Bagian 10

2.4K 252 12
                                    

Warning!!!
Part ini mengandung kekerasan, selfharm, blood. Jangan ditiru!

Jafar mengerutkan keningnya saat melihat seorang siswa keluar dari pekarangan masjid. Dia hanya merasa aneh, masih ada pemuda yang keluyuran di jam pelajaran. Dia juga seperti mengenal pemuda itu.

Jafar menepikan mobilnya untuk memastikan.

"A-ayah..."

Dan benar saja, Jafar memang mengenal pemuda itu. Pemuda dengan pakaian yang berantakan dan kotor dan lebam di wajah.

Jafar mendekati pemuda itu, dia mengambil rokok di saku seragamnya.

"Jilan ngga merokok..."

Jafar membuang dua batang rokok itu ke tong sampah.

"Masuk mobil!" titah Jafar.

Jilan menurut dan masuk ke dalam mobil. Jantung sudah berdegup dengan kencang, dia sudah siap dengan hukuman yang akan diberikan sang ayah.

Saat memasuki pekarangan rumah jantung Jilan berdegup lebih kencang.

"Saya tunggu di ruang kerja," ujar Jafar sebelum turun dari mobil.

Jilan menarik napasnya, dia harus menerima konsekuensinya. Ini kesalahannya, karena tidak bisa melawan Alva. Kesalahannya karena menjadi lemah.

Ceklek

Jilan masuk ke ruangan Jafar dengan pakaian yang sama.

"Sudah merasa hebat dengan merokok?"

"Merasa kuat dengan berkelahi?"

Jilan menggeleng pelan.

"Jilan... ngga-

"Alasan apa lagi?! Kamu sudah terpergok kemarin dengan bau rokok dibadanmu, masih mau mengelak?"

"Berbalik!"

Jilan membalikkan tubuhnya, tangannya sudah mengepal, keringat dingin mengalir dari dahinya.

Ctakk

Ctakk

Rotan itu berhasil mengenai punggung Jilan, rasanya dua kali lebih sakit dibanding tendangan Alva tadi. Tidak hanya itu, kakinya juga melemas karena pukulan rotan itu.

Jilan memejamkan matanya, tubuhnya kembali sakit. Bahkan dua kali lebih sakit dengan tadi.

Jafar menghentikan pukulannya, masih tetap dengan wajah datarnya. Dia menyuruh Jilan pergi dari ruangannya.

Jilan pergi dengan langkah tertatih karena kakinya yang hampir mati rasa.

Bi Mina menutup mulutnya saat melihat Jilan yang keluar dari ruang kerja Jafar.

"Biar bibi bantu," Bi Mina memegang tangan Jilan, menuntunnya menuju ke kamar.

"Sebentar ya, bibi ambil kotak P3K dulu," ucap bi Mina.

Jilan Minta Maaf, AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang