10 - Bad Day

13.3K 616 4
                                    

Dipta membuka mata ketika merasakan bahunya ditepuk beberapa kali oleh seseorang. Keterkejutan langsung menguasainya setelah melihat Reana yang memakai kimono tengah duduk di tepi ranjang, rambut perempuan itu sepenuhnya dibungkus oleh handuk.

"Udah pagi, Dip. Kamu bisa telat ke sekolah," katanya dengan suara lembut.

Dipta menepis tangan Reana yang masih bertengger di bahunya. Pria itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang. Lagi-lagi dia terkejut ketika menyadari dirinya sendiri dalam keadaan bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek di balik selimut.

"Gue kenapa bisa di sini?" Dipta bertanya dengan bingung. Dia sama sekali tak ingat dengan apa yang telah terjadi semalam.

"Dipta, kamu nggak inget? Semalam aku bawa kamu dari club," ungkap Reana yang membawa ingatannya melayang ke kejadian semalam.

Ya, dia mengingat ketika berbincang dengan Baron. Kemudian, Baron pergi mengangkat telefon dan datanglah Reana. Dia juga ingat ketika Reana membawanya ke apartemen miliknya, namun dia tak ingat jelas apa yang dia lakukan setelah itu.

"Brengsek! Lo ngapain bawa gue ke sini?" murka Dipta kemudian bangkit. Pria itu mencari pakaiannya yang sudah dikumpulkan oleh Reana di atas ranjang. Dengan gerakan kilat, Dipta memakai kembali pakaiannya secara lengkap.

"Kamu ya-"

"Diem! Gue harap lo nggak ganggu hidup gue lagi, Re! Kita udah putus, oke?" peringat Dipta dengan tangan yang mengancingkan kemejanya.

Sementara itu, Reana hanya memandangi Dipta dengan raut wajah kecewa. Dia pikir, setelah kejadian semalam hubungannya dengan Dipta akan membaik.

"Lo pacar Kakak gue. Jangan bikin hubungan gue sama Dika jadi hancur karena lo sana sini mau," katanya sebelum berlalu. Ucapan kasar Dipta itu mampu membuat perasaan Reana sakit. Apakah serendah itu dirinya di mata Dipta?

"Satu lagi, gue udah punya pacar baru," beri tahu Dipta sebelum sepenuhnya keluar dari kamar Reana.

Dipta tak habis pikir dengan kebodohan yang dia lakukan semalam. Bisa-bisanya dia bisa menurut saja saat Reana membawanya pergi? Selain itu, apa yang dia lakukan setelahnya? Dipta sama sekali tak ingat.

Ketika keluar dari apartemen Reana, tak sengaja Dipta berpapasan dengan Dika yang baru saja keluar dari lift. Melihat Kakaknya, Dipta bahkan membuang wajahnya tak mau menatap lebih lama. Kebenciannya kepada Dipta memang sedalam itu setelah apa yang Dika dan Reana lakukan di belakangnya.

"Dip!" panggil Dika membuat langkah Dipta terhenti. Matanya kemudian menatap Dika yang menampilkan ekspresi wajah masam, mungkin dia merasa kesal karen Dipta baru saja keluar dari apartemen Reana.

"Hm?"

"Lo ngapain di sini?" tanya Dika ingin meminta penjelasan, tak ingin menduga-duga yang tak pasti. Walaupun di kepalanya sudah dipenuhi oleh pikiran negatif. Bagaimana tidak? Untuk apa pagi-pagi seperti ini Dipta keluar dari apartemen Reana?

"Main, sama mantan gue," ujarnya terang-terangan. Sengaja ingin membuat Dika emosi.

"Lo tahu kalau Reana pacar gue, kan?" Dika mencoba menahan amarahnya, tak ingin membuat keributan dengan Dipta.

"Tahu, dong, Bang. Tapi lo juga jangan lupa, dia temen gue dari jaman SMA, selain itu dia juga mantan pacar gue ... kalau kata kasarnya, sih, dia bekas gue." Dipta tertawa di dalam hatinya ketika melihat wajah kesal yang Dika tunjukkan. Ini tak seberapa dengan sakit hati yang dia rasakan ketika mengetahui perselingkuhan mereka.

"Brengsek, lo," makinya kemudian berbalik badan, berjalan untuk kemudian memasuki apartemen Reana. Dipta sendiri hanya tersenyum setelah itu, merasa puas karena berhasil membuat Dika kesal.

Ketika mobil Dipta akan memasuki gerbang kompleks perumahan yang dia tinggali, pria itu melihat sebuah motor keluar dari sana. Dipta mengenali kedua penumpang yang memakai seragam SMA tempat dia mengajar. Ya, mereka adalah Viora dan Razka. Melihat keduanya berangkat ke sekolah bersama, Dipta tak berekspresi apapun. Dia memilih untuk langsung pulang dan bersiap untuk ke sekolah. Hari ini, dia memiliki sedikit banyak waktu untuk bersiap diri, dia tak khawatir akan terlambat ke sekolah.

Setelah mandi dan berendam sebentar, Dipta membuka pintu lemarinya untuk memilih pakaian yang akan dia kenakan ke sekolah. Pria itu memilih kemeja bermotif batik yang memiliki lengan pendek dan celana kain panjang hitam.

Ketika mengancingkan kemejanya, Dipta tak sengaja menangkap bercak kemerahan di bagian dada dan leher bagian bawahnya. Tak hanya satu, melainkan beberapa. Hal itu membuat Dipta berdecak, dia menyadari satu hal sekarang.

"Bisa-bisanya gue tidur sama Rea semalem," keluhnya dengan gerakan cepat mengancingkan kemejanya.

Dipta menyesal, tentu saja. Seharusnya dia tak menurut begitu saja ketika Reana mengajaknya pergi semalam. Jika seperti itu, usahanya untuk move on dari perempuan itu akan sangat sulit.

"Udah nyakitin aja masih gue suka, kurang bodoh apa lagi gue?"

Dipta terus menggerutu, namun dia tetap melanjutkan aktivitasnya berdandan. Setelah selesai, pria itu membuka ponsel untuk mengecek pesan. Di grup yang berisikan guru-guru di sekolahnya, ada pesan yang membuatnya panik bukan main. Yaitu pesan yang menyatakan pengumuman tentang tes kehamilan masal yang akan di lakukan di sekolah setelah ditemukan test pack bergaris dua di ruang ganti siswi.

Dipta yakin, itu milik Viora.

"Viora, apa lagi ini?" gumamnya khawatir.
Dengan tergesa, pria itu keluar dari kamar dan bergegas menuju sekolah. Pikirannya kini dipenuhi oleh Viora.

***

Viora meremas kedua telapak tangannya yang berkeringat. Ketakutan menguasainya saat ini. Berada di tengah-tengah siswi lain di ruang aula membuat Viora tak bisa melakukan apa-apa. Kini, dia tengah menunggu antrean untuk melakukan tes kehamilan yang sudah direncakan. Viora tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah.

"Panggilan untuk Viora Din Gentari dari kelas 11 IPS 2, dimohon untuk datang ke ruangan Pak Dipta. Sekali lagi, untuk Viora Din Gentari, dimohon datang ke ruangan Pak Dipta."

Viora mendongak ketika mendengar suara guru yang berada di atas podium. Lalu, dia berdiri ketika teman-teman yang berada di sampingnya mula memanggilnya.

"Serius, Vi? Lo belum ngumpulin tugas, ya? Mati lo kalo kena marah sama Pak Dipta."

"Mending lo ke sana cepet, deh! Jangan bikin Pak Dipta nungguin lo!"

"Gue juga belum ngumpulin tugas, kok cuma Viora yang dipanggil, sih?"

"Udah, Vio! Lo ke sana dulu! Semangat!"

Viora memandang beberapa temannya yang saling sahut menyahut. Mereka berpikir bahwa Viora melakukan kesalahan sampai-sampai Dipta memanggilnya ke ruangannya. Memang benar, Dipta terkenal kejam saat memberi hukuman. Sampai-sampai, gelar kengerian ruang BP sudah digantikan oleh ruangan Pak Dipta.

"Gue ke sana dulu, ya!" pamit Viora kemudian bangkit dari duduknya.

Setelah berhasil keluar dari aula, Viora dapat bernapas dengan lega. Paling tidak, Viora tak harus menghadapi suasana mencekam di dalam sana.

My Little Wife Onde histórias criam vida. Descubra agora