the wrong answers

5.7K 617 88
                                    

ASKfm | angkasaa | 5 years ago

Anonymous14: Hi, Angkasa. Gue suka sama lo. Kapan, ya, kita ketemu?
angkasaa: Hi, gue juga suka sama lo. Kapan lo mau kita ketemu?

***

      Aku menciumnya.

      Ciuman terkutuk tadi malam terjadi karena aku yang memulai. Kecelakaan tadi malam terjadi karena perasaan-perasaanku terhadap Angkasa yang telah kubuang satu per satu kembali lagi dalam satu waktu secara bersamaan. Ternyata semua perasaanku masih ada di sana. Kehadiran Angkasa membuatku sadar bahwa aku tidak pernah benar-benar melupakannya. Apa yang kurasa ketika melihatnya tadi malam masih terasa sama seperti kali terakhir aku melihatnya. 

      Namun, ketika aku mencium Angkasa, bahkan setelahnya, ciuman itu terasa salah.

      Kukira ciuman itu terasa salah karena aku telah bersama Arthur, ternyata tidak hanya itu. Ciuman itu membuatku merasa seakan-akan aku kembali ke sebuah jalan yang salah. Salah karena aku tahu bagaimana jalan itu berujung. Jalan buntu. 

     Aku berbohong jika aku bilang enam bulan terakhir aku bahagia. Amarta yang paling bahagia adalah Amarta yang bersama Angkasa. Namun, bahagia tidak berarti tenang. Ketidakpastian Angkasa dan semua rahasia hidupnya membuatku merasa berenang di tengah-tengah lautan. Tanpa arah, tanpa pengaman, dan tanpa perahu yang bisa menolong saat kami lelah. Menyenangkan, tetapi bisa tenggelam--atau mungkin memang akan berakhir tenggelam. 

    Setidaknya, enam bulan terakhir aku merasakan ketenangan itu. Tidak ada yang tiba-tiba pergi meninggalkanku kemudian hilang-hilangan. Tidak ada kekhawatiran apa pun karena aku punya kepastian. Tidak ada yang menyimpan segudang rahasia yang dapat meledak kapan saja. 

    Kalau Angkasa selalu berhasil membuatku merasa nyaman, maka Arthur selalu berhasil membuatku merasa aman. Nyaman tanpa aman sudah pasti tidak cukup. Namun, pertanyaannya, apakah aman tanpa nyaman juga sudah cukup?

    "Belum tidur, Ta?"

     Aku masih duduk di atas kasur saat Arthur yang telah tidur di sebelahku sejak dua jam lalu terbangun dan menggosok matanya. Dia menekan saklar lampu kecil di atas nakas sehingga aku tebak dia langsung melihat mataku yang berkaca-kaca dengan jelas. Perlahan dia bergerak duduk dengan dahi berkerut.

     "Kamu kenapa?" tanya Arthur lembut.

      Air mataku semakin menunggu. Bibirku bergetar. Lidahku kelu. 

      "Hei," ucapnya khawatir kemudian meraih wajahku. "Ada yang mau kamu ceritain?"

       Aku meraih tangannya di pipiku dan menggenggamnya. Aku menunduk karena tidak sanggup menatapnya. 

      "Aku nggak bisa lanjutin hubungan kita, Thur." 

      Arthur menautkan alisnya. Kebingungan tercermin melalui tatapannya. "Kenapa?"

      "Aku--" Kalimatku terhenti. Aku tidak sanggup.

      Arthur bergeming. Tatapannya lurus kepadaku seperti menunggu dan mengetahui aku menyimpan sesuatu. Aku menarik napasku. Kucoba untuk mengatur kata-kata yang ada di kepalaku, tetapi aku gagal mengucapkannya. 

      Ada keheningan panjang di antara kami berdua hingga Arthur berkata, "What happened last night, Ta?"

      Mataku terpejam. Setetes air mataku jatuh mengenai tangannya yang memegang tanganku.

I'll Tell The Stars About You | The Stellar Shelf #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang