C H A P T E R 9

15 3 0
                                    

Tandai typo!

Jam dinding menununjukkan pukul 10 pagi saat Sandra masih nyaman bergelung dalam selimut. Semalaman penuh memikirkan bagaimana caranya agar ia dan Akbar tidak terikat pernikahan suatu hari nanti.

"Sandra, kamu udah bangun sayang?" Suara Linda terdengar diiringi ketukan di pintu.

"Sandra," panggilnya lagi.

Linda berusaha membuka pintunya, ternyata tidak dikunci.

"Astaghfirullah," gumamnya melihat Sandra yang nyenyak dalam tidurnya.

Tangannya bergerak membuka gorden kamar, membuat cahaya matahari yang sudah merangkak naik menerangi kamar.

"Kamu cepetan siap-siap, ada Akbar di bawah,"

Sandra yang baru saja mengumpulkan kesadarannya, tersentak.

"Siapa tadi, Mah?" Sandra memastikan. Barangkali telinganya sedang kehilangan fungsi.

Linda terkekeh pelan, "laki-laki yang kamu panggil pak Akbar. Sedangkan Papah kamu panggil ia nak Imam,"

Kali ini Sandra benar-benar melotot mendengar penuturan lengkap dari Linda.

"Ih ngapain sih cowok itu ke sini?" Sandra mengernyitkan dahinya tak suka.

"Setau Mamah, katanya Akbar mau ajak kamu belanja,"

"Papah kamu juga yang minta," lanjut Linda.

Kernyitan dahi Sandra semakin dalam, "belanja? Buat apa? Kalo Papah minta Sandra belanja sesuatu, Sandra bisa sendiri. Gak usah bareng sama cowok itu,"

"Sekarang mau siap-siap aja dulu, kamu bisa bilang ke Papah kalo kamu gak setuju. Mamah tinggal ya,"

Sepeninggal Linda, dengan berat hati Sandra bersiap. Sandra membiarkan rambutnya terurai dengan meng-curly di bagian ujungnya.

Di ruang tamu, Sandra melihat Akbar dan Tama sedang mengobrol ria. Sepertinya selalu saja ada hal yang mereka bahas.

"Pah," Sandra memanggil Tama dengan suara pelan.

"Eh, kamu udah siap? Yaudah kalian berangkat gih. Hati-hati ya nak Imam," Tama melirik Sandra dan Akbar bergantian.

"Saya dipanggil Akbar saja, Pah. Sepertinya Sandra tidak nyaman mendengar nama Imam,"

"Ah itu, dan sepertinya kamu sangat memperhatikan kenyamanan Sandra ya?" Tama memberi tatapan menggoda pada Sandra.

Sandra yang mendapat tatapan itu dari Papahnya hanya memutar bola matanya malas.

"Pah, Sandra gak mau pergi sama cowok ini. Mau belanja apa sih? Biar Sandra aja yang beliin sendiri," Sandra melayangkan protesnya.

"Nak Im─Akbar juga harus ikut, Sandra. Papah mau Akbar juga ikut serta dalam memilih pakaiannya agar serasi. Kamu gak usah nolak-nolak, acaranya lusa," Tama menjelaskan.

"Acara? acara apa?" Sandra memiliki perasaan yang tak enak.

"Keburu siang, kalian berangkat dulu aja. Akbar, Papah titip Sandra ya," Tama beralih menatap Akbar.

Wa'alaikumsalam, Imam!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt