Satu

5 1 0
                                    


Hai, cerita ini udah ada di draft selama setahun lebih, jadi aku milih publis aja biar ga hilang, akunku kebanyakan soalnya.

Ceritanya gatau mau dibawa kemana, intinya kalo mau baca ya baca, kalo ga suka ya udah tinggalin. Aku aja yang nulis heran sendiri kok bisa bikin cerita kaya gini.

But, enjoy it, guys!

Salam cinta!

Oh iya! Aku lagi males revisi, mungkin ada banyak bahasa atau kata yang nggak enak di mata. Tandai aja guys! Thanks.

* * *

Kanna menyusun satu per satu barang-barangnya ke dalam tas, hampir memenuhi isi tas dan membuat tas itu menggelembung besar. Kanna juga tak lupa menyusun tumpukan berkas yang akan dia bawa pulang dan menyelesaikannya di rumah.

Lingkaran hitam di bawah kedua mata Kanna menandakan jika wanita itu belum tidur sejak kemarin. Membuat Devi--sahabatnya--melihat dengan kasihan.

"Lo beneran nggak papa? Muka lo udah pucet, lo juga belum ada istirahat sejak kemarin, gue bantuin aja, gimana?" tanya Devi dengan khawatir.

"Makasih loh, Dev, tapi ini udah jadi tugas gue. Lo kalau khawatir, datang ke rumah gue aja pas selesai kerja." Kanna mengangkat tumpukan berkas yang Devi tak tahu pasti jumlahnya ada berapa.

"Oke deh, hati-hati di jalan. Jangan lupa tidur, badan lo juga butuh istirahat."

Kanna mengangkat jempol dan tersenyum sumringah. Rasanya sangat beruntung mendapatkan sahabat sekaligus kakak seperti Devi. Kanna sudah menganggap Devi sebagai kakaknya karena wanita itu selalu bersikap dewasa, mirip dengan almarhum kakak Kanna yang sudah meninggal 12 tahun yang lalu.

Kanna segera pulang di jam makan siang dengan wajah lelahnya. Kanna juga sudah menghubungi atasan kalau dia akan bekerja dari rumah karena badannya kurang sehat, akan bahaya jika dipaksa untuk tetap berada di kantor.

Di perjalanan pulang, Kanna berkali-kali mengumpat dalam hati karena beban yang dia bawa begitu berat. Apalagi sambil menunggu taksi yang tak kunjung datang, membuat kaki Kanna pegal karena kelamaan berdiri.

Taksi pesanan Kanna datang 15 menit kemudian, Kanna akhirnya bisa bernapas walau hanya sesaat.

Pekerjaannya memang berat, tetapi Kanna tak ingin meninggalkan pekerjaan itu. Jika Kanna berhenti, maka dia harus pulang ke rumahnya. Dan Kanna tidak mau kembali untuk saat ini.

Perjalanan 15 menit dari kantor ke gedung apartemen Kanna rasanya hanya dua menit. Kanna mau tak mau harus berjalan kaki lagi menuju apartemennya, padahal saat ini Kanna ingin segera istirahat.

Kepala Kanna terasa berdenyut, wanita itu menyandarkan bahunya di lift dengan mata yang hampir tertutup. Ternyata seperti ini lelahnya tidak tidur dua hari.

Sampai di lantai 12 tempat apartemen Kanna berada, Kanna mengeluarkan kunci apartemennya. Pintu berhasil terbuka, ruangan gelap langsung menyambut kepulangan Kanna. Sangat suram, dan seperti tak ada kehidupan.

Kanna menyalakan lampu, meletakkan semua beban yang dia bawa di dekat meja, kemudian wanita itu membasuh wajahnya di wastafel. Kanna memasuki kamar tanpa mengganti pakaian kerjanya lebih dulu, kini Kanna menghambur ke tempat tidur. Kedua matanya langsung terpejam, dan semuanya gelap.

___________

Samar-samar Kanna mendengar langkah kaki mendekat. Telinganya yang pekaan langsung tahu jika langkah kaki itu berhenti tepat di hadapannya. Kelopak mata Kanna mulai terbuka dengan susah payah. Terbuka, tertutup lagi, terbuka lagi, dan kemudian Kanna langsung bangkit dari tidurnya.

AnotherWhere stories live. Discover now