07 - Care About You

17.2K 818 14
                                    

Begitu keluar dari lift, Dipta langsung berjalan cepat menuju unit apartemen yang Viora tempati. Bersamaan dengan dia yang datang, Razka keluar dari pintu itu. Razka terlihat bingung dengan kedatangan Dipta. Bukankah pria itu baru saja pergi?

"Loh, Pak Dipta?" beo Razka.

"Viora mana?" tanya Dipta.

Nada posesif yang terdengar dari pertanyaan Dipta menganggu perasaan Razka. Dia mulai disadarkan dengan kenyataan bahwa Viora kini telah dimiliki orang lain. Kendati begitu, Razka mengulum senyum, terpaksa.

"Di dalem, Pak," jawab Razka pada akhirnya. Pemuda itu menggeser tubuhnya untuk mempersilakan Dipta masuk.

Tanpa berkata apapun lagi, Dipta langsung memasuki apartemen itu meninggalkan Razka seorang diri di luar.

"Viora?" panggil Dipta berdiri di ruang tamu. Sementara itu, Razka memilih untuk pergi, tak ingin mengganggu Viora yang membutuhkan waktu berdua bersama Dipta. Lagi pula, Razka juga tak ingin sakit hati dengan melihat kedekatan keduanya.

Tak lama kemudian, Viora datang dengan langkah kecil. Raut wajahnya terlihat heran dengan adanya Dipta di sana.

"Loh, Pak Dipta? Ngapain?" tanya Viora bingung.

"Di luar ada Om Banun, Vio," papar Dipta yang membuat raut wajah Viora berubah seketika. Perempuan itu mendadak merasa takut. Wajah Banun selalu menghantuinya, yang membuat tidurnya tak pernah tenang setiap malam.

"Pak ... saya takut," ungkap Viora dengan mata berkaca.

"Makanya saya ke sini, kamu di dalam aja. Biar saya temuin dia, ya," kata Dipta berniat menenangkan perasaan Viora.

Tak ada hal yang bisa Viora lakukan selain mengangguk. Dia hanya bisa menuruti Dipta untuk saat ini.

Setelah itu, terdengar bel apartemen yang berbunyi. Dipta langsung menuju pintu keluar. Sudah bisa ditebak, yang datang adalah Banun bersama anak buahnya. Ketika membuka pintu, Dipta dapat menangkap raut keterkejutan di wajah mereka.

"Mas ... temennya Mas Baron, kan?"

Pria bertato itu membuka suara, yang langsung saja disambut anggukan yakin dari Dipta.

"Iya, Om. Mau mau ngapain, ya?" Dipta berpura-pura tak tahu, tentunya dengan wajah kebingungan yang dia buat-buat.

"Mas tinggal di sini, ya?" tanya Banun lagi. Terlalu sungkan untuk bertanya kepada Dipta yang merupakan teman dekat Baron, salah satu klien terbaiknya.

"Enggak, Om. Ini tempat pacar saya," aku Dipta lagi.

Banun tampak terkejut mendengar pengakuan Dipta. "Pacar Mas, Viora, ya?"

"Iya, betul. Kok Om kenal sama pacar saya?"

"Ah, enggak, Mas. Kita salah, deh, kayaknya. Kalau kayak gitu, kita duluan, ya!"

Mereka bertiga buru-buru pergi setelah mengatakan itu. Dipta sendiri menyungging senyuman miring melihat itu semua. Lalu, terdengar langkah kaki Viora yang mendekat, Dipta langsung membalikkan badan.

"Udah aman, Vio. Mereka udah pergi," kata Dipta memberi tahu.

Viora mengembangkan senyumnya, merasa bersyukur telah diselamatkan untuk yang kedua kalinya oleh Dipta. Namun, senyum Viora harus meredup ketika melihat raut wajah kesakitan yang Dipta tunjukkan.

"Pak Dipta kenapa?" tanya Viora panik.

"Ehm ... kayaknya maag saya kambuh, deh. Kamu ada obatnya?"

Dipta menatap Viora penuh harap. Setelah mengetahui Viora hamil tadi pagi, Dipta tak Memiliki nafsu makan. Alhasil, seharian tadi dia belum memakan sesuap nasi pun. Mungkin itu yang membuat penyakit maag-nya kambuh.

"Ada, Pak. Saya carikan dulu, ya!"

Dipta mengangguk setuju, kemudian duduk di sofa setelah Viora berlalu dari hadapannya. Dipta seharusnya belajar dari kesalahan, padahal dia sudah sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit maag kronis yang dia derita. Namun, sampai sekarang dia masih sering melewatkan makan dan hal seperti ini tak jarang terjadi.

"Pak, Dipta. Ini ada nasi goreng tadi pagi, dimakan dulu, ya?"

Viora duduk di sebelah Dipta, tangannya mengangsurkan sepiring nasi goreng ke arah Dipta, tangannya yang lain meletakkan segelas air putih dan obat asam lambung ke atas meja.

Dipta mengangguk tanpa suara. Pria itu menerima piring dari Viora dan langsung menyantap makanan itu.

Viora sendiri tak mengalihkan pandangannya dari Dipta. Wajah tampan Dipta berhasil menyihirnya ketika berdekatan seperti ini. Viora menyadari bahwa Dipta tampan, sangat bahkan. Pantas saja teman-temannya dan murid-murid lain sangat tergila-gila dengan pria itu.

Tanpa sadar, Viora mengukir senyum di wajahnya. Dan hal itu disadari oleh Dipta.

"Kenapa, Viora?" Dipta bertanya di sela makanannya, yang sukses membuat Viora gelagapan karena tertangkap basah.

"Ah, enggak, Pak," kata Viora berdalih. Perempuan itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tepatnya ke arah jendela yang menampilkan titik-titik air karena di luar sedang hujan.

"Lebih baik kamu pindah ke rumah saya," ungkap Dipta yang membuat Viora kembali menoleh ke arah pria itu.

"Hah? Kenapa, Pak?" tanyanya terkejut.

"Saya takut aja Om Banun bakal ke sini lagi. Lagi pula kan kita bakal nikah juga, kamu udah pasti pindah ke rumah saya, kan?" jelas Dipta kemudian.

Viora mengangguk, menimang ucapan Dipta yang juga ada benarnya.

"Sekarang kamu beresin baju-baju kamu, gih! Kita pindah sekarang!" titah Dipta kemudian mengambil obat yang Viora letakkan di atas meja, lalu memakannya bersamaan dengan air putih.

"Sekarang, Pak?" beo Viora memastikan. Kenapa buru-buru sekali?

"Iya, Viora. Lebih cepat lebih baik," kata Dipta mengangguk.

"Kamu nggak perlu khawatir. Kapan pun mau, Razka boleh main ke rumah buat ketemu kamu," imbuh Dipta dengan senyum hangat yang dia tunjukkan.

Dipta paham, Viora sangat dekat dengan Razka. Mungkin, keraguan perempuan itu ada hubungannya dengan Razka. Nanti pun, Dipta tak akan membuat Viora jauh dari Razka ketika mereka sudah menikah.

"Ya udah, Pak. Saya beresin pakaian saya dulu, ya!" pamit Viora yang mendapat anggukan dari Dipta.

Kemudian, Viora bangkit dan menuju kamarnya. Perempuan itu merasakan jantungnya berdegup kencang setelah melihat senyum hangat milik Dipta. Entahlah, padahal dia sudah biasa melihat itu, namun kali ini berbeda. Ada yang lain dari senyum yang Dipta tunjukkan.

"Serius gue tinggal sama Pak Dipta?" gumam Vioro yang kini sudah membuka pintu lemarinya.

Viora tak memiliki banyak barang bawaan. Mengingat dia berada dalam pelarian. Hanya beberapa potong pakaian dan seragam sekolah, serta buku-buku pelajarannya. Viora pun bisa memasukkan barang-barangnya ke dalam tas jinjing kecil.

Setelah selesai membereskan barang bawaannya, Viora langsung kembali ke depan menemui Dipta. Pria itu tampak bingung dengan barang bawaan Viora yang terbilang sedikit.

"Cuma segitu, Vio?"

Viora hanya menampilkan senyum kecil, lalu mengangguk. "Saya ke sini kabur, Pak. Jadi nggak punya banyak barang," jelas Viora.

Dipta mengangguk paham, kemudian memberi isyarat kepada Viora untuk berjalan terlebih dahulu keluar dari apartemen itu. Tak lupa, dia juga mengambil alih tas yang Viora bawa.

"Pakai jaketnya, Vio! Di luar dingin."

Dipta melepas jaket yang dia gunakan, kemudian meletakkannya di bahu Viora. Pakaian Viora yang hanya berupa kaus pendek membuat Dipta khawatir Viora akan merasa dingin karena hujan yang turun.

"Makasih, Pak Dipta."

My Little Wife Where stories live. Discover now