06 - Between Them

20.4K 904 15
                                    

"Saya pulang dulu, ya."

Viora mengangguk menanggapi Dipta yang berpamitan padanya. Perempuan itu mengantar Dipta sampai luar apartemen. Di sana, ada Razka yang bersandar di dinding dengan tangan yang menenteng kantung plastik. Melihat Razka, Viora terkejut. Namun tidak dengan Dipta, pria itu mengangguk kecil kemudian berlalu begitu saja. Setelah Dipta memasuki lift, Razka langsung berbalik ke Viora dan tersenyum ke arah perempuan itu.

"Nasi padang. Makan, yuk!" ajaknya seolah tak ada sesuatu yang terjadi. Dia berjalan mendahului Viora untuk masuk.

"Razka ... lo udah lama di luar?" tanya Viora duduk di sofa. Menatap Razka yang mengambil piring di pantry.

"Nggak, kok. Waktu gue dateng, nggak lama orang tuanya Pak Dipta keluar," jelasnya lalu membuka bungkusan nasi padang yang dia belikan untuk Viora dan dirinya sendiri.

"Gue ngga-"

"Udah, makan dulu! Nanti kita obrolin lagi," katanya menyunggingkan senyumnya. Namun, Viora tahu, di balik senyum Razka, ada sesuatu yang pemuda itu sembunyikan.

"Gue tadi juga beli telur gulung kesukaan lo," ujar Razka lagi. Mengeluarkan bungkusan dari dalam plastik yang lain.

"Makasih, pasti enak banget," balasnya antusias.

"Dimakan!" titahnya mengusap kepala Viora bagian belakang.

"Lo nggak makan?" tanya Viora.

"Udah makan tadi sama anak-anak," jelasnya menggeleng.

Viora tak membalas setelah itu, dia sibuk dengan makanannya. Sementara itu, Razka hanya memandangi perempuan yang selalu bersamanya sejak kecil itu. Senyum kecil terbit di bibirnya kala melihat Viora yang makan dengan lahap.

"Jangan lihatin gue kayak gitu, Razka! Malu," keluh perempuan itu menghentikan makannya dan menatap Razka dengan wajah cemberut.

Razka terkekeh. "Lo lucu kalau makan."

"Ih, ngeselin! Gue nggak mau makan kalau lo lihatin terus," ancamnya yang membuat Razka mengalihkan pandangannya ke layar ponsel.

"Dasar! Udah, lanjut makan!"

Viora mengangguk, lalu melanjutkan makannya dengan sesekali melirik ke Razka. Mengantisipasi pemuda itu yang mungkin akan kembali melihatnya.

Sampai tak lama kemudian, Viora sudah menyelesaikan makannya.

"Udah selesai," adu Viora tersenyum lebar.

"Gue cuci dulu piringnya."

Razka hendak meraih piring bekas Viora makan, namun perempuan itu langsung menjauhkannya. Menatap Razka tak suka, lalu bangkit.

"Biar gue aja yang cuci," putusnya lalu berjalan ke arah wastafel untuk mencuci piringnya.

"Cepetan!" teriak Razka.

Lalu, akhirnya Viora selesai dengan pekerjaannya. Perempuan itu duduk di sebelah Razka, menyalakan televisi untuk menemani mereka.

"Lo nggak perlu nikah sama Pak Dipta," cetus Razka yang membuat Viora menatapnya cepat. Sebelumnya, Viora tak berpikir bahwa Razka tahu tentang obrolannya dengan Dipta dan kedua orang tuanya.

"Lo tahu?" beo Viora dengan mata yang mulai berair.

"Gue denger semuanya. Kenapa nggak cerita sama gue, Vio?" tanya Razka menggenggam tangan Viora di atas pahanya. Tangannya meraih dagu Viora yang menunduk, membuat perempuan itu menatapnya.

"Takut," katanya lirih. Air matanya sudah mengalir, membuat tangan Razka tergerak untuk menghalaunya.

"Kita udah sama-sama dari umur lima tahun, Vio. Nggak seharusnya lo rahasiain hal besar kayak gini dari gue."

"Maaf, Razka." Perempuan itu terisak pelan. Sangat merasa bersalah dengan Razka yang selalu bersikap baik kepadanya.

"Nggak apa-apa. Udah, bukan salah lo." Pemuda itu berucap untuk menenangkan Viora, lagi-lagi tangannya terangkat untuk mengusap kepala belakang perempuan itu.

"Lo nggak perlu nikah sama Pak Dipta, gue yang bakal nikahin lo," kata Razka lagi. Viora menatap Razka tak setuju, perempuan itu menggeleng.

"Nggak. Ini bukan tanggung jawab lo, Razka. Aku nggak bakal biarin kamu ngelakuin hal itu," tolak Viora.

"Tapi gue nggak rela lo nikah sama Pak Dipta, Vio. Gue sayang sama lo," ucapnya tulus.

Razka sudah menyimpan perasaan untuk Viora sejak lama. Dia tak mengatakannya karena tak ingin merusak persahabatan mereka yang sudah lama terjalin. Namun, sekarang Viora akan menikah dengan orang lain. Razka tak terima bila hal itu terjadi. Dia tak ingin kehilangan Viora.

"Razka, lo berhak dapet perempuan yang baik-baik. Nggak kayak gue."

Air mata Viora semakin deras keluar, entah mengapa perasaannya sangat sakit. Mata Razka yang juga berkaca-kaca mungkin menjadi alasannya.

"Lo yang terbaik, Vio. Gue cinta sama lo," ungkapnya lagi.

Viora menggeleng. "Lo nggak boleh jatuh cinta sama gue!" larang Viora.

"Nggak bisa."

"Razka, please. Biarin gue nikah sama Pak Dipta. gue nggak mau ngerepotin lo lagi. Masa depan lo bakal hancur kalau kita nikah," ungkap Viora. Menatap Razka lekat-lekat.

"Tap-"

"Gue mohon. Anak ini punya Pak Dipta. Ini bukan tanggung jawab lo, Razka."

Razka terdiam, hatinya sakit ketika melihat Viora yang bersimbah air mata. Dia tak bisa berkata-kata lagi untuk meyakinkan Viora bahwa dia bisa membuat Viora bahagia. Viora seharusnya tak perlu menikah dengan Dipta.

"Gue bakal ada terus buat lo, Vio."

***

Dipta sudah sampai di basemen. Pria itu kemudian memasuki mobilnya dan bersiap untuk pulang. Namun, ponselnya yang bergetar membuatnya teralihkan. Ketika melihat layar ponselnya, decakan keluar dari bibir Dipta. Tiba-tiba dia merasa kesal karena Reana menelfonnya. Untuk apa mantan kekasihnya itu menghubunginya?

"Kenapa?" Dipta mengawali pembicaraan, dengan nada dingin yang tak terelakkan.

"Kamu di mana, Dip?"

"Bukan urusan lo," katanya lagi. Rasa sakit di hatinya belum sepenuhnya hilang setelah pengkhianatan yang Reana lakukan. Dipta bersumpah tak akan memaafkan wanita itu.

"Dip-"

Klik

Dipta mematikan sambungan telefon itu secara sepihak. Memang, beberapa waktu belakangan Reana sering menghubunginya. Reana berkata bahwa dia menyesal. Namun, Dipta tetap pada pendiriannya untuk tak berbicara berlebih ke wanita itu. Kendatipun perlakuan Reana sejatinya membuat perasaannya goyah. Dipta tak munafik, dia masih mencintai Reana. Tak peduli sedalam apa wanita itu telah menyakitinya.

"Brengsek, sakit banget kalau inget lagi."

Dipta memukul stir mobilnya, kesal dengan dirinya sendiri yang tak bisa melupakan sosok Reana.

Pria itu belum pergi dari basemen apartemen yang Viora tempati. Dipta masih di sana, untuk menenangkan perasannya yang kembali terasa sakit karena Reana. Sampai sebuah mobil yang baru berhenti di depan mobilnya membuat Dipta mengalihkan fokus. Bukan, bukan mobilnya. Melainkan seseorang yang berada di dalamnya.

Dipta tak salah mengenali, pria yang berada di dalam mobil itu adalah Banun. Tak sendiri, pria itu bersama dengan dua orang yang sempat dia lihat di sekolah. Yang saat itu mengejar Viora.

Melihat mereka di sini, Dipta yakin bahwa kedatangan mereka tak lain dan tak bukan adalah untuk mencari Viora. Mereka pasti akan membawa Viora lagi.

Hal itu tak bisa dibiarkan, dan Dipta harus bertindak. Pria itu segera turun dari mobilnya. Sebelum mereka, Dipta harus sampai ke unit apartemen Viora terlebih dahulu.

My Little Wife Where stories live. Discover now