P.T [Chapter 37]

12.3K 1K 0
                                    

Di ruang tamu, sedang ada dua orang tamu yang datang.

"Ayo jeng, diminum dulu tehnya," ujar Miranda.

Ah iya, Anita dan Agra sedang pergi keluar kota selama beberapa hari untuk berbisnis. Sebenarnya, mereka tidak ingin pergi dan ingin menjaga Zanna. Namun, gadis itu mengatakan tidak usah khawatir padanya, sebab dirinya pun sudah pulih.

Ranti mengangguk pelan, lalu meminum tehnya, begitu pula El.

"Mir, emang bener yah anak kamu yang namanya Rea itu masih hidup? 'Kan waktu itu dibilangnya udah meninggal, dan udah dimakamkan juga 'kan?" Tanya Ranti memulai pembicaraan.

Miranda langsung menatap wanita itu, "ah begini Ran, jadi anak saya, Rea sebetulnya memang meninggal, tapi cuman raganya aja. Tapi, jiwanya masih hidup. Pernah denger transmigrasi?" Ranti berpikir sejenak, lalu mengangguk.

"Iya, tahu, perpindahan penduduk 'kan?" Balasnya.

"No! Bukan yang itu, but... maksunya transmigrasi itu, yang perpindahan jiwa gitu loh," sahut Miranda.

Ranti langsung tahu apa yang dimaksudkan oleh temannya itu. Seketika, bayang-bayang ketika El berbicara tentang transmigrasi itu muncul.

Ranti mengangguk mengerti, "okay, i belive," ujarnya. Miranda tersenyum simpul melihatnya.

Wanita itu terlihat celingak-celinguk. "Terus, Reanya mana?" Tanya Ranti.

"Dia ada di kamarnya, sama temen dan kakak-kakaknya." Jawab Miranda. Matanya kemudian menangkap sosok El di samping Ranti.

"Kamu pasti El, yah?" Tanyanya. El mengangguk pelan.

"Iya tante, saya El," ujar El.

"Gih, kalau mau ketemu sama Rea, masuk aja, kamarnya ada di lantai atas." Ujar Miranda begitu melihat kalau tatapan El seperti seolah-olah tengah mencari keberadaan seseorang.

Ranti langsung menatapnya, El sendiri kikuk, "ah em... iya tante, kalau gitu saya nyusul Rea-nya... dulu yah, bun," pamitnya lalu melangkah menuju ke lantai atas kamar Zanna.

Setelahnya, kedua wanita itu melanjutkan mengobrol lebih banyak dan lama.

•••

Di dalam kamar, sekarang keadaannya terlihat sangat berantakan sekali. Bulu-bulu yang berada di dalam bantal pun berhamburan, dan juga seprei kasur pun nampak sudah tidak tapi seperti semula.

Mereka sejak tadi sudah menghentikan aksi perang bantal mereka. Dan kini, mereka tengah menonton tv bersama yang menampilkan sebuah drama korea, dengan keadaan kamar yang masih berantakan.

Tak lama kemudian, bunyi pintu diketuk membuat kamar yang tadinya cukup bising, sekarang berubah menjadi hening.

Tok... tok.. tok..

"Sebentar!" Sahut Zena, lalu berjalan menuju ke pintu dan membukanya.

Ceklek

Begitu membuka pintu, gadis itu dikejutkan oleh sosok berwajah tampan yang sekarang ini ada di depannya. Mulutnya bahkan sampai menganga. Air liurnya pun hampir jatuh. Bercandaaa :v

"Wuihh asupan gratis nih, cogan dungs!" Pekiknya dalam hati.

Sementara itu, El menatap heran dengan gadis yang berada di depannya itu. "Maaf, kok malah ngelamun? Zanna ada nggak?" Tanya lelaki itu.

Sadar, Zena segera berdehem, "ah, cari Zanna ya? Yaudah masuk aja," ujarnya.

El pun segera masuk ke dalam, dan Zena segera menutup kembali pintu itu. Ia menggiring lelaki itu menuju Zanna dkk.

"Zannaaa yuhu... ada yang nyariin lo nih!" Pekik Zena sambil berlari kecil.

Zanna dkk mengalihkan pandangan dari layar televisi yang menyala, lalu melihat seorang laki-laki di sana.

Ekspresi sama sekali tidak bisa ditebak, entah senang, ataupun malah sebaliknya.

"Ngapain lo kesini, and... kok tau gue tinggal di sini?" Tanyanya.

"Duduk di sofa sama para jantan sana, gih!" Ujar Zena yang dituruti oleh El.

"Ya... because bunda gue kenalan atau bisa dibilang temen mama lo," balas El.

Zanna mangut-mangut, "lah terus ngapa lo ke kamar gue?" Tanyanya kembali.

"Soalnya tadi mama lo suruh gue ke sini, katanya kalau ketemu lo." Zanna memutar bola matanya malas.

"Eh tapi, kenapa lo kesini? Bunda lo sama mama gue lagi mau nyantai-nyantai? Tapi kalau mau nyantai mah ke pantai," sahut Zanna.

"Bu-" baru akan menjawab, Zanna terlebih dulu memotong.

"Wah jangan-jangan malah ngegosip, ya 'kan? Kali ini pasti tepat sasaran?"

"Serah lo aja, gue males debat, lagian lo cerewet banget sih ah!" Balas El.

"Eh Zan, btw, lo tuh so beautiful tauk!" Lanjutnya. Pipi Zanna bersemu, namun dalam waktu sekejap, wajahnya kembali menampilkan ekspresi datar khasnya.

"Kacang mahal lee~" sahut Zerfan.

"Iya nih, apalagi gini, dunia serasa berdua, yang lain mah ngontrak ya," tambah Kevin.

"Aww, kita jadi nyamuk, keluar yokk, nanti digigit gatel loh!" Seru Zena, lalu mereka pun segera pergi keluar dari kamar. Zanna menatap malas mereka.

Kini, hanyalah tersisa kedua orang saja di dalam kamar, yaitu El dan Zanna.

"Ngapa?" Tanya Zanna begitu tahu kalau El memperhatikannya sejak tadi.

"Mau ketemu bunda nggak?" Tanya El.

Dahi Zanna berkerut, "mau ngapain?" Tanya baliknya.

"Itu, si bunda pengen tahu."

"Tau apaan?"

"Ya... lo tanya sendiri, gih turun temuin bunda gue," Zanna hanya mengangguk malas, "iye, gue turun deh." Balasnya.

Zanna pun segera keluar dari kamar disusul oleh El.

Begitu menuruni tangga, Zanna pergi ke dapur sebentar untuk minum. Setelahnya, barulah ia pergi ke ruang tamu untuk menemui bunda El.

"Halo tante," sapa Zanna begitu sampai di ruang tamu.

Kedua wanita itu langsung menatap dirinya, beserta seorang lelaki yang berada di belakangnya.

"Eh, ini anak saya Ran, yang namanya Rea itu loh," ujar Miranda membuat Ranti mengerjabkan matanya pelan.

"Sini, duduk Zan!" Titah Miranda menepuk sofa yang kosong.

Zanna mengangguk, lalu duduk di sofa, "kenapa tan, kata El tadi mau bicara?" Tanyanya.

"Emang bener, kamu Rea anaknya Miranda?" Tanya Ranti. Zanna mengangguk pelan, sepertinya teman mamanya ini sudah tau hal ini makanya wanita itu bertanya, "betul tante, tapi sebenernya saya sudah meninggal, eh nggak juga sih, yang meninggal cuman raga saya, tapi jiwa saya masih idup." Jawabnya.

"Nama saya sebenarnya Queena Adrea Clevanka,  namun berhubung jiwa saya menempati raga lain yang bernama Zanna Kirania Queenze, panggil aja Zanna, tante."

Ranti sekarang sudah paham. Walaupun begitu, ia masih sedikit tak percaya dengan hal ini. Woahh...

"Gimana? Tante... percaya?"

Ranti mengangguk  walau sedikit ragu, "percaya Zan," jawabnya.

Zanna tersenyum tipis.

Psycho TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang