Bagian 31

1.7K 199 5
                                    

"Tumben pulang sore?" tanya Jane yang sedang menyiapkan makanan bersama bi Mina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tumben pulang sore?" tanya Jane yang sedang menyiapkan makanan bersama bi Mina.

"Jilan ke rumah temen dulu Tan," jawab Jilan.

"Oh... yaudah kamu mandi terus panggil Jef buat makan malem ya," pinta Jane.

Jilan mengangguk, "iya tan."

Dia pergi ke kamarnya dan membrsihkan dirinya. Selesai mandi, Jilan menatap pantulan bayangannya di cermin. Beruntung lukanya tidak disadari oleh siapapun.

Jilan membalikkan badannya untuk melihat luka di punggungnya. Ia menghela napasnya, luka semakin membiru tidak seperti biasanya.

Beberapa hari ini juga Jilan merasa napasnya cukup berat. Mungkin karena ia kelelahan, pikirnya.

Jilan meminum obat yang diberikan dokter Misha. Obat itu bisa menghambat pertumbuhan penyakit itu. Hanya menghambat bukan menyembuhkan.

"Kanker paru-paru itu berbahaya Jilan. Kamu pernah mengidap pneumonia, karena dibiarkan akhirnya meradang menjadi kanker paru-paru. Satu-satunya cara adalah operasi."

Jilan memejamkan matanya, dia ingin sembuh. Tapi dia tidak ingin melakukan operasi. Kenapa dia harus mengalami hal ini? Apa dia memang selemah itu?

Tok tok

"Bang Jil! Jef duluan ke meja makan ya!" ujaf Jeffry agak berteriak.

"Iya!" balas Jilan.

Jilan merapihkan rambutnya sebentar, lalu pergi keluar dari kamar mandi.

Brak

Jilan terperanjat kaget, saat ia tidak sengaja menendang nakas. Namun ada yang menarik perhatiannya, kamera milik Jinan yang tempo hari ia isi daya. Jilan lupa untuk mengecek kameranya.

"Baterai nya penuh...," gumam Jilan.

Dia mulai menyalakan kamera itu. Dan melihat video terakhir dari kamera itu. Video terakhir itu tepat sebelum kejadian mengerikan itu tejadi.

"Jilan! Liat sini! Nah begitu kan cakep hahah."

"Bunda! Ayah liat ke kamera Jinan."

"Ayah lagi nyetir Jinan..."

Jilan terkekeh. Itu adalah hari kelulusannya dengan Jinan. Setiap tahun, keluarganya pasti melakukan liburan keluarga. Tapi kecanggungan antara dirinya dan sang ayah tetap berlanjut.

"Villa nya besar banget! Kenapa ga ditenda aja kaya yang lain?"

"Kebetulan tempatnya lagi dipake buat kemah anak sekolah, jadi kita sewa villa aja."

Jilan ingat, kemah yang di selenggarakan sekolahnya akan dilaksanakan di perbukitan tempat kejadian itu terjadi.

"Abang yakin pake lilin petasan gitu?"

Jilan Minta Maaf, AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang