Ketujuh: Nampak Jelas

437 92 14
                                    

Ini juga sulit baginya karena piano pernah mempunyai andil yang cukup besar dalam dirinya. Bunyi alat musik itu selalu menjadi pengisi hari-harinya, seakan dentingnya adalah sebagian dari jiwanya. Karena itulah, ia sempat merasa sesak ketika kobaran api melahap si piano cokelat.

Lirihan putranya, teriakan murkanya adalah salah satu dari mimpi buruk nyata yang pernah ia alami. Amarah putranya menciptakan sakit dalam hatinya dan lirihan pedihnya membuat dirinya merasa sesak.

Jujur saja, ia merasa telah berbuat sangat jahat dengan membakar piano itu. Lelaki itu tahu seberapa berharganya si piano bagi putranya. Ia tahu seberapa banyak memori yang telah Yoongi buat bersama dengan piano itu. Lantas dengan membakarnya, menghanguskan si piano cokelat ke dalam bentuk abu, ia merasa telah menjadi seorang ayah yang begitu egois.

Napasnya ia hela panjang. Ini tidak mudah baginya, karena ia selalu dibayangi oleh mimpi buruk. Rangsangan denting piano dibaca sebagai sebuah melodi kematian oleh otaknya. Denting piano bagaikan sebuah mantra yang membuatnya lepas kendali. Amarah, rasa kecewa, dan duka. Tiga hal yang membuat dirinya ceroboh dalam mengambil sebuah keputusan, yang sayangnya selalu seperti itu dan berakhir dengan penyesalan jika berkaitan dengan piano.

Lelaki itu berada dalam rasa bimbangnya sendiri. Sulit untuk mengatakan bahwa denting piano yang sekarang ia benci sempat mengisi bagian besar dari hari-harinya.

***

Ini pukul delapan, omong-omong dan Yoongi sedang duduk sendirian di ruang tengah dengan  sebuah buku dalam genggaman tangannya. Dua minggu yang lalu, Kak Namjoon meminjamkan buku ini kepadanya untuk dibaca. Lelaki itu berkata, bahwa akan ada banyak pelajaran berharga yang bisa Yoongi dapat dari buku ini.

Anak itu mengulum bibir. Sejujurnya saja, Yoongi tidak pernah tertarik kepada buku ataupun novel. Dirinya adalah seorang yang mudah bosan, hingga untuk membaca satu buku yang tidak terlalu tebal ini saja ia butuh waktu dua minggu penuh. Akan tetapi, masih bagus novel ini selesai dibacanya, karena biasanya, anak itu akan merasa jenuh di pertengahan cerita dan tidak lagi berminat untuk mengikuti jalannya alur.

Ucapan Kak Namjoon benar. Ada banyak hal yang bisa ia dapat dari novel ini. Ceritanya memang hanya sebatas karya fiksi, tapi bukan berarti apa yang terkandung di dalamnya bisa diremehkan begitu saja.

Yoongi banyak belajar dari seorang anak gembala yang punya keberanian dan tekad kuat untuk menyusuri mimpinya. Anak itu dengan berani meninggalkan domba-dombanya demi berkelana ke negeri asing, mengikuti tafsir mimpi yang masih belum pasti. Semua itu sesuai dengan hukum alam, di mana haruslah ada sesuatu untuk dikorbankan untuk sesuatu yang lain.

Senyumnya mengembang ketika ketukan pada pintu menyapa indra rungunya. Yoongi cepat-cepat membuka pintu untuk Kak Namjoon yang—seperti biasa—datang setiap pagi untuk mengajarinya beberapa materi pelajaran.

"Pagi, Yoongi," Namjoon menyapa singkat, lengkap dengan senyum tipis andalannya. "Mau langsung mulai materi baru hari ini, atau ada yang ingin kauceritakan?" tanyanya.

Yoongi menggeleng ringan. "Segera mulai materinya saja, Kak. Yoongi ingin segera menguasai semuanya dan kembali ke sekolah," balasnya. Namjoon mengangguk paham.

"Omong-omong, Yoongi sudah selesai membaca buku yang Kakak pinjamkan. Ini, Yoongi kembalikan. Terima kasih, ya, Kak." Yoongi sodorkan novel di atas meja kepada Kak Namjoon.

Lelaki dua puluh enam tahun itu tersenyum puas. Ditatapnya lekat raut cerah sang anak ajar yang jauh berbeda dari murungnya beberapa minggu lalu. Lelaki itu berdeham pelan.

"Bagaimana ceritanya?" tanyanya.

"Seperti yang Kak Namjoon bilang. Ada banyak hal yang bisa kupelajari dari novel ini."

"Salah satunya?"

Yoongi tersenyum kikuk. "Um ... tidak menyerah pada mimpi?" jawabnya. Yang mana jawaban ini juga merupakan jawaban bagi bimbangnya. Setelah bercerita kepada Kak Namjoon, mendapat beberapa saran, dan berpikir ulang, Yoongi merasa bahwa ia harus mengumpulkan lebih banyak keberanian untuk mimpinya.

Sekali lagi, Namjoon mengangguk puas. Dimasukkannya novel itu ke dalam tas hitam miliknya dan dikeluarkannya buku berisi materi yang akan mereka pelajari hari ini.

***

"Kau tahu, Yoongi? Jika Yoongi punya impian yang benar-benar Yoongi yakini dan sedang dalam perjalanan untuk mewujudkannya, semesta akan selalu membantu. Pasti akan ada beberapa masa sulit, tapi jika Yoongi percaya bahwa semuanya akan terbayar dengan keberhasilan, maka itulah yang akan terjadi."

Itu adalah apa yang dikatakan Kak Namjoon kepadanya setelah pelajaran berakhir. Kata-kata yang membangkitkan dirinya sekali lagi dan membuat jelas impiannya yang beberapa waktu ini terasa kabur.

Ia punya impian untuk pianonya, meskipun hanya sekadar bermain dan kini, semua terlihat jelas baginya. Yoongi telah yakin pada mimpinya dan ia akan mewujudkannya.


To be Continue

Piano: Happiness & Sadness ✔Where stories live. Discover now