the flight and the fight

4.7K 704 43
                                    

ASKfm | angkasaa | 7 years ago

Anonymous14: my plane is delayed and now i'm making paper planes :(
angkasaa: so random but i like it

***

      Sepuluh missed calls. Lima belas pesan. Belum ada yang kutanggapi. 

      Aku melempar ponselku ke kasur lalu menutup wajahku dengan kedua tangan. Inti dari kelima belas pesan dari Angkasa adalah permintaan maaf semua dan aku mengabaikan itu semua sejak kemarin. Mungkin sekarang aku terlihat sebagai perempuan rewel, berisik, atau posesif yang merajuk. Namun, bukan itu, aku tidak mau begitu. Aku tidak masalah jika sementara waktu kami tidak bertemu setiap hari. Aku mengerti keadaannya. Aku hanya tidak suka dia meberikan janji untuk membuatku merasa senang, kemudian tidak berhasil menepatinya. 

     Angkasa tidak perlu berjanji akan menjemputku atau mengajakku pergi supaya aku merasa lebih baik. Dia hanya perlu menjelaskan dan aku akan mengerti. Tidak usah pakai janji-janji. Kenapa? Karena janji yang dia batalkan terasa lebih memusingkan saat aku sedang merindukannya.

     Kulihat layar ponselku kembali menyala. Aku berdiri dari kursi belajar dan duduk di kasur untuk meraih ponselku.

     Angkasa: Amarta, please? I need to hear your voice. Just one call.

    Aku menarik napasku panjang ketika ponselku berdering. Jemariku bekerja lebih cepat dari kepalaku saat aku menerima panggilannya.

    "Amarta," suaranya langsung menyapa. Terdengar khawatir.

    "Iya," jawabku. 

    "I'm really sorry. I really am."

    Aku menghembuskan napasku berat. Tanganku menyangga dahiku yang tertunduk. Tidak tahu harus bicara apa. Di satu sisi aku kesal kepadanya karena dia main membatalkan janji begitu saja, tetapi di satu sisi aku juga kesal kepada diriku sendiri karena merajuk tidak jelas.

    "You know I really miss you," ucapku dengan suara yang mulai bergetar. "That's why I am so mad at you. Gue udah bayangin bisa ketemu lo, and you crashed it up."

    Tidak ada jawaban dari seberang panggilan. Aku menutup mataku dan jeda yang ada di antara kami seakan memberikan kami waktu berpikir. 

     "Lo nggak perlu janji demi menutupi rasa nggak enak hati lo karena lo harus ninggalin gue untuk ngurus bokap lo, Sa. Gue paham selama lo jelasin, Angkasa, gue akan paham. But just don't make promises you can't keep."

     "Maaf. Gue nggak maksud buat lo marah. I was just trying to find us some time to be together, turned out it didn't work. I'm sorry."

     Aku menggeleng. "I'm sorry too. Harusnya gue lebih bisa ngerti situasi lo. Kemarin gue udah terlanjur mixed up. I was worry, I was pissed, and missing you made it worse."

     "I miss you, Ta."

     "I know."

     "So we're okay?"

     "Jangan hilang-hilang lagi. Nggak apa-apa kalau memang nggak bisa ketemu, Sa. Nggak harus chatting setiap jam juga. Gue cuma perlu tahu lo udah makan atau belum, sesederhana itu."

     "Iya, Sayang."

     "Mungkin lo belum terbiasa. But that's a relationship. We should be communicating."

     Ada hening sebentar sebelum dia berkata, "I'll try my best."

     "Then, that's all I ask for."

I'll Tell The Stars About You | The Stellar Shelf #1Where stories live. Discover now