5. Senorita

142 11 4
                                    

Selamat membaca 😳

Ingat! Jangan terlalu banyak berharap, terlebih berharap kepada manusia!

Ambil yang baik dan buang yang buruk!

~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'~'



"Senorita," sapa Fathan pada perempuan itu, sedangkan perempuan itu mengernyit memandang Fathan.

"Senorita," sapa Fathan lagi.

"Nama saya bukan 'Senorita'." Balas perempuan itu, ia melanjutkan aktivitasnya untuk mengobati luka Fathan.

Fathan tersenyum. "Tapi saya ingin memanggil kamu dengan sebutan itu."

"Terserah."

Setelah selesai mengobati luka Fathan, perempuan itu beranjak pergi.

"Tunggu!" teriak Fathan membuat perempuan itu menghentikan langkahnya.

"Mengapa kamu mengobati luka seseorang yang tidak kamu kenal?"

Perempuan itu berbalik badan tetapi tidak memandang langsung ke arah Fathan. "Bukankah kita hidup untuk saling tolong menolong?"

"Tetapi kali ini yang kamu tolong adalah orang yang tidak kamu kenali. Bagaimana jika ia berbuat jahat kepadamu?" Fathan menimpali.

"Siapa pun yang membutuhkan pertolongan, maka kita harus menolongnya. Tidak peduli kita mengenal orang itu atau tidak, entah orang itu adalah orang baik atau bukan, tugas kita hanya menolongnya." Perempuan itu berbalik badan dan hendak pergi. Namun, suara Fathan kembali menggema.

"Pemikiran yang bagus," gumam Fathan. "kalau begitu, mari kita berkenalan."

Perempuan itu menghiraukan ucapan Fathan dan langsung meninggalkannya.

"Hei, Senorita!" teriak Fathan. "kita belum berkenalan, siapa tahu kita berjodoh, kan?"

"Senorita!"

"Baiklah, mungkin pertemuan hari ini cukup singkat. Akan tetapi, aku berharap jika pertemuan selanjutnya akan jauh lebih indah dan lama. Semoga Allah mempertemukan kita kembali, Senorita!" Fathan berteriak pada kalimat terakhir. Hal itu masih bisa didengar oleh perempuan tadi.

Rumah Novan

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, ABANG!" teriak Fiya.

Fiya segera menghampiri Fathan. "Kok bisa diperban tangannya? Ini juga kenapa wajahnya banyak luka gores? Abang habis tawuran atau gimana?"

"Diam, Fiya! Nanti kalau Bunda dengar, gimana?" Lirih Fathan sambil membekap mulut adiknya.

Fiya memberontak dan melepas paksa tangan sang kakak pada mulutnya. "Biarin, biarin Bunda tahu, sekalian bisa ngomelin Abang."

"Jan–"

"Fiya... itu pasti Fathan, ya? Kenapa nggak segera masuk?" teriak Rindi dari dalam.

"Mampus," gumam Fathan.

"BUNDA, ABANG HABIS TAWURAN, INI JUGA BANYAK LUKA DI TUBUHNYA!" teriak Fiya.

"Fiya... ." Fathan beringsut ke bawah. Adiknya ini sungguh halal untuk dijitak.

CINTA SANG CEO (On Going)Where stories live. Discover now