seperti orang asing 'kan?

"Kamu siap-siap gih, ada tamu yang mau ketemu kamu."

Mengernyitkan dahinya bingung Sandra bertanya,"siapa?"

"Ada deh. Pokonya kamu siap-siap sekarang, ya."

Walau masih bingung, Sandra tetap mengangguk mengiyakan. Tangannya bergerak akan menutup pintu, sebelum Linda kembali menahannya.

"Mamah bantu siap-siapnya, boleh?"

Linda bertanya dengan nada pelan. Ia masih sedikit takut jika Sandra menolaknya walau hubungan mereka sudah membaik.

Sandra tersenyum tipis. Sebenarnya seberapa penting 'tamu'nya itu?

"Boleh, kok. Masuk aja, Mah."

Sandra kembali menutup pintu setelah Linda masuk.

Linda tersenyum lembut membuka lemari Sandra. Sekitar 2 minggu lalu, saat hubungan mereka benar-benar membaik, Sandra mengajaknya berbelanja pakaian. Saat itu Linda benar-benar bersyukur Sandra membeli baju yang lebih sopan.

"Masyaa Allah, cantik sekali kamu, Sandra." Linda memuji.

Sandra tersenyum, "tamunya siapa sih? Aku harus dandan gini segala."

"Tamunya istimewa banget. Tunggu dulu, mamah ambilkan jilbab dulu di kamar mamah,"

Sandra menatap horor Linda yang sudah bergegas keluar.

"Jilbab?" gumam Sandra.

Tak lama, Linda kembali dengan jilbab dengan warna senada dengan baju yang dipakai Sandra.

Setelah membantu Sandra untuk memakainya, Linda pamit untuk turun duluan.

Sandra menatap cengo cermin di depannya. Benar-benar tidak terlihat seperti dirinya.

Tangannya meraih jarum yang Linda pasangkan di bawah dagunya. Sandra merapihkan sedikit rambutnya, dan kembali meletakkan jilbab di kepalanya. Sandra menyampirkan kedua sisi panjang itu ke bahu kanan dan kirinya.

Sandra kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Rambutnya kelihatan di mana-mana. Jilbab yang ia pakai hanya terlihat seperti perhiasaan rambut semata, tanpa jarum.

Mengangguk meyakinkan, inilah dia.

"Nah begitu nak Imam, tingkahnya benar-benar aktif. Ini fotonya,"

"Masya Allah, lucu sekali wajahnya,"

"Hahaha, yang sekarang pun cantik 'kan?"

"Pah," Sandra menghentikan obrolan mereka. Tama tersenyum tipis menyapanya, sedangkan Linda menepuk jidat melihat jilbab yang setengah terlepas. Di depan keduanya, ada lagi sosok pria dengan bahu tegap tengah membelakanginya. Dari suaranya tadi, terasa familiar bagi Sandra.

Wa'alaikumsalam, Imam!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang