1. Rutinitas di Pagi Hari

375 21 5
                                    

Selamat membaca😳

Ingat! Jangan terlalu banyak berharap, terlebih berharap kepada manusia!

Ambil yang baik dan buang yang buruk!

~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'

"Musibah datang tanpa kita minta, tetapi di situ mengajarkan kepada kita agar siap menerima dan mengikhlaskan apa yang telah digariskan Tuhan kepada kita."

~Arfathan Ayub Affandi~


"ARFATHAN AYUB AFFANDI! INI SUDAH PUKUL BERAPA? KAMU NGGAK PERGI KE KANTOR?" teriak wanita paruh baya.

Tak berselang lama, muncul seorang laki-laki dengan kemeja biru laut yang dilapisi jas berwarna navy sembari membenarkan letak arlojinya. Ia bergegas menemui wanita yang sekarang tengah berkacak pinggang.

Laki-laki itu tersenyum manis. "Arfathan Ayub Affandi yang manisnya melebihi Bapak Affandi, ada di hadapan Bunda."

Rindi menepuk pelan pipi sang anak. "Masih pagi, jangan bertingkah!"

Fathan terkekeh pelan.

"Pukul berapa ini, Fathan? Kamu nggak ke kantor?" tanya Rindi lagi.

"Ini mau berangkat, Bunda." Jawab Fathan kemudian menyalami tangan sang bunda dan mengecup kedua pipinya. "Fathan pamit, assalamu'alaikum."

Rindi mengelus surai sang anak. "Wa'alaikumussalam. Berdoa sebelum berangkat!"

"Siap, bundaku sayang!" Balas Fathan kemudian menghampiri sang ayah yang tengah tersenyum ke arahnya.

Tak lama setelah kepergian Fathan, Rindi kembali berteriak.

"AFIYA AURANTIFOLIA AFFANDI! MAU SAMPAI KAPAN KAMU DI ATAS? INI SUDAH TERLAMBAT, LHO!"

"Iya, Bunda. Fiya masih BAB!" jawab Fiya sedikit berteriak.

Sepuluh menit berlalu, Fiya menuruni anak tangga dengan tergopoh-gopoh. Ia sempat berkontak mata dengan sang bunda, tetapi langsung ia putuskan karena melihat ekspresi sang bunda yang tidak bersahabat.

"Hehe, Fiya udah siap. Fiya berangkat dulu, Bunda. Assalamu'alaikum." Salamnya setelah mencium telapak tangan Rindi dan Novan bergantian.

"Wa'alaikumussalam."

"Wa'alaikumussalam. Jangan lupa berdoa sebelum berangkat!" ingat Rindi dibalas acungan jempol oleh Fiya.

Novan terkekeh kemudian ia hentikan karena mendapat tatapan maut dari sang istri.

"Tiada pagi tanpa berteriak," celetuk Novan.

"Anak-anak kamu tuh, selalu saja minta bundanya teriak-teriak setiap pagi!" sewot Rindi.

Novan tertawa kemudian menuntun sang istri untuk duduk di sofa.

Tak lama kemudian, Gio datang dan langsung memijit pelipis bundanya.

Rindi mendongak. "Abang."

Gio tersenyum dan tetap melanjutkan aktivitasnya walaupun sempat dicegah oleh Rindi.

"Tidak baik marah-marah di pagi hari, Bunda." Ucapnya lembut kemudian mencium pipi Rindi.

Rindi menghembuskan napasnya pelan. "Duduk di samping Bunda, Bang!"

Gio pun menurut. Diraihnya telapak tangan Rindi yang mulai terdapat ukiran indah khas di usianya yang sekarang.

"Kamu nggak ngajar?" tanya Rindi.

CINTA SANG CEO (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang