PENGHIANATAN

33 0 0
                                    


Dua hari sebelumnya. 

"Dam, keruangan saya sekarang." 

---------------------------------------------------------------------------

Pukul sembilan pagi Hugo sedang sibuk-sibuknya di kantor. Sejenak ia bersandar di kursi kebesarannya. Dilepasnya kaca mata dibiarkan laptopnya menyala. Ia merahi ponselnya untuk menghubungi Adam. Ia kembali berkutat pada layar pikiranya sedikit terganggu pada akhirnya Hugo melepas kembali kaca matanya kembali berjalan menuju pintu menunggu Adam.

Tanpa menunggu lama Adam tergopoh-gopoh masuk ruangannya. Adam memang sangat bisa diandalkan selain pekerjaan cepat juga bersih. Hugo sangat menyukainya. Adam juga termasuk orang lama karena sebelumnya bekerja untuk Ayahnya. 

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Adam. Sesampainya di kantor Hugo.

"Saya mau kamu cari tahu semua tentang Arfa. Ada di mana sekarang dan kegiatanya akhir-akhir ini. Ke mana saja selama hampir dua bulan saya tunggu segera. Kamu laporkan semuanya pada saya. Pergilah...." 

"Baik, Pak." Adam merogoh kantongnya sambil berjalan meninggalkan ruangan atasannya menghubungi seseorang di ujung telepon. Di dering ke empat telepon itu baru menjawab.

Tidak menunggu lama Adam berkata. "Dengar ..., ada tugas untuk kamu. Lakukan dengan cepat saya maunya bersih."  Singkat padat memberi arahan pada orang di ujung telepon. Tanpa bertele-tele orangnya menjawab iya. Hubungan pun terputus dengan satu kalimat. "Hemm." 

                                                  *  *  *

Hugo melajukan mobilnya ke kantor Arfa ia ingin membuat kejutan untuk sahabatnya. Yang hampir dua bulan sulit Hugo temui selalu saja ada alasan. Sedang di luar kota atau di luar negri dan katanya dia akan menemuinya sendiri, namun sampai sekarang belum juga menhubungi atau datang ke kantornya.

Setelah mengetahui dari Adam ada rasa kecewa juga senang senggaknya dia tidak menyakiti orang lain. Tadinya Hugo merasa bersalah dan hari ini akan mengakhiri semuanya agar tak menjadi bumerang di masa depannya. Ia harus bersikap wajar atau harus melupakan fakta bahwa mereka berteman baik sedari kecil. Hati kecilnya tetap saja tidak menerima karena sembunyi-sembunyi darinya.

Sampai di gedung perkantoran tempatnya Arfa dengan muka datar seperti biasanya. Hugo masuk menerobos tanpa ada halangan yang berarti. Ia memang sudah di terima di gedung itu dengan baik berbekal riwayat yang sudah terjalin baik selama ini. Arfa adalah teman kuliahnya di jurusan bisnis. Dulu memang tak begitu akrab, namun seiring berjalannya waktu sama-sama menjadi CEO. Karena seringnya bertemu pada akhirnya seperti sekarang ini.

"Maaf, Pak Arfa sedang ada tamu," kata sekertaris Arfa. 

"Saya sudah telepon disuruh langsung masuk," sahutnya berbohong. 

Sekertaris itu pun mengangguk membiarkan Hugo ke kantor CEOnya. Wanita kisaran tiga puluhan itu sudah mengenal teman-teman dari Arfa termasuk Hugo Xavier. Ruangan Arfa tertutup kedap suara pula. Arfa tidak mendengar siapa pun yang mendekat ke kantornya. 

Perlahan namun pasti Hugo memegang handel pelan-pelan lalu mendorongnya kuat-kuat. Jeblag! Sampai daun pintu membentur diding menimbulkan suara ledakan begitu nyaring. 

Prok prok prok suara tepuk tangan menerobos masuk. Matanya melotot, cupil  hidung mengembang di sertai mulut mengantup mendapati orang yang ia anggap teman bertelanjang.

"Hebat ya kalian." Kedua manusia berbeda jenis di sofa terperanjat merapihkan bajunya. Aroma tak sedap terhidu di mana-mana membuat kenyamanan hidung Hugo terganggu. 

BERDAMAI DENGAN MASA LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang