01

365 32 0
                                    

01 -The Offer.

"Jadi.. Kamu bisa lihat di sini-" suara sang Ibu Kepala Sekolah terhenti. Seorang perempuan dengan napas yang terengah-engah sedang menggenggam gagang pintu kaca tempered disebelahnya.

"Bu! Saya yang akan mengambil beasiswanya!" Areta berkata sembari menatap kepada Ibu Kepsek. "maaf, Nak, tetapi Anya sudah mengambilnya duluan" Wanita berumur 40 tahun itu membalas perempuan yang kini mengerutkan alisnya.

Terdiam sejenak, "tidak ada beasiswa lagi bu?"  Areta bersuara mencoba tetap tenang "maaf, tetapi slotnya hanya satu."

"Emm... Kalau begitu saya permisi bu.." dengan ragu Areta menutup pintu ruangan itu, berjalan menatap lantai dingin koridor sekolahnya, tanpa dia sadari, teman dekatnya, Jian, datang menghampirinya.

"Lo mengapa, re?" tanya sang sahabat sembari memegang bahu Areta "Ini bagaimana.." Areta mempertanyakan keadaannya sendiri "Maksud lo apa? Coba cerita ke gue" Kecemasan terhadap temannya makin menumpuk di diri Jian.

"Belakangan ini, papa ga kerja karena lagi sakit parah, finansialnya jadi turun, sedangkan abang gue, dia udah nyari kerja tetapi gajinya juga dikit, mamah sendiri ga bisa kerja, umurnya udah ga memungkinkan, salah satu harapan mereka ya gue, tetapi, gue ga ngedapetin beasiswa yang berharga buat gue, gue gamau ngebebanin pikiran keluarga gue mikirin biaya kuliah." Areta berkeluh-kesah kepada sahabatnya itu. Jian juga tidak bisa membantu banyak. Sekarang kehidupan Areta berubah semenjak Ayah-nya sakit, alasan tujuan Areta agar sukses adalah agar bisa membahagiakan orang tuanya. dia bahkan tidak pernah merasakan apa itu cinta, dan menutup dirinya dari percintaan yang bertebaran di mana-mana, Kini Areta harus memutar otak agar mendapatkan pendapatan lebih segera.

—☙

Pulang sekolah, Areta memasang wajah pokernya, tiba tiba dia dilewati oleh seorang lelaki bertubuh jangkung sembari memanggil namanya.

"Santara Aretayuna, ya bukan?" ternyata lelaki tersebut tidak lain tidak bukan adalah Gilang, preman sekolah yang tampan dan tajir melintir. Muncul begitu saja dihadapan Areta dengan jaket kulit berwarna hitam menyelimuti tubuhnya.

"Kita kenal?" Areta bertanya sembari memasang wajah kebingungan

"Well, gue denger kondisi finansial keluarga lo ga baik? Dan gue mau nawarin sesuatu ke lo" Gilang memperjelas keberadaannya, memasukan kedua tangannya kedalam saku celananya.

"Pasti gue tolak sih" ucap Areta dengan berani

"Yakin? Lo bahkan belum denger tawaran yang menguntungkan kedua pihak, alias win win solution" Gilang berkata mencoba menyakinkan perempuan bersurai hitam didepannya

"Ohya? Mana coba gue denger 'win win solution' lo" perempuan yang sedang memeluk buku di lengannya membalas dengan sarkasnya.

"Jadi begini, gue bayar lo, 20 juta tiap minggu, tetapi sebagai gantinya lo harus.." Gilang yang sengaja memotong kata katanya membuat Areta penasaran

"jangan begitu bisa?" permintaan Areta dikabulkan oleh Gilang yang langsung menyambung kata katanya,

"lo harus jadi pacar gue." seringai terbentuk di bibir sang lelaki sedangkan sang perempuan yang menatap kebingungan dengan Gilang didepannya.

"Mana mungkin gue percaya preman kaya lo?" Areta mengeratkan pelukannya kepada bukunya

"Gue memang lagi butuh pacar, dan kalau lo ingin mikir lagi ya gue persilahkan, dan juga, biaya perawatan ayah lo bisa gue tanggung" Gilang berkata sembari merogoh sakunya

"dari mana lo tahu?" Areta bertanya kepada Gilang "Gue denger lo curhat sama Jian?" Gilang menjawab pertanyaan Areta.

"Ta-tapi...Gue gaakan mikir lagi! gue nolak!" kerutan di alis Areta makin terlihat

"Ini, ambil, lo memang butuh mikir lagi, sebulan? Lo dapet 80 juta, setahun? Lo dapet sekitar 240 juta, cuman jadi pacar gue" Gilang lalu terkekeh, menyodorkan kartu namanya, dengan ragu ragu
Areta menerima kartu itu, menempatkannya di dalam tas berwarna merah muda cerahnya.

"Sampai jumpa nanti, Areta." Gilang meninggalkan Areta yang berdiri menatapnya pergi.

—☙

"Reta pulang" matanya yang hanya menatap lantai marmer rumahnya, perlahan Areta berjalan menghampiri kamarnya, menggengam gagangnya lalu menjatuhkannya, mendorong pintu berwarna putih krim tersebut. dia menaruh tasnya di gantungan berwarna putih miliknya. dia meraih ponselnya, mencoba memikirkan kembali tentang tawaran Gilang tempo hari.

dia memosisikan badannya duduk, merenungkan kondisi keluarganya. Bunyi notifikasi ponselnya terdengar di telinga Areta, yang membuatnya menatap layar ponselnya.

"Papah..." sedih Areta memikirkan kondisi keluarganya, Tetapi teringat kembali kepada tawaran Gilang, dia bimbang, antara ingin menyelamatkan keluarganya, atau citra dirinya sebagai pelajar teladan yang tak pernah menjadi "anak nakal".

Dan pada akhirnya memilih menyelamatkan keluarganya.

dia segera meraih tasnya, mencari keberadaan kartu nama yang diberikan Gilang sore lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

dia segera meraih tasnya, mencari keberadaan kartu nama yang diberikan Gilang sore lalu.

Areta menambahkan kontak Gilang ke ponselnya, dan berusaha memberanikan diri untuk menyapa Gilang melewati pesan ponsel.

dia ragu ragu, tak ingin menjadi pacar seorang preman sekolah yang gemar membuat onar, namun keadaan keluarganya membuat dia akhirnya mengetikkan pesan lalu mengirimnya ke kontak Gilang

dia ragu ragu, tak ingin menjadi pacar seorang preman sekolah yang gemar membuat onar, namun keadaan keluarganya membuat dia akhirnya mengetikkan pesan lalu mengirimnya ke kontak Gilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC—☙

HEART RACES [양정원-ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang