LIMA

53 8 0
                                    

Berita Satria mengantarkan Abel pulang menyebar bagai wabah. Si ketum Rohis, yang tampan namun dikenal alergi pacaran dengan lawan jenis, akhirnya takluk dengan seorang adik kelas.

Abel, yang sama sekali tidak dikenal, menjadi sering ditatap oleh teman seangkatannya maupun yang di atasnya. Membuat dia risih setengah mati. Tidak pernah dia menjadi pusat perhatian seperti itu.

Di kelas, banyak yang mengejeknya, "Lo tuh nggak pantes buat Satria. Satria tuh cuma buat gue!" Dan ada juga yang bilang, "Kalian pasti bakalan jadi happy couple banget deh kalo jadian." Terus terang, Abel muak mendengar semua penuturan itu. Karena dia dan Satria tidak memiliki hubungan apa-apa!

Bukan itu saja. Teman laki-lakinya di kelas pada merengut patah hati. "Yah Abel... aku nggak siap kalo kau jadian sama Satria. Nanti kau bakalan ikutan freak loh!" Masa bodoh amat mau jadi freak. Kalau dipikir ulang, Abel lebih aneh daripada Satria. Bahkan Satria di matanya tidak aneh sama sekali!

"Ah, aku udah nggak kuat sekolah!" keluh Abel ketika dia sedang menunggu sopirnya untuk menjemputnya di bangku depan pos satpam.

"Lo nggak kuat sekolah di sini?"

Segera Abel menoleh. Dan jantungnya nyaris lompat.

Moreno.

Kakak kelasnya yang bengal itu duduk di sebelahnya.

Apa yang harus Abel lakukan? Lari? Atau..diam saja?

Padahal Abel menantikan Satria, yang datang malah si kakak yang suka tawuran ini.

Abel memilih untuk menunggu Moreno bicara lagi. Masih jelas dalam ingatannya, ketika Moreno menyingkap kemeja sekolahnya, dan tubuh Moreno yang atletis. O, Tuhan, mengapa Kau ciptakan sesuatu yang sangat menggoda?

"Kalau nggak kuat, gerbang sekolah ini terbuka lebar," kata Moreno santai.

Sekarang, Abel benar-benar harus tahu apa yang harus dia lakukan. Kakak kelasnya itu menatapnya, menunggu jawabannya. Benar-benar sial!

"Ng, tidak, maksudku..."

"Lo cinta sama Satria?" Moreno bertanya langsung ke sasaran. "Lo di sini nungguin dia kan?"

Mati aku, gumam Abel pada dirinya sendiri. Mana aku tahu? Aku tidak tahu definisi cinta itu apa. Dan jika cinta sama dengan rasa kagum, mungkin aku menjawab iya.

Ingin sekali Abel mengangguk. Tetapi bagaimana jika Satria tidak menyukainya? Abel bukan perempuan yang agamis, tetapi tidak juga bejat. Dia pendiam, namun sholatnya masih bolong-bolong. Orang seperti Satria pasti menginginkan gadis yang baik, pintar, dan setidaknya memiliki keberanian untuk bicara.

Sementara Abel.... Ah, sudahlah. Abel memutuskan untuk menggeleng.

Dan gelengannya membuat dahi Moreno mengerut. "Aneh. Lo cewek aneh. Lo nggak suka sama Satria? Lo tau, semua cewek di sekolah ini suka sama dia?"

Waktu itu dia panggil aku tolol, pikir Abel kesal. Sekarang dia sebut aku cewek aneh!

Kenapa sih dia ini punya hobi gangguin aku?

"Lo normal, kan?" tanya Moreno setelah gadis itu diam saja.

"Normal kali, kan yang nilai aku bukan aku, tapi orang lain," jawab Abel menunduk, menggigit bibirnya.

"Jawab dong..., Abel. Abel kan nama lo?"

Baru Abel sadari, kakak kelasnya selalu tercekat ketika menyebutkan namanya. Apakah Moreno memiliki kesulitan dengan lidahnya untuk melisankan namanya?

"Kak Satria bisa memiliki yang lebih baik, kan?" Abel menoleh pada Moreno dan mengulas senyum masam.

"Seperti apa yang cocok untuk Satria?"

Love Me, Abel | Prequel Ketidaksetiaan Pak DirekturWo Geschichten leben. Entdecke jetzt