Haruskah berkorban?

3.3K 335 44
                                    

Halo.

Selamat malam?

Hehe...kemalaman yaa up nyaa?

Rayyan menghindar saat tangan Raffa hendak menyentuh puncak kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rayyan menghindar saat tangan Raffa hendak menyentuh puncak kepalanya.

"Ini sudah malam, perut kamu belum di isi. Kamu harus minum obat juga, makan yaa dek?"

Rayyan menggeleng pelan, ia hanya terdiam, menatap kosong ke arah depan.

"Jangan buat ayah bingung Rayyan, jangan buat ayah emosi. Bilang, kamu mau apa?" Raffa berusaha menahan emosi, jangan sampai ia lepas control karena kalau tidak bisa saja Rayyan jatuh collapse.

"Aku mau Aksa, ini sudah malam, kasihan, dia pasti kedinginan. Kita kita gak tau dia dimana." Lirih Rayyan.

Prangg.

Rayyan terperenjat, ahh bukan hanya Rayyan. Tetapi, Mona, Arka dan Darren yang berada di belakang Raffa. Raffa---lelaki itu melempar asal nampan berisi makan malam Rayyan.

"AKSA, AKSA, AKSA DAN AKSA! APA TIDAK ADA NAMA LAIN? AYAH MUAK MENDENGAR NYAA!" sentak Raffa, membuat nafas Rayyan sedikit tersendat. Tapi Rayyan tak peduli. Yang ada di pikirannya sekarang, mencari Aksa, bertemu Aksa dan memeluk Aksa.

"Mas," Mona berusaha mengingatkan Raffa untuk tidak lepas control.

"Kamu diam!"

Nyali Mona menciut saat Raffa menatapnya dengan tatapan yang sedikit tajam.

Rayyan bangkit, tangannya sedikit mengepal. Wajahnya berubah sedikit lebih pucat, nafasnya terasa berat.

"AKSA, AKSA DAN AKSA. MEMANG KENAPA KALAU AKU INGIN ADA AKSA DISINI? SELAMA INI, YANG BISA NGERTIIN AKU CUMA AKSA. YANG SELALU ADA UNTUK AKU, DI RUMAH MAUPUN DI LUAR RUMAH ADALAH AKSA. APA SALAH, KALAU MALAM INI AKU BUTUH AKSA?"

Rayyan menghirup udara banyak-banyak.

Plak!

Kepala Rayyan tertoleh ke arah kanan saat tangan Darren mendarat dengan sangat keras di pipinya. Untuk pertama kalinya.

"DARREN!" pekik Mona, ia segera merengkuh tubuh Rayyan. Namun segera mungkin Rayyan tepis.

"Ini pertama kalinya, gua ngerasain di tampar sama kakak gua sendiri. Rasanya, sakit, perih, kebas dan panas. APALAGI DENGAN AKSA! HAMPIR SETIAP HARI DIA NGERASAIN INI, DAN SIALNYA, AKU SALAH SATU NYA!" nafas Rayyan semakin memberat.

"Dek udah," ucap Arka, ia mengelus pundak Rayyan lembut. Namun lagi, Rayyan menepisnya.

"Dan untuk lo, kakak macam apa lo yang bisa santai aja di saat adek lo gak tau dimana dan sedang apa. Padahal lo tau sendiri, keadaan dia sedang tidak baik-baik saja. "

"Dan asal lo tau, Dia bukan adik gua!" Tegas Arka, kali ini, ia tersulut. Wajahnya memerah.

Rayyan tersenyum kecut, dadanya masih naik turun. Mulutnya sengaja ia buka lebar-lebar guna untuk menghirup udara.

HELP [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang