MENYERAP HABIS OKSIGEN

24 0 0
                                    

"Sini dulu sebentar, Ka. Belum selesai potonya." Kata Vihana melambaikan tangannya ke arah Hugo.

Hugo mendekat pura-pura malas padahal memiliki banyak rencana di kepalanya. Setiap kebersamaannya amat berharga bagi pria itu. Ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu segera menghampirinya. Tangannya di masukan ke dalam saku celana lalu bersandar dekat Vihana --- merapatkan bahunya hingga wajahnya Hugo menempel di pipi Vihana. 

"Kirain sudah selesai?" Katanya bohong menahan gemas, segera menghapuskan jarak memeluk Vihana, sambil senyum-senyum penuh arti. Menempelkan pipi dengan sengaja nunggu protes Vihana dengan suara cerewet hasnya. 

Vihana menarik pinggang Hugo supaya lebih merapat. Sampai napas mereka membaur jadi satu. Lama-lama Vihana menyadari Hugo terlalu dekat napasnya meniupi-niup leher jenjang makin hangat. Vihana sedikit merenggang gugup debar di dada jadi tak beraturan. Satu ruangan bersama Hugo, rasanya menyerap habis semua oksigen apalagi sedekat ini.

"Sekali lagi, Ka. Oh ia nanti kalau metting aku ikut. Siapkan kursi di belakang kaka aja. Aku cukup dengerin aja pasti ngerti ko." 

Telinga Vihana cepat tangkap apa yang didengarnya daripada mlototin komputer yang mudah jenuh ketika matanya mulai terasa perih. Dalam dua jam akan segera menyerah dan melakukan hal yang ia sukai. 

"Iya, boleh." 

"Tapi mana potonya?" tanya Hugo. Kembali menghapus jarak sampai-sampai Vihana merasa tidak nyaman. Mereka berdebat melalui sorot mata masing-masing. Dengusan keras terlalu sering lolos dari hidung keduanya bergantian. 

Dengan jailnya Hugo mecet hidung Vihana sampai pemiliknya lama-lama merasa kesal. Mendorong dan memukuli lengannya. Secepat Hugo menarik tubuh Vihana dalam pelukannya. 

"Aw aw sakit," pekik Hugo mengentikan pukulan Vihana. Hugo menunduk memperhatikan wajah yang mendongak menatapnya bersemu merah. Perlahan mengecup bibir ranum.

"Kaka yang salah," katanya tanpa merasa bersalah. Usahanya melepas pelukannya gagal karena Hugo memeluk tubuh bagian atas. Sedang tangan kirinya merapatkan pinggangnya ke perut Hugo menghapus jarak.

                                          *  *  *

Sampai suara ketukan di pintu mengganggu kosentrasi mereka berdua. Mereka sama-sama memutar tubuhnya. Tampaklah empat sekawan menyerbu masuk tanpa menuggu izin dari Hugo. Duduk di sofa seakan ruangan ini milik bersama. 

"Wo, wo, wo, ada yang lagi bermesraan, nie!" seru Evan Super. 

"Ikut dong. Ikut dong," timpal Joe Savin.

"Ugh." Vihana lekas mendorong Hugo beraut malu tak terkatakan pipinya kian merah tomat. Melontarkan seribu alasan kembali fokus selfe menenangkan gemuruh dadanya. 

"Aku lagi selfi tapi ada gangguan dikit tadi. Ini kan hari pertama kerja jadi harus ada momen tak terlupakan," ucap Vihana menarik tangan Evan menghapus jarak.

"Saya juga mau ikut, Hana." kata Arfa Budiman menyela sembari mengembangkan senyum jail. Ngusilin Vihana yang fokus ke layar ponsel dan berpindah-pindah mencari tempat nyaman untuk berpoto.

"Masa gua dilupain, sih," gerutu Ifan memeluk ke lima temannya. 

"Eh, lo sini," ujar Joe menarik tangan Ifan. 

"Aih, pada ribut terus." Vihana mendorong semuanya menjauh. Tapi mereka kembali lagi merapat. Vihana kini di tengah, semua tersenyum. 

Cekrek! 

"Coba liat," pinta Evan. Semuanya ikut nimbrung kaya anak kecil saling berebut saling berdesakan untuk melihat hasil jepretan Vihana, tak terkecuali Hugo nyelip di antara ke empat temannya.

BERDAMAI DENGAN MASA LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang