Chapter 54 ♗

537 94 11
                                    

"Sambut dia" (5)

Sebuah kertas sudah ada di tangan Valias. Sebuah kertas dengan noda darah coklat berbentuk simpul di atasnya. Kertas berisi tulisan tangan yang ditulis dengan penuh kefrustasian. Sang penulis tidak sanggup melanjutkan apa yang dia tulis tapi tetap memaksakan dirinya. Darah menetes mengotori barisan goresan tulisan tinta. Mengganggu siapapun untuk membaca tulisan yang ada di baliknya. Namun warna yang sudah berubah mengering cokelat membuat Valias bisa membedakan mana hitam tinta dan mana coklat darah lama. Tulisan yang tidak bisa dimengerti siapapun kecuali si penulisnya sendiri. Dan penulis itu kini bicara di dalam kepala Valias.

"Hm." Remaja di kepalanya bergumam.

Valias menyadari beberapa abjad tulisan yang berbentuk seperti sebuah simpul. Simpul yang sama dengan noda darah di atasnya. "Paman."

Valias menaikkan alis.

"Aku?"

"Ya. Kau. Kepada siapa lagi aku bicara?"

Suara di kepalanya terdengar sinis. Valias belum pernah dipanggil sebagai Paman sebelumnya. Ketidakterbiasaan itu membuatnya merasa sedikit mengganjal. "Ada apa?"

"Aku harap kau bisa belajar dengan cepat," remaja itu bicara. Terdiam sebentar sebelum kembali bicara dengan suara bergumam, "atau kau bisa meminta bantuan orang-orang yang ingin membantumu."

Valias diam dalam pikirannya sendiri. "Kau ingin aku mempelajari apa?"

"Tulisan-tulisan tidak berguna ini." Suara di dalam kepalanya terdengar menyeringai. "Aku akan menunjukkanmu arti setiap simbol abjad ini."

Valias mendapat titik terang dan setuju. Mengikuti arahan suara di dalam kepalanya, untuk menghampiri lemari demi mengeluarkan secarik kertas juga alat tulis.

Alister melihat Valias yang bicara sendirian dan menulis sesuatu di atas lemari yang setinggi perutnya.

Dewa?

Alister berpikir Valias tengah berinteraksi dengan dewa. "Itu a. Yang itu j. Yang berbentuk simpul tadi berarti x. Ya. Kau akan harus mengartikan semua tulisanku sendiri," suaranya hening sejenak, "atau kau bisa meminta bantuan orang lain. Kau sudah membuka rahasiaku. Aku tidak peduli dengan kertas-kertas ini lagi."

Valias mendengarkan seraya memastikan tidak ada lagi simbol yang belum diartikan. Lalu bertanya. "Kau tidak ingin memberitahuku sendiri?"

Sosok remaja berambut merah di dalam kepalanya mengeluarkan suara mencemooh. "Tidak. Aku sudah memberimu kemudahan. Sekarang anggap aku tidak pernah ada, Paman."

Ada selang keheningan. Namun kemudian Valias sadar kalau remaja itu tidak pernah bersuara lagi. Mencoba memejamkan matanya, hanya untuk melihat kegelapan sebagaimana ketika dia memejamkan mata biasanya. Tidak ada lagi ruangan gelap. Dan dia tidak bisa melihat penampilannya sebagai Abimala. Valias berdiri diam. Sebelum mulai membandingkan tulisan dengan simbol simpul dari darah lama dengan kertas di tangan kanannya. Mengambil kertas lain dan menuliskan hasil terjemahan yang dia buat.

Istana kerajaan lain hancur. Asap hitam. Menusuk. Teriakan seorang wanita. Pria berambut aneh. Seperti warna emas. Aura menekan. Darah di tangan. Sebuah hutan yang tenggelam ke dalam tanah. Sebuah tangan menggapai. Cahaya padat. Sebuah gua. Batu besar. Belati dengan ukiran.

Valias menjeda terjemahannya untuk menggambar pola yang ada di kertas berdarah itu.

Panah dicelupkan ke sebuah cairan. Pria dengan pedang besar. Mahkota dengan darah. Bangku singgasana tergores. Rantai berkarat. Tangan terpotong. Danial, berdarah.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now